Sengketa TAPI Vs TASAKU, Ini Kesimpulan Para Pihak
Berita

Sengketa TAPI Vs TASAKU, Ini Kesimpulan Para Pihak

Jika tak ada aral melintang, putusan akan dibacakan dua minggu mendatang.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Sidang sengketa pelanggaran hak cipta No.18/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2019/PN Niaga Jkt.Pst terkait pelaksanaan program tabungan SAKU (TASAKU) milik PT Bank Sahabat Sampoerna (BSS), PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) dan PT Midi Utama Indonesia (Alfamidi) memasuki tahap kesimpulan. Bila taka da aral melintang, dalam dua minggu ke depan putusan akan segera dibacakan majelis hakim.

 

Kuasa Hukum Bank Sampoerna, Tubagus Delly Suhendar, menyampaikan kesimpulan pihaknya tetap pada legal standing jawaban dan duplik yang telah disampaikan dalam proses persidangan, yakni Produk TASAKU merupakan pelaksanaan dari POJK No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (POJK Laku Pandai).

 

Hal ini telah didukung dengan bukti yang tertera di website OJK, bahkan Bank Sampoerna memang merupakan salah satu dari 26 bank umum konvensional dan 4 bank umum syariah yang terdaftar sebagau penyelenggara program Laku Pandai OJK. “Pada prinsipnya, memang benar Produk TASAKU ini realisasi POJK, jadi legal standing tetap ikut aturan itu dan sudah terbukti di website OJK,” ujarnya, Rabu (14/8).

 

Sampai saat ini pun, dia menyebut pihak penggugat juga tidak mampu membuktikan adanya buku pembanding atas produk buku Tabungan Anak Pintar Indonesia (TAPI) milik Penggugat yang diduplikasi oleh tergugat. TASAKU, katanya, tak pernah sama sekali direalisasi dalam bentuk buku, sehingga tak ada penggandaan atau cetak ulang tanpa izin atas buku TAPI itu oleh pihaknya, baik seluruh maupun sebagian isi buku.

 

Pun tidak ada pula penerbitan buku yang mirip atau menghilangkan hak pemilik maupun hak cipta melalui plagiasi. Dengan begitu, Dia berpendapat gugatan berupa pelanggaran hak cipta atas buku TAPI itu adalah keliru.

 

Dalam konteks UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Pasal 9 juncto Pasal 113), katanya, dikatakan telah terjadi pelanggaran hak cipta atas suatu buku adalah bila mana tergugat memperbanyak atau melakukan penggandaan baik sebagian maupun seluruh isi buku, menerbitkan buku yang mirip atau menerbitkan buku tanpa menyebutkan penciptanya. Di situ, tak satupun yang dilanggar oleh BSS.

 

Sebaliknya, kuasa hukum penggugat, Daniel Alfredo dalam kesimpulannya menegaskan bahwa pihaknya tetap yakin dengan legal standing yang sejak awal diajukan. Dia berharap agar majelis bisa melihat dengan jernih bahwa yang menjadi pokok gugatan bukan hanya mengenai buku atau barcode, melainkan ide dari penggugat yang sudah dituangkan dalam bentuk ciptaan dan sudah terdaftar di DJKI dalam bentuk buku.

 

(Baca: Pencipta TAPI Bersikukuh Bank Sampoerna, Alfamart dan Alfamidi Langgar Hak Cipta)

 

Secara historical context pun, katanya, penggugat jelas bisa membuktikan bagaimana proses penciptaan produk, proses lahirnya ide tersebut, pendaftaran perlindungan ciptaannya dalam bentuk buku di DJKI hingga presentasi produk TAPI di hadapan Aprindo. Sebaliknya, tergugat selama persidangan malah tak mampu membuktikan sejarah asal muasal penciptaan ide atas produk TASAKU.

 

“Mulai dari dapat idenya bagaimana? Implementasinya bagaimana? Penggugat bisa menjelaskan sejarah kapan ide itu muncul. Sedangkan tergugat tak bisa menjelaskan sejarah kapan ide itu muncul,” katanya.

 

Terakhir, dia mengungkapkan ada bukti yang disampaikan turut tergugat terkait bukti surat yang diklaim sebagai pernyataan dari bapak Pujianto yang mengatakan bahwa Aprindo tak pernah melakukan meeting dengan penggugat pada tahun 2010 dan 2011.

 

Anehnya, bukti surat keterangan saksi Bapak Pujianto tidak ditandatangani oleh bapak Pujianto sendiri melainkan oleh Roy Mande selaku ketua Aprindo. Seharusnya, katanya, keterangan saksi itu ditandatangani langsung oleh Bapak Pujianto sebagai saksi yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri.

 

“Padahal ada korelasinya ketika Pak Pujianto mendengarkan presentasi penggugat. Ketika itu beliau selain menjabat di Aprindo Ia juga menjabat di kepengurusan Alfamart,” ujarnya.

 

Soal POJK Laku Pandai, katanya, justru produk TAPI sudah ada sebelum POJK itu keluar. Artinya, POJK itu merupakan payung hukum agar ciptaan dari produk TAPI itu bisa digunakan secara umum.

 

Gugatan pihaknya kepada tergugat, mempersoalkan sistem produk TASAKU yang digunakan tergugat persis sama dengan produk TAPI yang dimiliki penggugat. Dengan begitu, dia merasa wajar pihaknya menuntut ganti kerugian secara ekonomis mengingat dalam ciptaan hak ekonomis jelas berada pada pemegang hak cipta.

 

Dia bahkan mengungkapkan pihaknya kini juga sedang menelusuri program-program serupa lain yang dilakukan oleh bank-bank konvensional maupun bank syariah lain yang disinyalir menduplikasi ide produk TAPI dalam pelaksanaan POJK Laku Pandai.

 

“Kita bisa lihat juga mana yang mencontek dan mana yang mengadaptasi dari sistem kita. Jadi tidak menutup kemungkinan bila ada pihak-pihak lain yang melakukan pencotekan yang sama, ya akan kita lakukan upaya hukum,” katanya.

 

Sekadar mengingatkan, kasus ini bermula ketika kakak beradik Bambang Widodo dan Endang Trido Rubyati mengaku menciptakan konsep menabung dengan sistem pemanfaatan teknologi electronic point of sale (epos) atau mesin kasir dan electronic data capture dalam fasilitas ritel modern dengan nama Tabungan Anak Pintar Indonesia (TAPI). Dari penelusuran hukumonline, TAPI telah tercatat pada pangkalan data DJKI terhitung sejak 10 Oktober 2011.

 

Selang beberapa tahun kemudian, Bank Sampoerna bersama jaringan ritelnya Alfagroup mengeluarkan produk TASAKU yang menurut penggugat mirip dengan produk TAPI miliknya. Hingga akhirnya penggugat melayangkan gugatan dengan No.18/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2019/PN Niaga Jkt.Pst sejak 20 Maret lalu dengan petitum gugatan menuntut ganti kerugian materiil sebesar Rp5,5 miliar dan ganti rugi immateriil sebesar Rp10 miliar. 

 

Tags:

Berita Terkait