Sepuluh Juta KK Masih Belum Nikmati Listrik
Berita

Sepuluh Juta KK Masih Belum Nikmati Listrik

Pemerintah kejar pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW untuk tingkatkan rasio elektrifikasi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian ESDM. Foto: RES
Gedung Kementerian ESDM. Foto: RES
Di tengah gempuran teknologi yang kian deras, listrik menjadi kebutuhan hidup yang semakin penting. Kini, hampir semua aktivitas membutuhkan dukungan aliran listrik yang baik. Namun kenyataannya, masih banyak penduduk Indonesia yang belum bisa menikmati listrik.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman Sudimo, mencatat masih ada wilayah-wilayah di republik ini yang belum tersentuh listrik dengan baik. Ia mengakui, kebanyakan merupakan kawasan pedesaan. Lebih lanjut, Jarman merinci daerah yang belum dapat menikmati listrik dengan baik. Antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Belitung, dan Kalimantan Barat.

“Rasio elektrifikasi di Indonesia memang masih terbilang rendah. Pasalnya, masih banyak daerah-daerah yang masih belum teraliri listrik,” keluhnya di hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (24/3).

Di sejumlah wilayah yang belum tersentuh aliran listrik tersebut, Jarman menghitung ada 10 juta Kepala Keluarga (KK) penduduk Indonesia masih belum menikmati listrik. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan, menurut Jarman perbandingannya cukup besar. Ia menyebut, hampir 20 persen penduduk yang masih belum mendapat aliran listrik.

"Rasio elektrifikasi masih sekitar 80 persen yang sudah teraliri listrik. Sisanya, berarti belum," paparnya.

Dia mengungkapkan, rasio elektrifikasi tidak hanya ditentukan dari perbandingan jumlah penduduk yang sudah menikmati listrik dengan yang belum. Ia menambahkan, rasio tersebut juga dihitung dengan mempertimbangkan kualitas listrik. Jarman mengakui, saat ini kualitas kelistrikan di Indonesia masih belum cukup baik.

Lebih lanjut Jarman mengatakan, kini Indonesia baru memiliki 22 sistem kelistrikan. Dari jumlah total itu, hanya enam sistem yang kondisinya masih normal. Sedangkan 11 sistem lainnya, masih dalam kondisi siaga.

Tak hanya kondisi sistem yang memprihatinkan, rupanya Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik Indonesia pun menjadi perhatian pemerintah. Saat ini, Biaya BPP Rp1.300 per kilowatt hour (kwh), salah satu BPP tertinggi di dunia. Menurutnya, hal ini terjadi karena pembangkit listrik di Indonesia masih banyak yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa saat ini pemerintah sedang mengejar pengerjaan program 35.000 mw. Pasalnya, ia berharap dari pembangunan listrik sebesar itu kualitas listrik di Indonesia bisa menjadi lebih baik. Selain itu, ia memastikan, jika pembangunan tersebut sesuai target maka sebanyak 99 persen masyarakat Indonesia nantinya dapat menikmati listrik pada 2020.

"Pemerintah saat ini fokus program 35.000 mw ditambah 7.000 mw yang sudah on project," pungkasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, program kelistrikan sebesar 35.000 megawatt (MW) yang selesai dalam waktu lima tahun harus dapat mengurangi penggunaan BBM sebagai energi pembangkit. Namun, ia mengakui, hingga kini pemerintah belum memiliki strategi jangka panjang ketahanan pasokan batu bara guna mengantisipasi peningkatan konsumsi saat pembangkit tersebut beroperasi.

Namun, ia menekankan bahwa  saat ini pemerintah sudah memiliki acuan penggunaan energi dalam jangka panjang disusun dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang diprakarsai oleh Dewan Energi Nasional (DEN).

"Memang kalau energi ada KEN, itu diterbitkan oleh DEN. Dalam KEN sudah dibuat langkah men-secure kebutuhan energi ke depan, termasuk persentase energi baru terbarukan," imbuh Jarman.
Tags:

Berita Terkait