Sepanjang 2021 Pemerintah-DPR Hanya ‘Cetak’ 8 UU
Kaleidoskop 2021

Sepanjang 2021 Pemerintah-DPR Hanya ‘Cetak’ 8 UU

Hanya 8 RUU berhasil disahkan menjadi UU dari 33 RUU yang terdapat dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Suasana rapat paripurna saat pengesahan sejumlah RUU menjadi UU, Selasa (7/12/2021) lalu. Foto: RES
Suasana rapat paripurna saat pengesahan sejumlah RUU menjadi UU, Selasa (7/12/2021) lalu. Foto: RES

Salah satu fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kerap mendapat sorotan adalah bidang legislasi bersama pemerintah. Sebab, dari tahun ke tahun, DPR kerap tak mencapai target penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Misalnya, sepanjang 2021 tercatat hanya 8 RUU yang berhasil disahkan menjadi UU dari 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021. Lantas apa saja 8 RUU yang telah disahkan menjadi UU itu?

Pertama, Revisi UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. RUU tersebut telah resmi disetujui DPR menjadi UU pada 15 Juli 2021. Kini, beleid tersebut bernomor UU No.2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Saat itu, Ketua Panitia Kerja Khusus (Pansus) RUU Otsus Papua Komaruddin Wakatubun menerangkan RUU yang menjadi usul inisiatif pemerintah itu hanya merevisi tiga pasal dalam UU 21/2001. Namun, dalam perkembangannya melebar menjadi 15 pasal. Dari sekian pasal yang direvisi itu, setidaknya terdapat 7 substansi pokok.

Seperti, mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi orang asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perekonomian, dan memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat. Kemudian, soal lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP); UU Otsus Papua terbaru memberi kepastian hukum.

MRP dan DPRP berkedudukan di masing-masing ibu kota provinsi serta memberi penjelasan mengenai penamaan masing-masing lembaga agar tercipta kesamaan penyebutan nama untuk kegunaan administrasi pemerintahan. Selanjutnya terkait partai politik lokal, pengaturan dana otsus, hadirnya Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3), pemekaran provinsi di Papua, serta peraturan pelaksana dari UU.

Kedua, RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid ini mengharmonisasi dari sejumlah peraturan perpajakan yang ada. Metode penyusunan UU ini tersebut menggunakan pendekatan metode omnibus law, seperti halnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU HPP setidaknya mengubah atau menghapus sejumlah pasal dalam UU terkait. Seperti, UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Kemudian UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai; UU No.2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU, termasuk UU 11/2020. RUU HPP memuat 9 Bab dan 19 Pasal yang disahkan menjadi UU pada 7 Oktober 2021. Kini, beleid tersebut resmi bernomor UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Ketiga, RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Ketua Panja RUU HKPD Fathan menjelaskan UU yang disahkan pada 7 Desember 2021 memuat 12 Bab dan 193 Pasal yang intinya memuat beberapa hal. Pertama, tentang judul UU. Kedua, memuat jumlah bab. Pada bab pertama memuat 3 pasal terdiri dari ketentuan umum, ruang lingkup hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan pendanaan.

Sementara bab dua terdiri dari 102 pasal. Terdiri dari aturan berbagai jenis pajak, retribusi, materi muatan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi, pemungutan pajak dan retribusi, kerahasiaan wajib pajak, hingga penyidikan. Bab keempat, terdiri dari 14 pasal yang memuat tentang penganggaran belanja daerah, optimalisasi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) untuk belanja daerah, pengembangan aparatur pengelola keuangan daerah, dan pengawasan APBD.

Kemudian bab lima terdiri dari 10 pasal, memuat tentang pinjaman daerah, obligasi daerah, hingga sukuk daerah. Bab keenam terdiri dari 3 pasal memuat tentang pembentukan dan pengelolaan dana abadi daerah. Bab ketujuh terdiri dari 2 pasal yang memuat tentang sinergi pendanaan. Kemudian bab kedelapan terdiri dari 12 pasal memuat tentang penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, hingga sinergi bagan akuntansi standar.

Bab kesembilan terdiri dari 5 pasal yang mengatur ketentuan pidana. Sementara bab kesepuluh terdiri dari 1 pasal mengatur ketentuan lain-lain. Sedangkan bab kesebelas terdiri dari 2 pasal mengatur ketentuan peralihan. Kemudian bab kedua belas terdiri dari 5 pasal mengatur ketentuan penutup.

Keempat, Revisi terhadap UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Rancangan beleid tersebut disetujui DPR dalam rapat paripurna menjadi UU pada Selasa (7/12/2021). Materinya berisi penguatan terhadap fungsi dan tugas jaksa maupun secara kelembagaan Kejaksaan. Terdapat sejumlah substansi yang menjadi poin penting dalam UU Kejaksaan teranyar.

Seperti usia pengangkatan jaksa dan pemberhentian jaksa dengan hormat, penegasan lembaga pendidikan khusus Kejaksaan, penugasan jaksa pada instansi lain. Kemudian, perlindungan jaksa dan keluarganya, kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara dan kuasa hukum penanganan perkara di Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya perbaikan ketentuan pemberhentian Jaksa Agung, tugas dan wewenang jaksa, hingga tugas dan wewenang Jaksa Agung.

Kelima, RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi di Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Keenam, RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama di Bali, Papua Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Kalimantan Utara. Ketujuh, RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Palembang, Banjarmasin, Manado, dan Batam. Persetujuan tiga RUU tersebut menjadi UU itu diambil pada rapat paripurna, Selasa (7/12/2021).

Pembentukan pengadilan tinggi agama, pengadilan tinggi tata usaha negara dan pengadilan tinggi agama di empat wilayah itu mengacu pada Pasal 105 huruf g UU No.2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) jo Pasal 66 huruf g Peraturan DPR No.1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

Ada empat hal yang menjadi pokok bahasan. Pertama, penulisan judul RUU disesuaikan dengan urutan pembentukan daerah otonom. Kedua, pada konsiderans “menimbang”, aspek yuridis mencantumkan pasal dan UU yang mendelegasikan dibentuknya pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama, dan PTTUN.

Ketiga, dalam diktum “mengingat”, pasal-pasal yang digunakan dari UUD 1945 yakni Pasal 20, 21, 24, dan 24A ayat (5), serta mencantumkan UU yang mengatur mengenai peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Keempat, ketentuan yang mengatur mengenai pelimpahan perkara ditetapkan setelah pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama, dan PTTUN dinyatakan beroperasional oleh Mahkamah Agung (MA).

Kedelapan, Revisi Perubahan Kedua atas UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan. RUU tersebut resmi disetujui menjadi UU dalam rapat paripurna, Kamis (16/12/2021). Revisi terhadap UU 38/2004 merupakan jawaban atas perkembangan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan jalan yang belum diakomodir dalam UU Jalan sebelumnya. Dalam materi muatan revisi UU 38/2004 terdapat penambahan dengan 3 bab dan 36 Pasal baru serta penyempurnaan sebanyak 26 Pasal.

Penambahan Bab baru terkait dengan pengaturan jalan khusus sebagaimana tertuang dalam Bab V A. Pengaturan data dan informasi penyelenggaraan jalan tertuang dalam Bab VI A. Sementara penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) diatur dalam Bab VII A. Secara global ada 11 poin yang termaktub dalam UU Jalan hasil revisi. Intinya, UU Jalan terbaru berupaya mewujudkan ketertiban, keamanan, kelancaran, keselamatan arus penumpang dan barang, serta kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan.

Tags:

Berita Terkait