Sentimen Negatif Pasar Picu Pelemahan Rupiah
Berita

Sentimen Negatif Pasar Picu Pelemahan Rupiah

Setidaknya ada empat langkah efektif untuk selamatkan rupiah.

FAT
Bacaan 2 Menit
Sentimen Negatif Pasar Picu Pelemahan Rupiah
Hukumonline

Sentimen negatif di pasar terhadap defisit transaksi berjalan dan penurunan jumlah cadangan devisa menjadi pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Hal itu diutarakan oleh mantan Menteri BUMN Sugiharto dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (27/8) malam.

Menurutnya, akibat defisitnya transaksi berjalan dan cadangan devisa yang terus menurun mengakibatkan tekanan terhadap rupiah. "Kemudian market mengekspektasi terlalu negatif, sehingga rupiah menjadi semakin melemah," kata Sugiharto.

Padahal, lanjut Sugiharto, kondisi fundamental ekonomi dalam negeri masih sangat kuat untuk menahan gejolak perekonomian global. Namun, lantaran mata uang rupiah yang dalam jangka pendek masih under attack, maka imbas gejolak perekonomian global sulit ditahan sehingga berdampak pada menurunnya nilai rupiah.

Ditambah lagi, kata Sugiharto, kontribusi industri terhadap hasil ekspor masih tergolongg rendah. Padahal, ekspor Indonesia kebanyakan didukung oleh komoditi. Tapi lantaran harga komoditinya mengalami penurunan, seperti batubara, timah dan kelapa sawit, menyebabkan pada kondisi fundamental ekonomi di dalam negeri.

Di sisi lain, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tinggi. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi sehingga menuntut kenaikan tingkat konsumsi BBM. "Semua sektor membutuhkan tambahan energi, kendaraan bermotor dan listrik disubsidi pemerintah. Akhirnya situasi ini membuat subsidi membengkak terus, padahal 40 persen BBM kita diimpor," ujar Sugiharto.

Atas dasar itu, rentang perbedaan antara ekspor dan impor yang terus terjadi itu memicu terjadinya defisit transaksi berjalan yang terus meningkat dalam tujuh kuartal terakhir. "Untungnya pemerintah cepat tanggap dengan melakukan mitigasi secara affirmative action. Saya kira, empat paket kebijakan pemerintah itu sudah tepat," kata Sugiharto.

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani berharap respon pelemahan nilai tukar rupiah dapat diimplementatifkan oleh pemerintah dalam jangka pendek. Untuk mendukung itu, ia menyebut ada empat langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyelamatkan rupiah dari jurang depresiasi.

Pertama, dengan melakukan restrukturisasi utang luar negeri swasta yang akan jatuh tempo pada akhir tahun ini. "Jadi, pemerintah menjadi penengah dan menjamin kalau dia nanti akan membayar. Ini seperti dulu kita kenal namanya Jakarta Initiative (JITF)," kata Aviliani.

Menurutnya, evaluasi utang luar negeri swasta sanggat penting. Caranya dengan adanya kebijakan yang mengatur tentang syarat dan batasan maksimal dari pengajuan utang luar negeri bagi kalangan swasta. "Ke depan mengenai utang ini tidak hanya lapor saja, tapi juga dibatasi jumlahnya oleh pemerintah," kata Aviliani.

Perlunya pembatasan, lanjut Aviliani, agar tak semakin melonjaknya jumlah utang yang dimiliki Indonesia. Kondisi ini pada akhirnya akan memberikan tekanan terhadap perekonomian nasional. Terutama dari sisi nilai tukar yang tertekan seiring meningkatnya kebutuhan valas untuk membayar tagihan utang tersebut.

Langkah kedua, pemerintah harus dapat memastikan ketersediaan likuiditas valuta asing di pasar domestik. Langkah penting ini merupakan jangka pendek dalam meredam merosotnya rupiah. Ketiga, pemerintah dapat memanfaatkan perjanjian Chiang Mai Initiatives untuk meningkatkan cadangan devisa yang terus menipis seiring aksi intervensi yang dilakukan BI.

Chiang Mai Initiative adalah perjanjian multilateral negara-negara ASEAN+3 (Jepang, Korea Selatan dan China) terkait penyediaan fasilitas bantuan keuangan regional untuk mengatasi kesulitan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek. "Chiang Mai Initiative harus segera dimanfaatkan, jangan menunggu bulan November," ujar Aviliani.

Dan langkah terakhir, pemerintah harus memaksimalkaan kewajiban pelaporan dan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di bank dalam negeri yang saat ini masih belum terlihat efektif. Realisasi DHE ini harus didorong hingga mencapai 80 hingga 100 persen.

Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, hingga kini investor masih menunggu hasil dari paket kebijakan yang sudah diterapkan pemerintah.

"Pelemahan IHSG inikan memang mencerminkan kondisi indonesia saat ini. Kebijakan yang sudah dikeluarkan itu efektif atau tidaknya kan tergantung dengan implementasinya, dan Investor juga masih akan menunggu bagaimana hasil dari paket kebijakan itu, apakah efektif atau tidak," katanya.

Ito mengatakan, sikap menunggu investor atas implementasi paket kebijakan pemerintah tersebut adalah wajar. Hal ini dikarenakan paket kebijakan tersebut perlu diterapkan secara detail. "Kebijakan itu kan perlu detail yang sudah di turunkan pemerintah, baik dari BI, Kemenkeu, Dirjen Pajak, LPS, OJK maupun institusi lainnya. Tapi ini semuakan penjabarannya harus ada implementasinya," pungkasnya.

Tags: