Sebagai garda terdepan dalam menjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengemban tugas penting salah satunya menguji UU terhadap UUD 1945. Dalam menjalankan tugas itu MK selalu menghadapi dinamika yang tak jarang menuai perhatian publik. Misalnya dalam menangani 4 perkara pengujian Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dari 4 perkara itu sebanyak 3 perkara dinyatakan ditolak dengan alasan antara lain aturan tersebut menjadi kewenangan pembuat UU atau open legal policy. Kendati diputus pada hari yang sama, pendapat MK berubah dengan mengabulkan satu perkara sisanya sebagaimana putusan No.90/PUU-XII/2023.
Putusan yang mengubah syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan untuk Pemilu 2024 itu tak bulat. Sebagian hakim konstitusi menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion). Alasan berbeda disampaikan hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh. Sementara pendapat berbeda diberikan 4 hakim konstitusi yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Setelah putusan itu berbagai kalangan melaporkan 9 hakim konstitusi dengan dugaan pelanggaran etik. Alhasil Majelis Kehormatan MK (MKMK) menyatakan 9 hakim konstitusi melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sebagaimana tercantum dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama).
Baca juga:
- Dosen FH Unram: Aliran Hukum Ini Bisa Batalkan Putusan MK
- Langgar 5 Prinsip Kode Etik, Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua MK
- Putusan MK dan Peristiwa yang Menarik Perhatian Publik Sepanjang 2023
Hal itu tertuang dalam 4 putusan. Pertama, putusan No.5/MKMK/L/11/2023 dengan hakim terlapor Manahan MP Sitompul, Prof Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Prof M Guntur Hamzah yang dijatuhi sanksi teguran lisan. Kedua, putusan No.4/MKMK/L/11/2023 dengan hakim terlapor Arief Hidayat.
Ketiga, putusan No.3/MKMK/L/11/2023 hakim terlapor Saldi Isra, di mana keduanya juga dijatuhi sanksi teguran lisan dalam hal kebocoran informasi rahasia rapat permusyawaratan hakim (RPH). Keempat, putusan No.2/MKMK/L/11/2023 berbeda dengan tiga putusan lainnya, yakni sanksi khusus hakim konstitusi Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK karena melakukan pelanggaran berat.