Selamatkan Demokrasi, LBH-YLBHI Buka Posko Advokasi Korban Intimidasi
Terbaru

Selamatkan Demokrasi, LBH-YLBHI Buka Posko Advokasi Korban Intimidasi

18 kantor LBH di berbagai daerah disiapkan menjadi tempat pengaduan dan advokasi korban intimidasi. Pemilu 2024 dicurigai dirancang untuk memenangkan kandidat tertentu.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur. Foto: ADY
Ketua Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur. Foto: ADY

Kebijakan yang diterbitkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sejumlah produk legislasi yang dihasilkan dengan mendapat restu DPR menuai protes keras masyarakat sipil. Seperti revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.3 Tahun 2020 tentang  Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba, UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2  Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP, dan UU No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.

Berbagai kebijakan itu dinilai lebih menguntungkan oligarki ketimbang rakyat kecil. Ketidakpuasan bertambah setelah Presiden Jokowi menyatakan pejabat publik seperti Presiden dan Menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu 2024. Padahal Presiden harusnya menaungi semua golongan politik, bukan hanya salah satu kandidat tertentu saja dalam Pemilu.

Selain menuai protes dari masyarakat sipil, persoalan itu juga dikritik kalangan sivitas akademika dari berbagai kampus. Mulai dari sivitas dan akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), Universitas Hasanuddin (Unhas), Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Universitas Nasional (Unas) dan puluhan lainnya. Sayangnya, kritik yang ditujukan untuk melindungi hukum dan demokrasi serta menjunjung tinggi etika serta konstitusi itu malah direspon dengan intimidasi yang diduga dilakukan aparat kepolisian.

Ketua Pengurus  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan berbagai peristiwa itu menambah kemunduran demokrasi yang terjadi di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebagai upaya melindungi masyarakat yang menggunakan haknya untuk menyampaikan pendapat, dan berekspresi 18 kantor LBH dan YLBHI membuka posko advokasi Selamatkan Demokrasi. Melihat sejumlah indikasi yang ada, dia khawatir pemilu 2024 dirancang hanya untuk memenangkan kandidat tertentu.

“Kami menjadikan kantor LBH sebagai tempat pengaduan (advokasi) bagi korban intimidasi, pembungkaman, kekerasan dan lainnya. Kami siap menemani para Guru Besar, dan masyarakat sipil yang diintimidasi,” kata Isnur dalam peluncuran posko advokasi Selamatkan Demokrasi, Senin (12/2/2024).

Baca juga:

Isnur mencatat sampai saat ini sedikitnya 89 kampus dan lembaga telah menyerukan kekhawatiran terhadap demokrasi di Indonesia. Sejumlah warga kampus mengalami intimidasi seperti Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Harkristuti Harkrisnowo, yang dihubungi mantan muridnya untuk meminta pernyataan sikap tidaktidak disampaikan ke publik. Intimidasi bahkan kekerasan dialami mahasiswa di kampus Trilogi Jakarta Selatan, dan terakhir kegiatan nonton bareng film ‘Dirty Vote’ dibatalkan pihak Peruri.

Tercatat sedikitnya ada 6 modus intimidasi yang dialami kalangan masyarkat sipil yang bersikap kritis terhadap pemerintah. Pertama, penghalangan dan pembubaran acara oleh aparat berseragam atau preman/vigilantee. Kedua, diikuti dan dibuntuti aparat berseragam. Ketiga, serangan atau ancaman digital baik itu peretasan dan penyebaran data pribadi (doxing).

Keempat, disambangi atau didemonstrasi massa/vigilante/paramiliter. Isnur menyebut modus ini belum lama dialami LBH Jakarta/YLBHI dan KontraS. Kelima, didatangi aparat kepolisian dan meminta agar membuat video yang memuji pemerintahan Jokowi. Keenam, mengarahkan atau membentuk asosisasi tandingan misalnya asosiasi rektor, Guru Besar, dosen dan lainnya.

Isnur mengingatkan LBH/YLBHI termasuk kalangan organisasi masyarakat sipil lainnya menyinyalir ada upaya perpanjangan kekuasaan yang dilakukan rezim pemerintahan Jokowi. Mulai dari melemahkan KPK lewat revisi UU 30/2002, kemudian merevisi UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, terbitnya UU Cipta Kerja, UU Minerba, KUHP, dan lainnya.

Hal itu selaras dengan kepentingan pemodal dan kelompok oligarki. Situasi tersebut terkonfirmasi dengan pernyataan Garibaldi Thohir atau disapa Boy Thohir belum lama ini yang menyebut sepertiga ekonomi Indonesia mendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Perwakilan LBH Bandung, Heri Pramono mengatakan posko ini bisa digunakan sebagai ruang kolaborasi dengan masyarakat sipil di tengah kemunduran demokrasi di Indonesia. Kebijakan yang diterbitkan pemerintahan Jokowi banyak yang tidak berpihak pada rakyat dan menjauh dari keadilan. Puncaknya, pembungkaman kritik yang disuarakan kalangan masyarakat sipil.

“Pemilu yang curang akan menghasilkan penguasa yang curang dan ini ancaman bagi demokrasi ke depan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait