Sembilan Bakal Calon Hakim Agung Lolos Ke Tahap Berikutnya
Berita

Sembilan Bakal Calon Hakim Agung Lolos Ke Tahap Berikutnya

Dengan hanya meluluskan 9 bakal calon, berarti komposisi yang dibutuhkan untuk mengisi 6 posisi hakim agung yang kosong akan sulit terpenuhi.

CRI/Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Dari keempat aspek tersebut, aspek moralitas diberi bobot yang paling tinggi yaitu 35% ujar Mustafa yang juga Koordinator bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung. Bobot tiga aspek lainnya adalah 20% untuk aspek rule, 20% untuk aspek policy, dan 25% untuk aspek character.

 

Lebih lanjut, Mustofa menjelaskan berangkat dari penilaian terhadap empat aspek tersebut, PPSDM kemudian memberikan klasifikasi hasil akhir penilaian antara lain: baik (dapat disarankan), cukup (masih dapat disarankan), kurang (kurang dapat disarankan) dan buruk (tidak dapat disarankan). Sayangnya, Mustofa menolak mengungkapkan klasifikasi kelulusan masing-masing bakal calon yang lulus. Namun, dia menegaskan tidak seorang pun dari sembilan nama yang lolos yang memenuhi kualifikasi baik.

 

Menyusut tapi positif

Menanggapi pengumuman ini, Emerson Yuntho, Koordinator Monitoring Peradilan ICW menyatakan kekagetannya atas drastisnya penyusutan jumlah calon hakim agung. Namun, kita berharap dari 9 calon hakim ini benar-benar dari segi kemampuan psikologi, kapasitas dan integritasnya benar-benar teruji katanya.

 

Emerson berharap agar seleksi selanjutnya, yaitu wawancara dengan anggota KY benar-benar berkualitas agar hasil seleksi yang diharapkan juga berkualitas. Untuk itu, ia menyarankan agar komisi yudisial juga memakai tenaga ahli yang mampu mengukur tingkat kejujuran dari calon pada saat diwawancara nanti.

 

Lain halnya dengan Emerson, Rifqi Sjarief Assegaf, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menyatakan bahwa ini adalah salah satu kelebihan dari proses seleksi yang dilakukan oleh KY. Itu adalah hal yang positif. KY tidak mau menegosiasikan kualitas dan integritas calon hakim agung dengan mengejar target kuota hakim (agung) yang dibutuhkan ujarnya.

 

Namun begitu, Rifqi memandang KY perlu melakukan evaluasi terhadap minimnya jumlah bakal calon yang lulus seleksi tahap III. Menurut Rifqi, ada dua hal yang mungkin jadi penyebabnya. Pertama, adalah karena sedikitnya orang-orang dengan kualifikasi terbaik yang mendaftar. Kedua, adalah metode seleksinya termasuk didalamnya adalah alat dan ukuran standar keberhasilannya. Dalam hal ini bisa saja standar yang digunakan terlalu tinggi untuk profesi hakim, sehingga pada akhirnya banyak calon yang gagal.

 

Mengenai jumlah hakim agung yang akan diangkat, baik Emerson maupun Rifqi sependapat bahwa  jumlahnya tidak akan mencapai target. Ini disebabkan karena ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (5) UU No. 22/2004 menyebutkan bahwa KY menyerahkan daftar 3 calon hakim agung untuk setiap posisi Hakim Agung. Ini berarti seandainya jika kesembilan calon dinyatakan kembali lulus pada seleksi wawancara, maka posisi hakim agung yang diperebutkan hanya 3 posisi. Padahal, sebagaimana diberitakan Mahkamah Agung membuka 6 posisi lowongan di Mahkamah Agung.

 

Ini berarti akan ada seleksi hakim agung lagi. Malah bukan tidak mungkin akan diadakan seleksi ulang jika 9 calon yang sekarang, gagal pada saat seleksi wawancara dengan KY nanti jelas Rifqi.

Tags: