Sepak Terjang Dosen Gadungan Berakhir di Kursi Pesakitan
Berita

Sepak Terjang Dosen Gadungan Berakhir di Kursi Pesakitan

Jaksa Penuntut Uumum menjerat terdakwa dengan Pasal 372 dan Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan penggelapan.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HLM
Ilustrasi: HLM
Majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon menyidangkan kasus dugaan penipuan oleh dosen gadungan yang bernama Nathaldo Harmosial. Dia telah menipu sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas negeri dan swasta di Kota Ambon untuk mengikuti wisuda sarjana di Universitas Pattimura.

Ketua majelis hakim PN setempat, Amaye Yambeyabdi, saat membuka persidangan di Ambon, Kamis (15/9), mengatakan sidang dimulai dengan agenda memeriksa saksi Fachmi Mewar dan Komaruddin yang dihadirkan jaksa penuntut umum Mercy de Lima dan Febyanti Sahetapy dalam perkara tersebut.

Dalam pengakuannya, saksi Facmi awalnya mengenali terdakwa dari rekan-rekan lainnya yang juga telah membayar uang pendaftaran kepada yang bersangkutan untuk mengikuti wisuda sarjana strata satu di Unpatti Ambon pada April 2014.

"Saya bertemu terdakwa di Lapangan Merdeka Ambon untuk membahas rencana wisuda dan sebagai syaratnya, yang bersangkutan meminta penyerahan uang sebesar Rp9 juta kemudian mengumpulkan fotocopy kartu rencana studi (KRS) maupun daftar nilai semester (DNS) dari semester satu sampai delapan," aku saksi.

Selain itu, terdakwa masih meminta tambahan uang sebesar Rp4 juta untuk pengurusan wisuda, termasuk biaya sewa baju toga sehingga total dana yang diberikan mencapai Rp13 juta. Namun setelah melewati hari wisuda, ternyata saksi yang saat itu menjadi mahasiswa Universitas Darusallam (Unidar) Ambon ini justru tidak diikutkan dalam wisuda Unpatti, sehingga dia baru menyadari dirinya telah ditipu setelah berkali-kali mencari terdakwa ke rumahnya di Galala, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon).

"Dari sejumlah rekan mahasiswa yang saya kenal, mereka bukan saja berasal dari Unidar Ambon, tetapi juga yang kuliah di IAIN maupun Unpatti dengan jumlah bisa mencapai lebih dari 80 orang dengan menyetor uang tunai bervariasi antara Rp10 juta hingga Rp20 juta per orang sejak tahun 2013," akui saksi.

Nasib sama dialami saksi Komaruddin, yang mengaku awalnya menyerahkan Rp200.000 sebagai uang pendaftaran wisuda, lalu naik lagi menjadi Rp5 juta dan Rp6,5 juta, sehingga totalnya Rp11,8 juta yang diberikan kepada terdakwa.

Ketua majelis hakim, Amaye Yambeyabdi, mengingatkan seorang mahasiswa seharusnya tidak mudah memercayai ajakan orang lain tetapi harus lebih kritis dan tanggap dalam menyelidiki seseorang. (Baca Juga: Pernikahan Batal, Polisi Palsu Terancam 6 Tahun Kurungan)

"Kalau memang terdakwa seorang dosen tetapi di Unpatti, minimal dia memiliki ruangan atau kantor untuk dilakukan pertemuan, tetapi kalau dilakukan di Lapangan Merdeka itu sangat tidak wajar karena di situ adalah tempat berkumpulnya orang-orang tidak jelas," tandas hakim.

JPU Mercy de Lima dan Febyanti Sahetapy menjerat terdakwa dengan Pasal 372 dan Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan penggelapan.

Tags:

Berita Terkait