Sepuluh Rekomendasi Indef Mengenai APBN-P 2014
Berita

Sepuluh Rekomendasi Indef Mengenai APBN-P 2014

Pemerintah memangkas anggaran Kementerian/Lembaga.

FNH
Bacaan 2 Menit
Sepuluh Rekomendasi Indef Mengenai APBN-P 2014
Hukumonline
Pemerintah memutuskan melakukan penghematan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014. Dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (20/5) lalu, Menteri Keuangan M. Chatib Basri menjelaskan penghematan dilakukan untuk menjaga defisit anggara berada pada level 2,5 dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Yang dipotong adalah anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) dan transfer pusat ke daerah. Pemangkasan juga terpaksa dilakukan karena menurunnya penerimaan negara dari sektor pajak.

Berkaitan dengan pembahasan itu,  Institute of Development for Economic Finance (Indef) punya masukan khusus. Peneliti Indef, Enny Sri Hartati dalam diskusi di Jakarta, Selasa (20/5), mengatakan jika pemerintah dan DPR sepakat melakukan revisi APBN 2014, maka titik tolaknya adalah bagaimana APBN-P 2014 harus mampu merespon persoalan perekonomian selama semester pertama 2014. “Dan efektif mengoptimalkan fungsi alokasi produksi, stabilisasi, dan pemerataan pembangunan ekonomi,” ujarnya.

Enny melanjutkan, pembahasan APBN-P 2014 tidak sekadar berhenti hanya membahas persoalan membengkaknya subsidi BBM akibat asumsi nilai tukar yang meleset dan potensi membengkaknya defisit APBN. Untuk itu, Indef merekomendasikan 10 kebijakan agar pembahasan APBN-P 201 dapat fokus pada peran optimalisasi peran stimulus fiskal.

Pertama, reformasi sumber pertumbuhan ekonomi. stimulus fiskal harus fokus untuk membalik sumber pertumbuhan dari dominasi sektor non tradable beralih menggerakkan sektor riil, melalui berbagai insentif fiskal, baik melalui tax holiday dan tax allowance maupun realisasi konkrit dari paket-paket ekonomi yang diluncurkan pemerintah. Selain itu, perlambatan angka pertumbuhan ekonomi harus dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi.

“Karena sumber perlambatan adalah menurunnya pertumbuhan sektor tradable atau sektor riil , utamanya adalah sektor industri, pertanian dan pertambangan,” jelasnya.

Kedua, exit policy dari sandera subsidi energi. Melesetnya nilai tukar rupiah hampir bisa dipastikan berdampak pada pembengkakan subsidi BBM. Untuk itu, harus ada keberanian dari pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM yang disertai dengan langkah antisipasi dan mitigasi risiko yang komprehensif. Langkah antisipasi dari sisi pasokan adalah segera mengalokasikan anggaran yang konkrit untuk pembangunan infrastruktur gas dan memberikan insentif investasi pada energi alternatif seperti biodiesel.

Ketiga, efektifitas pergeseran dan realokasi anggaran. Konsep pergeseran anggaran belanja bukan pemotongan namun efisiensi belanja. Jadi, pemotongan tidak dilakukan pukul rata terhadap setiap kementerian, melainkan dilakukan selektif. Realokasi anggaran pun juga tidak berdampak pada pengurangan program dan kegiatan produktif sehingga tidak akan mengganggu pencapaian target pembangunan.

Keempat, optimalisasi anggaran pro-job dan pro-poor. Kebijakan-kebijakan yang berpotensi berdampak pada mendegradasi dan memicu PHK pada industri padat karya harus segera dikaji ulang. Efektivitas anggaran bansos juga harus fokus untuk mitigasi meningkatnya angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. “Perlu adanya koordinasi dan sinergi dari program-program pengentasan kemiskinan yang tersebar di semua kementerian di bawah Menko Kesra,” tutur Enny.

Kelima, adanya stimulus sektor UKM seperti pemberian kredit lunak kepada UKM melalui peningkatan KUR utamanya ke sektor produktif seperti industri kecil dan mikro serta sektor pertanian harus ditingkatkan. Keenam, akselerasi pembangunan infrastruktur dengan cara percepatan penyerapan belanja modal, terutama pembangunan infrastruktur ekonomi. Dan mengefektifkan alokasi dana transfer daerah, melalui realokasi Dana Alokasi Khusus fokus untuk pembangunan infrastruktur.

Ketujuh, mitigasi defisit neraca perdagangan dengan cara memberikan fasilitas promosi dan insentif fiskal untuk industri yang berorientasi ekspor. Stimulus fiskal yang ditujukan untuk mendorong industri substitusi impor mutlak dilaksanakan. Kedelapan, efisiensi belanja birokrasi di mana harus ada transparansi pengelolaan dana pensiun guna mencegah besarnya pembengkakan dana pensiun setiap tahunnya.

Sembilan, optimalisasi anggaran ketahanan pangan dengan salah satu cara pemberian subsidi langsung petani yang tepat sasaran. Alokasi anggaran berfungsi untuk menjalankan peran intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas pangan strategis, melalui fungsi buffer stock.

Terakhir, kesepuluh, optimalisasi penerimaan negara. Harus ada peningkatan tax ratio mencapai minimal 14 persen dan mengoptimalkan target pelunasan piutang pajak,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait