Sepakat Cidera Janji Debitur Terhadap Jaminan Fidusia, Begini Penjelasannya
Berita

Sepakat Cidera Janji Debitur Terhadap Jaminan Fidusia, Begini Penjelasannya

Ada cara lain yang dipandang sebagai solusi selain mutual agreement, yakni mencantumkan klausula negative confirmation dalam perjanjian kredit.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partner (AHP), Ibrahim Sjarief Assegaf, berpendapat problem debitur yang tidak secara sukarela menyerahkan jaminan kendaraan bermotor kepada perusahaan pembiayaan seharusnya sudah bisa dicegah oleh kreditur sejak awal. Ketika kreditur sudah mengidentifikasi potensi masalah dari debitur, kreditur bisa melakukan sejumlah langkah sebelum sampai pada keputusan untuk mengeksekusi jaminan.

 

“Yang saya tahu juga semua ini bukan isu hitam putih. Biasanya kalau debitur mulai bermasalah kan sudah ada engagment kan. Biasanya pertanyaannya, ini sanggup gak dibayar. Kalau dia gak sanggup apa sebaiknya dibalikin saja kendaraannya atau diserahkan dengan sukarela. Jadi sebetulnya dengan cara begitusaja udah selesai,” terang Ibrahim.

 

Menurutnya, persoalan sesungguhnya yang baru akan dihadapi oleh perusahaan pembiayaan jika mereka bertemu dengan debitur yang secara karakter sulit diajak bekerjasama akibat adanya putusan MK. Namun, Ibrahim menilai hal tersebut baru benar-benar menjadi persoalan jika secara kuantitas signifikan sehingga menimbulkan dampak yang besar. 

 

“Jadi sekali lagi ini cuma akan jadi issue jika memang tak ada kerjasama sama sekali dari si debitur,” ujar Ibrahim.

 

Dia menilai tidak ada hal baru yang perlu diupayakan oleh perusahaan pembiayaan terkait dokumen perjanjian karena sesungguhnya dokumen perjanjian fidusia yang ada selama ini sudah cukup mengatur seluruh hal yang diperlukan. Namun, ia menyerahkan kepada perusahaan pembiayaan jika ingin mengupayakan hadirnya dokumen lain semacam mutual agreement untuk melengkapi perjanjian fidusia antara kreditur dan debitur.

 

Ibrahim mengingatkan jika dalam praktiknya perusahaan pembiayaan harus berhadapan dengan debitur yang benar-benar sama sekali tidak dapat diajak bekerjasama, maka mau tidak mau harus melalui proses gugatan perdata di pengadilan negeri. Setelah itu bisa dilakukan eksekusi setelah ada putusan pengadilan. Menurutnya, jika dibandingkan dengan pengalaman perusahaan pembiayaan yang selama ini sering berhadapan dengan debitur di pengadilan, seharusnya hal ini bukan persoalan besar.

 

“Orang sudah biasa kok menghadapi debitur yang menggugat kreditur kan. Jadi ini bukan kiamat,” ujar Ibrahim.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait