Sembilan Kriteria Ideal Capim KPK Versi Koalisi Masyarakat Sipil
Berita

Sembilan Kriteria Ideal Capim KPK Versi Koalisi Masyarakat Sipil

Sembilan kriteria tersebut dapat dijadikan pegangan bagi Pansel Calon Pimpinan KPK agar dapat lebih memetakan figur-figur terbaik yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Koalisi LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi saat menggelar konferensi pers di Gedung KPK. Foto: RES
Koalisi LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi saat menggelar konferensi pers di Gedung KPK. Foto: RES

Pendaftaran Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) 2019-2023 mulai hari ini, 17 Juni resmi dibuka hingga 4 Juli 2019. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi sebagai bahan masukan Pansel Capim KPK, menyebutkan sembilan kriteria ideal yang harus dimiliki oleh para pendaftar calon pimpinan KPK periode 2019-2023.

 

"Berkaca pada era kepemimpinan saat ini, sebenarnya banyak catatan kritis yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran dan evaluasi untuk KPK mendatang," kata salah satu perwakilan Koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (17/6/2019).

 

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terdiri dari ICW, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Transparency International Indonesia (TII), Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK), dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta).

 

Beberapa catatan Koalisi yang secara umum menyangkut belum mempunyai visi asset recovery; pengelolaan manajemen internal yang buruk; abai terhadap penegakan etik; keterbukaan informasi pada masyarakat; dan masih banyaknya tunggakan perkara yang belum terselesaikan. Baca Juga: Resmi Dibuka, Pansel Capim KPK Cegah Kandidat Berpaham Radikal

 

Sembilan kriteria itu, pertama mempunyai visi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sejatinya, dalam memahami pemberantasan korupsi tidak hanya terbatas pada pemidanaan penjara saja, akan tetapi ke depan pimpinan KPK harus juga berfokus pada isu pemulihan kerugian negara (asset recovery).

 

Seperti disebutkan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK bahwa isu pencegahan serta koordinasi dan supervisi pada instansi terkait tentu harus dipahami secara menyeluruh bagi pimpinan KPK ke depan. Misalnya, untuk isu pencegahan semestinya bisa lebih diarahkan pada pembangunan holistik budaya antikorupsi agar tidak hanya kegiatan-kegiatan yang sulit dipastikan keberlanjutannya.

 

Hal lain, terkait diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Menurutnya, KPK diharapkan bisa memaksimalkan mandat yang telah diberikan melalui tim ini dengan melakukan intervensi terhadap pelaksanaan aksi dan menghilangkan pola pelaporan yang selama ini cenderung prosedural menjadi pelaporan yang substansial.

 

"Karena itu, penting bagi Pansel mengutamakan calon Komisioner KPK yang mengenal dan memahami instrumen terkait Tim Nasional Pencegahan Korupsi," kata Kurnia.

 

Kedua, memiliki pemahaman penanganan perkara korupsi. Salah satu aspek yang dominan diperhatikan publik sebagai tolak ukur penilaian KPK adalah bidang penindakan (pemberantasan korupsi). "Pimpinan KPK ke depan mesti memahami lebih dalam terkait dengan hukum agar langkah-langkah yang diambil menjadi tepat guna dalam rangka keberlanjutan penanganan perkara korupsi. Ini untuk mempercepat penyelesaian berbagai tunggakan perkara di lembaga antirasuah itu," tuturnya.

 

Selain itu, penanganan kasus diharapkan konsisten karena beberapa penelitian menemukan masih terdapat inkonsistensi pada putusan kasus-kasus korupsi. Konsistensi menjadi penting dalam upaya menghadirkan kepastian hukum yang seringkali hanya dilihat pada proses awal penanganan kasus.

 

"Karena itu, KPK tidak hanya harus kuat dalam strategi penanganan kasusnya, tetapi juga harus dapat mensistematisasi kinerja penuntutannya guna menutup celah hukum yang dapat digunakan para koruptor agar lepas dari jerat hukuman yang setimpal," lanjutnya.

 

Ketiga, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). "Seperti yang telah diketahui publik bahwa lembaga KPK kerap kali bersifat dinamis. Tak jarang konflik di internal KPK terjadi, maka dari itu pimpinan KPK mendatang mesti mempunyai pengetahuan serta kemampuan untuk memastikan internal lembaga antikorupsi tersebut solid serta terlepas dari kepentingan apapun," tuturnya.

 

Keempat, tidak mempunyai konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK. "Tentu masyarakat tidak berharap pimpinan KPK ke depan justru memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan individu semata karena bagaimanapun menjadi sesuatu yang penting untuk tetap menjaga nilai objektivitas untuk para komisioner KPK mendatang," harapnya.

