SEMA Dibuat, SEMA Dicabut
Berita

SEMA Dibuat, SEMA Dicabut

Inilah sedikit gambaran tentang perubahan SEMA dan PERMA yang pernah dilakukan.

MYS
Bacaan 2 Menit
SEMA Dibuat, SEMA Dicabut
Hukumonline

Tidak sampai berumur satu tahun, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 06 Tahun 2012bakal segera dicabut. SEMA yang terbit 6 September 2012 ini mengatur tentang pedoman penetapan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu satu tahun secara kolektif.

Sinyal pencabutan sudah disampaikan langsung Ketua Mahkamah Agung. M. Hatta Ali. “SEMA akan kami hapus,” tegas Hatta, Rabu (01/5). Rencana Mahkamah Agung ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan ketentuan Pasal 23  UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Putusan itu juga menghapuskan frasa ‘satu tahun’. Peran pengadilan dalam pencatatan akta kelahiran juga dihapuskan.

Pencabutan SEMA No. 06 Tahun 2012 menambah daftar SEMA yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. SEMA dan PERMA adalah produk hukum Mahkamah Agung dalam rangka menjalankan fungsi regulasi. Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum dan memperjelas sesuatu hal.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, tak kurang dari 50 SEMA dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang dicabut sejak produk hukum Mahkamah Agung itu diterbitkan pertama kali pada 1951. Sepanjang 1951-2012, lebih dari 300 produk SEMA dan PERMA dikeluarkan Mahkamah Agung. Sebagian adalah beleid yang mencabut aturan lama. Ada yang menyangkut surat kuasa dan provisionil, ada pula yang berkaitan dengan pemilu. Intinya, beragam materi yang diatur.

Bahkan ada beleid yang menghidupkan kembali lembaga hukum yang sudah pernah dicabut sebelumnya lewat SEMA. Lembaga hukum dimaksud adalah paksa badan (gijzeling). SEMA No. 2 Tahun 1964, diteken Ketua Mahkamah Agung (saat itu) Mr. R. Wiryono Prodjodikoro, menegaskan pendapat MA bahwa gijzeling bertentangan dengan perikemanusiaan. SEMA No. 04 Tahun 1975 yang diteken semasa MA dipimpin Prof. Oemar Seno Adji, bahkan menegaskan ‘tidak dibenarkan untuk menggunakan lembaga gijzeling yang diatur dalam Pasal 209 HIR dan seterusnya/Pasal 242 Rbg dan seterusnya.

Namun pada masa kepemimpinan Sarwata, terbit PERMA No. 1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa Badan. Dalam beleid ini ditegaskan SEMA No. 2 Tahun 1964 dan SEMA No. 04 Tahun 1975 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

Ada juga beleid yang mempertegas aturan sebelumnya. Misalnya PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mempertegas kewajiban melakukan mediasi dalam perkara perdata. Sifat wajib itu sebelumnya tak dianut dalam PERMA No. 2 Tahun 2003. SEMA No. 2 Tahun 2003 mencabut SEMA No. 1 Taun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154Rbg).

Masalah putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoorbaar bij Voorraad) tampaknya juga menjadi masalah pelik dalam praktik peradilan, karena tercatat berkali-kali SEMA mengaturnya. Pertama kali disinggung dalam SEMA No. 13 Tahun 1964, dan SEMA No. 05 Tahun 1969. Tetapi kedua SEMA ini kemudian dicabut melalui SEMA No. 3 Tahun 1971. Pada 1978, MA kembali menerbitkan SEMA No. 03 yang mengatur masalah senada. SEMA No. 2 Tahun 2000 yang terbit 21 Juli 2000 menyatakan tidak berlaku semua SEMA mengenai uitvoorbaar bij voorraad sebelumnya.

Biaya administrasi pengadilan juga terus mengalami perubahan, seperti halnya mekanisme pengajuan hak uji materiil. SEMA No. 5 Tahun 1994 tentang biaya administrasi dicabut dengan SEMA No. 4 Tahun 1998. Dua SEMA lahir kemudian adalah No. 2 Tahun 2000, dan No. 2 Tahun 2007. SEMA terakhir ini menentukan biaya lebih lanjut akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mahkamah Agung. PERMA No. 02 Tahun 2009 kemudian mengatur biaya proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.

Ada juga SEMA yang hanya bersifat menegaskan kembali aturan terdahulu. Termasuk dalam kelompok ini adalah SEMA No. 06 Tahun 2009, yang menegaskan kembali pelaksanaan SEMA No. 10 Tahun 1983, No. 21 Tahun 1983, No. 1 Tahun 1987, dan No. 2 Tahun 1998. Ini menyangkut berkas permohonan kasasi perkara pidana yang terdakwanya berada dalam status tahanan.

Aturan tentang hak uji materiil (HUM) ke di Mahkamah Agung juga beberapa mengalami perubahan. Yang terbaru adalah PERMA No. 1 Tahun 2011, menggantikan aturan sebelumnya PERMA No. 1 Tahun 2004. PERMA 2004 pun sebenarnya terbit untuk menggantikan PERMA No. 1 Tahun 1999, dan PERMA No. 1 Tahun 1993.

SEMA No. 06 Tahun 2012 pun sebenarnya bukan satu-satunya beleid yang diterbitkan Mahkamah Agung berkaitan dengan akta kelahiran. Pada 2009 silam, terbit SEMA No. 02 Tahun 2009 tentang kewajiban melengkapi permohonan pengangkatan anak dengan akta kelahiran.

Satu SEMA terbit bisa jadi mencabut SEMA yang pernah ada. PERMA baru terbit mungkin saja untuk mengisi kekosongan hukum acara. SEMA dan PERMA terus mengalami perbaikan dan perubahan sesuai dengan kebutuhan pengadilan.

Tags:

Berita Terkait