Menurutnya tindakan itu bisa dilakukan KPU sepanjang KPUD Malut tidak berhasil menunaikan tugasnya atau terjadi deadlock penghitungan suara yang berkepanjangan. Tahapan sudah jelas dilakukan KPUD Maluku Utara dan sudah selesai. Tidak ada alasan yang dibenarkan Undang-undang bagi KPU Pusat untuk melakukan tindakan itu, beber Asrun usai sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Senin (7/1).
Asrun juga menilai pemberhentian dua anggota KPUD Malut cacat hukum administrasi negara. Sebab penonaktifan dua anggota KPUD Malut hanya terbatas yang menyangkut persoalan mengenai perkara Pilkada Malut 2007. Ini lucu. secara administrasi, ini tidak benar. Sebuah putusan tata usaha negara statusnya mesti secara keseluruhan. Lebih-lebih, lanjut Asrun, Sampai saat ini SK penonaktifan belum dikeluarkan KPU. Mereka hanya mendasarkan pada berita acara rapat rekapitulasi.
Lebih lanjut, Asrun menilai KPU telah melanggar beleid bikinan lembaga itu sendiri, yakni SK No 01/KPU/2007 yang mengatakan pelaksanaan Pilkada Malut mendasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. KPU malah mengambil inisiatif tindakannya ini dengan mendasarkan pada ketentuan dalam UU Nomor 22 Tahun 2007. Padahal sejak awal proses Pilkada yang dilakukan KPUD Maluku Utara mendasarkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004, ujar Asrun.
Pasal 122 Ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu memang memungkinkan KPU Pusat mengambil alih Pilkada. Disitu disebutkan, "Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya". Persoalannya, peraturan pelaksanaan untuk ketentuan UU itu belum diterbitkan dan KPUD merasa sudah menjalankan semua tahapan.
Kurang Spesifik
Permohonan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) di MK yang diajukan oleh Ketua KPU Provinsi Malut Rahmi Husen, --beserta dua anggotanya, Nurbaya H. Soleman dan Zainuddin Husain--, dinilai panel hakim konstitusi yang diketuai I Dewa Gede Palguna kurang spesifik.
Permohonan dinilai tidak menjabarkan secara jelas kedudukan KPUD Malut sebagai lembaga negara seperti tercantum dalam UUD 1945. Kewenangan apa yang diberikan oleh konstitusi dan wewenang apa yang hilang akibat sengketa itu, tolong diperjelas, tutur Palguna. Dalam permohonan yang ditujukan pada MK dan MA yang diterima hukumonline, memang tidak menunjukkan dalil materi yang cukup berbeda.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan permohonan di MA, Asrun menyampaikan pula perbaikan dan tambahan permohonan. Perbaikan itu sempat dipersoalkan oleh Kuasa Hukum KPU Pusat, Elsa Syarief. Ia menanyakan isi perbaikan dan tambahan permohonan yang isinya hampir sama dengan permohonan yang diajukan sebelumnya.
Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Maluku Utara (Pilkada Malut) antara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Maluku Utara dan KPU Pusat, bergulir ke dua forum meja hijau. Di Mahkamah Agung (MA) terkait perkara Permohonan Keberatan dan Pembatalan SK KPU, sedang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Sengketa Kewenangan Lembaga Negara. Kedua perkara digelar Senin (7/1).
Perkara Pilkada Malut ini berawal dari pembatalan hasil penghitungan suara KPUD Malut oleh KPU Pusat. KPUD Malut menetapkan pasangan calon Gubernur dan Wakilnya, Thaib Armaiyn dan Abdul Gani Kasuba sebagai pasangan sah pemenang Pilkada. Penetapan ini tertuang dalam SK KPUD Malut Nomor 20/KEP/PGWG/2007 tertanggal 16 November 2007. Perolehan suara versi KPUD Malut, posisi pertama diraih Thaib Armaiyn-Abdul Gani dengan perolehan suara sebanyak 179.020, posisi kedua diduduki pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo dengan perolehan suara 178.157.
Kemudian pada 26 November 2007, KPU Pusat menerbitkan SK KPU 158/SK/KPU/2007 dan Berita Acara Rekapitulasi ulang hasil penghitungan suara Pilkada Malut. Isinya, membatalkan hasil KPUD Malut dan menetapkan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim sebagai pemenang Pilkada Malut. Perolehan suara versi KPU, pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim terhitung memperoleh suara sebesar 181.889, sedangkan Thaib-Abdul Gani mendapat tempat kedua dengan perolehan suara yang sama dengan hasil rekapitulasi KPUD Malut sebesar 179.020. Padahal di saat yang sama, KPUD Malut sudan menganggap final proses Pilkada dan hasilnya telah diusulkan kepada Presiden melalui Mendagri. KPU Pusat juga menonaktifkan dua anggota KPUD Malut .
Konflik antara lembaga penghelat pemilu pusat dan daerah inilah yang berujung di meja hijau MA dan MK. Kuasa hukum pasangan Thaib-Abdul Gani dan KPUD Malut, Andi M Asrun mengatakan, penghitungan ulang dan pembatalan putusan KPUD Malut yang dilakukan KPU merupakan tindakan di luar kewenangan dan tidak memiliki dasar hukum.