 

Kelima, terlepas dari kepentingan dan afiliasi dengan partai politik tertentu. "Poin ini harus dijadikan catatan penting karena bagaimanapun jika komisioner KPK mendatang berasal dari warna partai tertentu dikhawatirkan meruntuhkan nilai independensi dari lembaga antirasuah ini. Lagi pula isu penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika dicampuradukkan dengan isu politik."

 

Keenam, memiliki kemampuan komunikasi publik dan antarlembaga dengan baik. "Berangkat dari catatan atas evaluasi pimpinan KPK saat ini masih banyak ditemukan berbagai pernyataan yang justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat," ungkapnya.

 

Kemampuan komunikasi antarlembaga juga mesti dimiliki oleh pimpinan KPK mendatang. Hal yang mesti diingat kehadiran KPK pada dasarnya juga dimandatkan agar menjadi trigger mechanism bagi penegak hukum yang lain. "Kemampuan untuk saling bersinergi antarpenegak hukum menjadi salah satu yang utama harus dimiliki oleh pimpinan KPK. Kepercayaan dan dukungan publik merupakan salah satu elemen penting yang menjadi pendukung kinerja KPK," ujar Kurnia.

 

Menurut dia, publik tentu mengapresiasi KPK yang terbuka dan partisipatif seperti beberapa penghargaan juga telah diterima KPK dalam hal keterbukaan informasi. Hal tersebut perlu dipertahankan dengan memastikan komisioner KPK terpilih harus memiliki komitmen yang tegas dalam hal keterbukaan informasi dan membuka luas partisipasi publik dalam kerja-kerja anti korupsi.

 

Ketujuh, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu. "Poin ini menjadi mutlak harus dipenuhi oleh para pimpinan KPK mendatang, karena bagaimanapun persoalan etik dan terkena sanksi hukum akan menurunkan kredibilitas lembaga antirasuah itu. Selain itu, akan menjadi beban tersendiri bagi pimpinan KPK ketika menjalankan tugas," ujarnya.

 

Kedelapan, memiliki keberanian untuk menolak segala upaya pelemahan institusi KPK. Hampir setiap tahun KPK selalu didera dengan isu-isu pelemahan KPK, mulai dari revisi UU KPK, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bahkan tindakan kriminalisasi beberapa pegawai maupun pimpinan KPK. “Menjadi wajar jika publik meminta komitmen tegas pimpinan KPK mendatang untuk dapat menolak segala macam jenis tindakan yang akan melemahkan institusi pemberantasan korupsi.

 

Kesembilan, mempunyai profil dan karakter sesuai dengan nilai dasar dan pedoman perilaku KPK. Hal ini diatur secara spesifik dalam Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK. Dalam aturan ini memuat berbagai nilai yang semestinya dimiliki pimpinan KPK, misalnya integritas, keadilan, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

 

Kriteria-kriteria tersebut harus menjadi pegangan bagi setiap orang yang ingin mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. “Keseluruhan kriteria tersebut dapat juga dijadikan pegangan bagi Pansel agar dapat lebih memetakan figur-figur terbaik yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden," harapnya.

 

Sebelumnya, Pansel Capim KPK yang diketua Yentih Ganarsih, resmi mengumumkan Pendaftaran Calon Pimpinan KPK Periode 2019-2023 mulai 17 Juni hingga 4 Juli 2019. Pembukaan hari pertama ini sudah dapat ditemukan di laman Sekretariat Negara dan di tautan laman lembaga negara lain.

 

Mereka yang berminat mengikuti seleksi dapat menyampaikan langsung berkas pendaftaran ke Sekretariat Pansel Calon Pimpinan KPK, Kemensetneg Gedung 1 lantai 2 Jalan Veteran Nomor 18 Jakarta Pusat pukul 09.00 s.d. 15.00 WIB pada hari kerja atau melalui pos elektronik (email) ke alamat [email protected]

 

Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 29 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah warga negara Indonesia (WNI); bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan.

 

Selain itu, berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun pada pemilihan; tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap, jujur; memiliki integritas moral yang tinggi; dan memiliki reputasi yang baik.

 

Calon yang mendaftar juga diisyaratkan tidak menjadi pengurus salah satu partai politik; melepaskan jabatan struktural; dan/ atau jabatan lainnya selama menjadi anggota KPK; tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota KPK; dan mengumumkan kekayaannya (LHKPN) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

 

Pansel juga menekankan sejumlah kriteria terkait calon yang ingin mendaftar, yakni mempertimbangkan kompetensi, integritas, dan berpikir out of the box atau berpikir jauh dan memiliki visi konstruktif terkait pemberantasan korupsi ke depan pada era Revolusi Industri 4.0.

Tags:

Berita Terkait