Senyum si Terdakwa Pembantai Muslim Bosnia
Inside International Justice:

Senyum si Terdakwa Pembantai Muslim Bosnia

Karadzic membela dirinya sendiri di ruang sidang.

ALI
Bacaan 2 Menit
Gedung ICTY di Den Haag. Foto: ALI
Gedung ICTY di Den Haag. Foto: ALI

Tangannya lincah memainkan pulpen. Namun, perhatiannya tak lepas dari apa yang disampaikan oleh saksi. Sesekali dia mengajukan pertanyaan. Di saat yang lain, dia juga masih bisa melirik ke kursi pengunjung sidang. Sesekali senyumnya mengembang. Mungkin karena pengunjung sidang lebih banyak daripada biasanya.

Pria itu adalah Radovan Karadzic, mantan Presiden Republik Srpska yang didakwa telah melakukan genosida terhadap ribuan muslim Bosnia pada periode 1992 -1995. Karadzic sedang mempertanggungjawabkan perbuatannya di International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY).

Hukumonline berkesempatan menghadiri persidangan Karadzic – dan mantan Komandan Militer Serbia Ratko Mladic di sidang terpisah – dalam sebuah training jurnalisme bertajuk Inside International Justice.

Sebagai informasi, ICTY merupakan pengadilan ad hoc yang dibentuk untuk mengadili kasus kejahatan perang Yugoslavia. Setidaknya ada 161 orang yang didakwa, 69 orang divonis bersalah, dan 18 orang dibebaskan. Saat ini, tinggal 25 kasus yang ditangani oleh pengadilan ini, termasuk persidangan Karadzic yang telah berlangsung lebih dari empat tahun.

“Sidang Karadzic rencananya akan selesai pada pertengahan tahun depan. Pengadilan ini diprediksi akan tutup (menyelesaikan kasus secara keseluruhan,-red) pada 2015,” ujar Juru Bicara Kepaniteraan dan Majelis di ICTY Magdalena Spalinska di Gedung ICTY, Den Haag, Kamis (7/11).

Karadzic bukan kepala negara pertama yang diadili di pengadilan ini. Sebelumnya, mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic pernah merasakan gedung ICTY. Slobodan yang sempat buron –sama seperti Karadzic- memang keburu meninggal dunia di dalam tahanan ketika sedang menjalani proses peradilannya.

Kini, Karadzic harus berjibaku seorang diri di Gedung ICTY yang sebelumnnya digunakan sebagai gedung asuransi di Den Haag itu. Ya, Karadzic memang memilih untuk membela dirinya sendiri. Ia emoh didampingi oleh pengacara. Tim pengacara yang ada di belakangnya hanya bersifat pendamping untuk menyiapkan berkas.

Di ruang sidang, Karadzic sendiri yang berinteraksi dengan saksi. Berargumen dengan jaksa, dan sebagainya.

Richard Harvey, salah seorang pengacara pendamping Karadzic, mengatakan kasus yang dipegangnya ini adalah kasus yang sangat langka. Sebelumnya, dia pernah pegang dua kasus yang berkaitan dengan kasus Kosovo, tetapi kasus Karadzic ini jelas berbeda. “Ini kasus yang hanya bisa didapat sekali dalam seumur hidup,” ujarnya di sela-sela jeda sidang Karadzic kepada sejumlah wartawan.

Lebih lanjut, Richard menuturkan ia tak pernah bosan bersidang untuk Karadzic meski proses persidangan memakan waktu yang sangat lama. Ia mengatakan tak mungkin tim pengacara di seluruh dunia bisa menangani kasus ini secara maksimal. “Total berkas halaman persidangan ini sekarang berjumlah tiga juta halaman,” ungkapnya.

Ada banyak saksi yang didengarkan. Ada banyak bukti yang diajukan baik oleh Karadzic maupun jaksa penuntut umum. Tujuannya, hanya satu, menentukan apakah Karadzic benar-benar bersalah dalam pembantaian Muslim Bosnia di Srebenica.

Meski begitu, toh, Karadzic masih terlihat tenang menghadapi tuntutan itu. Senyumnya masih terus mengembang kepada pengunjung sidang ketika hakim menskors persidangan. Mungkin karena Karadzic merasa aman bahwa di ICTY tak ada jenis hukuman mati.

Bila Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta pernah berucap bahwa perilaku tersangka atau terdakwa korupsi yang sering tersenyum dan tertawa kepada wartawan merupakan cermin rusaknya budaya hukum, lalu bagaimana kita mengartikan senyum Karadzic, si terdakwa penjahat kemanusiaan?

Ah, kata Iwan Fals: kalau hanya senyum, Westerling (si penjajah Belanda yang membantai orang Indonesia) pun tersenyum….

Tags:

Berita Terkait