Selaraskan Misi Berantas Korupsi, Setkab Undang Para Pakar
Berita

Selaraskan Misi Berantas Korupsi, Setkab Undang Para Pakar

Tujuannya untuk mendukung program percepatan Presiden di bidang infrastruktur, maritim, energi, pangan dan pariwisata.

RED
Bacaan 2 Menit
Staf Khusus Sekretaris Kabinet Alexander Lay memimpin focus group discussion (FGD) membahas upaya pemberantasan korupsi di ruang rapat Sekretaris Kabinet, Gedung III Sekretariat Negara, di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Setkab.
Staf Khusus Sekretaris Kabinet Alexander Lay memimpin focus group discussion (FGD) membahas upaya pemberantasan korupsi di ruang rapat Sekretaris Kabinet, Gedung III Sekretariat Negara, di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Setkab.

Sekretariat Kabinet (Setkab) mengundang sejumlah pakar dalam focus group discussion (FGD) dalam upaya menyamakan persepsi dan langkah sebagai dukungan terhadap aksi pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam tubuh birokrasi. FGD tersebut bertema “Meninjau Kembali Unsur Melawan Hukum dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi” berlangsung di  ruang  rapat Setkab, Gedung III Sekretariat Negara, di Jakarta, Selasa (30/6).

Sebagaimana dikutip dari website setkab, Staf Khusus Setkab, Alexander Lay yang sekaligus menjadi inisiator FGD menegaskan pentingnya menyelaraskan misi memberantas korupsi. Hal ini bertujuan untuk mendukung percepatan program strategis Presiden Joko Widodo, seperti di bidang infrastruktur, maritim, energi, pangan, dan pariwisata (IMEPP).

Ia berharap, FGD yang melibatkan  jajaran eselon I  dan II, serta pejabat dan pegawai di lingkungan Setkab tersebut, dapat menghasilkan kesamaan pemahaman dalam memberantas korupsi. Sehingga, percepatan program strategis ke depannya dapat berjalan lebih efektif.

Selama ini, kata Alexander, tidak sedikit keluhan yang disampaikan oleh kepala daerah, BUMN, dan pejabat pemerintahan lainnya yang takut terjerat oleh UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Alasannya lantaran banyak perbuatan yang dilakukan oleh pejabat kemudian dipandang sebagai suatu perbuatan korupsi yang semata-mata telah menimbulkan kerugian negara.

Menurut Alexander, jika tindakan pejabat tidak dibedakan antara perbuatan administrasi dan perbuatan pidana, atau korupsi hanya karena telah menimbulkan kerugian negara, maka tidak ada lagi jaminan kepastian hukum bagi para pejabat. Padahal, perbuatan tersebut didasari oleh niat baik.

“Apalagi perbuatan itu sebetulnya didasarkan oleh niat baik melakukan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat,” kata Alexander .

Salah satu pakar hukum yang diundang adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Eddy O.S Hiariej. Ia mengatakan, mayoritas pelaku korupsi dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Menurutnya, kedua pasal tersebut mengandung norma yang kabur, dan meliputi semua pengertian melawan hukum dan mencakup semua sifat melawan hukum.

”Meski dalam membuktikan Pasal 3 tidak semudah itu,” kata Eddy.

Narasumber FGD lainnya, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M. Hamzah menyatakan, penekanan terhadap pasal-pasal korupsi utamanya adalah pada perbuatannya. “Yakni memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi. Kemudian baru dibuktikan apakah perbuatan tersebut melawan hukum atau tidak,” jelasnya.

Sedangkan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Feri Wibisono menyatakan, pada dasarnya untuk menghindarkan dari perbuatan korupsi, birokrasi harus menciptakan sistem yang tidak memungkinkan para birokratnya bahkan berpikir untuk korupsi. Sebab, menyelesaikan korupsi hanya dengan tindakan represif hukum tidak akan efektif mencabut akar masalahnya.

”Di Amerika Serikat, korupsi juga sama. Tapi yang membedakan adalah hukumnya kuat. Selain itu, pemerintah harus betul-betul menerapkan akuntabilitas dan pro kontrol sistem,” tutup Feri.

Tags:

Berita Terkait