Sembari Membandingkan, Yuk Tengok “Metamorfosis” Pemberhentian Kepala Daerah
Fokus

Sembari Membandingkan, Yuk Tengok “Metamorfosis” Pemberhentian Kepala Daerah

Bila dibandingkan dengan pejabat negara lain, aturan pemberhentian kepala daerah lebih spesifik. Bahkan, ada klausul “perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI”. Ada alasan khusus mengapa klausul itu masuk dalam aturan pemberhentian sementara kepala daerah.

NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Pasal 83 UU No.23 Tahun 2014

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan
  Ketentuan pemberhentian sementara dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengalami sedikit perubahan. Jika sebelumnya ancaman pidana penjara disebut “5 tahun atau lebih” menjadi “paling singkat 5 tahun”. Pemberhentian sementara yang dahulu setelah ada putusan pengadilan, berubah menjadi saat berstatus “terdakwa”.   Lalu, ketentuan pemberhentian sementara terkait tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan lain-lain yang semula dipecah dalam dua pasal, dikonsolidasikan ke dalam satu pasal dan satu ayat. Terakhir, pasal ini menentukan bahwa pemberhentian sementara kepala daerah yang menjadi terdakwa didasarkan pada register perkara di pengadilan.   Menurut Prof Djohermansyah, alasan perubahan aturan pemberhentian sementara yang semula setelah ada putusan pengadilan menjadi saat berstatus “terdakwa”, tak lain agar kepala daerah bisa fokus mengurus perkara hukumnya di pengadilan. Selain itu, supaya tidak mengganggu jalannya pemerintahan.   “Pemerintahan tetap bisa diurus oleh wakilnya. Jadi, itu alasannya dulu. Biar dia tidak megang pemerintahan dulu. Sebab, kalau dia megang pemerintahan, sementara dia jadi terdakwa menunggu vonis pengadilan tingkat pertama sebagaimana UU No. 32 Tahun 2004, umumnya akan terganggu kelancaran jalannya pemerintahan,” bebernya.   Lantas, apa alasan perubahan frasa ancaman pidana penjara “5 tahun atau lebih” menjadi “paling singkat 5 tahun”? Prof Djohermansyah mengatakan, frasa itu berubah karena mengadopsi pola KUHP. Sebagaimana diketahui, pasal-pasal pidana dalam KUHP menggunakan istilah “paling singkat” sekian tahun, bukan sekian tahun “atau lebih”.   Namun, sambung Prof Djohermansyah, meski formula berubah, sebenarnya tidak ada perubahan makna. Maknanya, tetap sama, yaitu tindak pidana dengan ancaman pidana penjara mulai dari 5 tahun ke atas. Jadi, jika misalnya ada kepala daerah yang didakwa dengan ancaman pidana penjara 1 hari-5 tahun, ketentuan itu bisa diterapkan.   Belakangan, Prof Djohermansyah melihat, aturan mengenai pemberhentian sementara kepala daerah justru menjadi perdebatan. Ia berharap UU Pemda disesuaikan dengan perkembangan di masyarakat. Ia menyarankan agar frasa “paling singkat 5 tahun” dalam Pasal 83 direvisi dan dikembalikan menjadi “5 tahun atau lebih” agar tidak lagi menimbulkan perdebatan.   “Kemudian, masukan ayat baru. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, apabila dakwaan jaksa secara alternatif (ancaman di bawah lima tahun/lima tahun atau lebih), maka dilakukan setelah tuntutan dibacakan. Itu tambahannya. Begitu juga dengan bagian-bagian yang lain. Jadi, harus selalu kita sempurnakanlah,” harapnya.   Senada, Deputi Pusat Otonomi Daerah IPDN yang juga tim perumus UU No. 23 Tahun 2014, Halillul Khairi pun menjelaskan bahwa alasan perubahan frasa “5 tahun atau lebih” menjadi “paling singkat 5 tahun” karena merujuk pada undang-undang pidananya. Sebab, dalam undang-undang pidana tidak ada istilah diancam dengan pidana “5 tahun atau lebih”.   Istilah yang digunakan dalam undang-undang pidana biasanya “paling singkat” atau “paling lama”. Halillul berpendapat, UU Pemda bukan merupakan undang-undang yang berisi ancaman pidana, melainkan pengaturan sanksi administrasi. Jadi, tidak mungkin UU Pemda mengikuti ancaman pidana perbuatan per perbuatan yang diatur dalam undang-undang pidana.   Lagipula, Halillul menambahkan, istilah “paling singkat” atau “paling lama” yang digunakan dalam undang-undang pidana hanya untuk memberikan ruang bagi hakim dalam menjatuhkan vonis. “(Misal) Setinggi-tinggnya 5 tahun itu kan pembatasan bagi hakim, hakim boleh di bawah itu. Maka, bahasa di undang-undang pidananya itu, setinggi-tingginya 5 tahun,” tandasnya.






Baca Juga: Status Tersangka Tak Otomatis Gugurkan Calon Kepala Daerah, Benarkah?



Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.



1. Presiden dan Wakil Presiden; 2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MPR; 3. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR; 4. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPD; 5. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc; 6. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;7. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;8. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Komisi Yudisial;9. Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;10. Menteri dan jabatan setingkat menteri;11. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;12. Gubernur dan Wakil Gubernur; 13. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan 14. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.









Baca Juga: Mengawal Sengketa Pilkada yang Berintegritas



Hukumonline







Baca Juga: Fenomena Calon Kepala Daerah Bermasalah dengan Hukum



hukumonline

Metamorfosis pemberhentian sementara dalam UU Pemda
































Perubahan yang menimbulkan perdebatan




















Tags:

Berita Terkait