Selama 2021, MA Terbitkan 6 Kebijakan Pedoman Penanganan Perkara
Kaleidoskop 2021

Selama 2021, MA Terbitkan 6 Kebijakan Pedoman Penanganan Perkara

MA telah menerbitkan 6 kebijakan yang berkenaan dengan teknis penanganan perkara melalui 2 Perma dan 4 SEMA selama tahun 2021.

CR-28
Bacaan 7 Menit
Ketua MA Prof. Dr. HM. Syarifuddin, dalam Refleksi Akhir MA Tahun 2021, Rabu (29/12/2021). Foto: CR-28
Ketua MA Prof. Dr. HM. Syarifuddin, dalam Refleksi Akhir MA Tahun 2021, Rabu (29/12/2021). Foto: CR-28

Kondisi pandemi Covid-19 tidak menjadi rintangan bagi Mahkamah Agung (MA) untuk terus produktif menjalankan fungsi mengatur. Selama tahun 2021, MA telah menerbitkan sejumlah kebijakan baik dalam bentuk surat keputusan (SK KMA), surat edaran (SEMA), dan Peraturan MA (Perma) dalam rangka mendukung pedoman pelaksanaan tugas baik pelaksanaan tugas administrasi maupun teknis peradilan/yudisial. 

Khusus terkait pelaksanaan teknis peradilan penanganan perkara, MA telah menerbitkan 6 kebijakan melalui 2 Perma dan 4 SEMA. Berikut ini beberapa kebijakan MA Tahun 2021 yang berhubungan dengan pedoman penanganan perkara di pengadilan.

1. Peralihan Pemeriksaan Keberatan Terhadap Putusan KPPU ke Pengadilan Niaga

Pada 2 Februari 2021, Ketua MA menerbitkan SEMA No.1 Tahun 2021 tentang Peralihan Pemeriksaan Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ke Pengadilan Niaga. Terbitnya SEMA No.1 Tahun 2021 sebagai imbas berlakunya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberi hak bagi pelaku usaha untuk mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU paling lambat 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU.    

Dalam SEMA ini dijelaskan Pengadilan Negeri tidak lagi menerima keberatan terhadap putusan KPPU sejak 2 Februari 2021. Pengadilan Negeri yang telah menerima keberatan terhadap putusan KPPU sebelum tanggal 2 Februari 2021, tetap menyelesaikan pemeriksaan dan mengadili perkara tersebut.

Selanjutnya, Pengadilan Niaga yang berwenang menerima, memeriksa, dan mengadili perkara keberatan atas putusan KPPU, terkecuali ditentukan lain oleh UU Cipta Kerja. Adapun tata cara penerimaan keberatan terhadap putusan KPPU oleh Pengadilan Niaga dilakukan menurut Perma No.3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU dan Petunjuk Pelaksanaannya. Penerbitan SEMA ini untuk memberikan petunjuk sementara terkait proses transisi dalam pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU.  

2. Tenggang Waktu Penyelesaian Permohonan Penitipan Ganti Kerugian

Pada 2 Februari 2021, Ketua MA menerbitkan SEMA No.2 Tahun 2021 tentang Ketentuan Tenggang Waktu Penyelesaian Permohonan Penitipan Ganti Kerugian Berdasarkan Perma No.3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

SEMA No.2 Tahun 2021 ini imbas berlakunya Pasal 123 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengatur Pengadilan Negeri (PN) paling lama dalam jangka waktu 14 hari wajib menerima (menetapkan, red) penitipan ganti kerugian terkait ganti rugi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau penitipan uang ganti rugi pembebasan lahan.   

Sebab, Perma No. 3 Tahun 2016 tidak mengatur tenggang waktu penyelesaian permohonan penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Untuk itu, sebelum dilakukan perubahan atas Perma No.3 Tahun 2016 tersebut, MA menetapkan teknis administrasi dan kebijakan sebagai berikut.

Pertama, penyelesaian permohonan penitipan ganti rugi kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 Perma No. 3 Tahun 2016 wajib diselesaikan dalam tenggang waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap dan teregistrasi oleh Kepaniteraan Pengadilan hingga pengucapan Penetapan Ketua Pengadilan tentang Penerimaan Permohonan.

Kedua, permohonan penitipan ganti rugi kerugian yang didaftarkan di Pengadilan terhitung sejak tanggal 2 Februari 2021 wajib diperiksa dan diadili dengan mengikuti tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam SEMA ini. Ketiga, kecuali ditentukan lain oleh UU Cipta Kerja, persyaratan dan tata cara pengajuan dan pemeriksaan permohonan penitipan ganti kerugian dilakukan sesuai Perma No.3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 

3. Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah

Kemudian, SEMA No.2 Tahun 2021 tersebut diubah melalui Perma. Pada 24 Juni 2021, Ketua MA menerbitkan Perma No.2 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan MA No.3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 

Perma No.2 Tahun 2021 ini merupakan aturan teknis pelaksana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 42 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian oleh Penilai pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan musyawarah antara lembaga pertanahan (BPN) dengan pihak yang berhak (masyarakat yang memiliki tanah atau rumah yang digusur, red).   

