Sengketa Pemilu Dulu dan Sekarang
Sengketa Pemilu 2019:

Sengketa Pemilu Dulu dan Sekarang

MK sebagai garda terdepan penjaga keadilan pemilu dengan pengalamannya harus transparan, akuntabel, dan mempu menjadi penetralisir ketegangan, pertanyaan yang tidak bersayap, dan ketokan palunya dapat mengendalikan dan meredakan segala ketegangan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

 

Dia melanjutkan proses penyelesaian sidang sengketa Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 pun tidak banyak berubah. Hanya regulasinya yang berubah. Di sengketa Pilpres 2014 diatur dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres; PMK No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam PHPU Presiden dan Wakil Presiden. Sementara sengketa Pilpres 2019 diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu; PMK No. 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara Beracara dalam PHPU Presiden dan Wakil Presiden.

 

“Kalau sengketa Pemilu 2014 aturan pileg dan pilpres terpisah. Tapi sengketa Pemilu 2019 aturan pileg dan pilpres menjadi satu (kodifkasi) dan pemilunya dilaksanakan serentak. Objek permohonan sengketa pilpres juga sama keputusan KPU sebagai termohon, pasangan calon presiden dan wakil presiden (terpilih/pemenang) yang berkepentingan, dan Bawaslu,” jelasnya.

 

Tenggang waktu pengajuan permohonan sengketa Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yakni maksimal 3 x 24 jam setelah ada keputusan penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU. “Jangka waktu penyelesaian sidang sengketa pilpres selama 14 hari kerja sejak permohonan diregistrasi (secara lengkap),” kata dia.

 

Menurut Fajar, alasan utama Pemohon mengajukan sengketa pileg dan pilpres yakni perolehan suara yang ditetapkan KPU memiliki banyak kekeliruan dan mengandung unsur kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif. Seperti, maraknya money politic, keterlibatan penyelenggara pemilu, dan lain-lain.

 

Dalam Raker MK dengan tema “Dukungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK dalam Mewujudkan Keadilan Pemilu Serentak Tahun 2019” pada Kamis (21/2), Ketua MK Anwar Usman mengungkapkan beberapa antisipasi menghadapi Pemilu Serentak Tahun 2019, dapat dimulai menginventarisasi potensi bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi agar dapat memutus sengketa pemilu dengan tepat.  

 

Anwar mengurai beberapa potensi bentuk kecurangan tersebut. Pertama, pembagian sisa surat undangan untuk memilih yang dibagikan kepada mereka yang tidak berhak. Kedua, memindahkan suara calon legislator yang satu kepada calon legislator lain dalam satu partai atau memasukkan suara partai ke calon legislator tertentu. Ketiga, jual beli rekapitulasi suara (politik uang), terutama bagi partai yang tidak lolos parliamentary threshold. Baca Juga: Gelar Raker, MK Identifikasi Modus Kecurangan Sengketa Pemilu

 

Hukumonline.com

 

Sengketa Pilpres Lebih Dulu

Mengingat Pemilu 2019 ini digelar bersamaan, Fajar mengatakan sidang sengketa pilpres diselesaikan terlebih dahulu. Dilanjutkan dengan sidang sengketa pileg. Selain jangka waktu penyelesaian sengketa pilpres relatif lebih singkat dibandingkan sengketa pileg, juga asumsi kontestasi pilpres ini lebih tajam secara politik ketimbang pileg. Berbeda dengan Pemilu 2014, sidang sengketa pileg diselesaikan terlebih dahulu. Dilanjutkan penyelesaian sidang sengketa pilpres. Ini karena pileg dan pilpres dilaksanakan secara terpisah.

Tags:

Berita Terkait