“Dengan berlakunya Pasal 123 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 42 UU No.2 Tahun 2012 mengatur bahwa PN paling lama dalam waktu 14 hari wajib menerima penitipan ganti kerugian, maka Perma No.3 Tahun 2016 tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Untuk kelancaran pemeriksaan, MA perlu mengatur kembali Tata Cara Permohonan dan Pemeriksaan Penitipan Ganti Kerugian ke PN,” demikian bunyi bagian Menimbang huruf b dan c Perma No.2 Tahun 2021 ini.

Beberapa perubahan yang ada dalam Perma No.2 Tahun 2021 ini. Pertama, mekanisme perhitungan waktu menggunakan perhitungan hari kalender. Kedua, ketentuan objek penitipan ganti kerugian (konsinyasi) harus diserahkan kepada kepaniteraan bersama dengan pendaftaran perkara. Ketiga, menyangkut jangka waktu penanganan perkara penitipan ganti kerugian menjadi 14 hari.

“Pengaturan ini sebagai antisipasi, karena dalam perjalanan praktik sebelumnya sering terjadi setelah konsinyasi ditetapkan sah dan berharga, ternyata pemohon tidak menyerahkan uang penitipan ganti kerugian tersebut, sampai akhirnya menimbulkan sengketa baru,” ujar Ketua MA M. Syarifuddin dalam Refleksi Akhir Tahun MA RI 2021, Rabu (29/12/2021) kemarin.

4. Tata Cara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di Pengadilan Niaga

Tak lama kemudian, Ketua MA menerbitkan Perma No.3 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemeriksaan Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Pengadilan Niaga. Perma No. 3 Tahun 2021 ini menggantikan Perma No.3 Tahun 2019, Perma No.3 Tahun 2005, dan Perma No.1 Tahun 2003. Perubahan penting Perma No.3 Tahun 2021 ini pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili pemeriksaan keberatan atas putusan KPPU adalah Pengadilan Niaga, yang sebelumnya berada di Pengadilan Negeri.

Sebelumnya, pengajuan keberatan dalam rezim UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dimohonkan ke Pengadilan Negeri, yang secara teknis diatur dalam Perma No.3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

Terbitnya Perma No.3 Tahun 2021 ini imbas berlakunya Pasal 118 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No.5 Tahun 1999, terutama Pasal 44 dan Pasal 45 yang berkaitan dengan pengajuan upaya keberatan atas Putusan KPPU. Kemudian diturunkan dalam Pasal 19 dan Pasal 20 PP No.44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Beberapa perubahan dalam Perma No.3 Tahun 2021 ini. Pertama, keberatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Niaga. Kedua, keberatan dapat diajukan dengan menggunakan administrasi perkara elektronik. Ketiga, apabila keberatan diajukan lebih dari satu pemohon terhadap putusan KPPU yang sama, namun berbeda tempat kedudukan hukum, maka KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua Mahkamah Agung untuk menunjuk salah satu Pengadilan Niaga yang akan memeriksa keberatan tersebut.

5. Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

Pada 29 November 2021, Ketua MA menerbitkan SEMA No.4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan dalam Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Beleid ini memuat beberapa prinsip pengaturan terkait penanganan tindak pidana perpajakan yang menjadi pedoman atau panduan bagi hakim di pengadilan.

“Pengaturan tersebut didasarkan pada alasan bahwa jika terdakwa tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya sampai dengan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, maka terdakwa dipandang sebagai wajib pajak yang tidak beriktikad baik,” ujar Ketua MA M. Syarifuddin.

Dalam SEMA No.4 Tahun 2021, MA mengatur empat hal penting sebagai petunjuk/prinsip bagi pengadilan dalam penanganan tindak pidana di bidang perpajakan. Pertama, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Dalam poin ini diatur mengenai frasa “setiap orang” dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimaknai sebagai orang pribadi dan korporasi.

Tindak pidana di bidang perpajakan dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada orang pribadi dan korporasi. “Korporasi selain dijatuhkan pidana denda dapat dijatuhkan pidana tambahan lain sesuai peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi angka 1 huruf c SEMA No.4 Tahun 2021 ini.

Kedua, Pengadilan Negeri yang Berwenang Mengadili Praperadilan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Praperadilan terkait tindak pidana di bidang perpajakan diadili oleh Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat kedudukan penyidik atau kedudukan penuntut umum dalam hal permohonan pemberhentian penuntutan.

Ketiga, Tanggung Jawab Pidana Pengurus dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dalam hal Korporasi Pailit dan/atau Bubar. Pailit dan/atau bubarnya korporasi tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pengurus dan/atau pihak lain atas tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukannya pada saat terjadinya tindak pidana.

Keempat, Pidana Percobaan. Pidana percobaan tidak dapat dijatuhkan kepada terdakwa tindak pidana di bidang perpajakan.   

6. Hasil Pleno Kamar MA Tahun 2021

Sebagai hasil Rapat Pleno Kamar MA ke-10 di Hotel Intercontinental, Bandung pada 18-20 November 2021, Ketua MA menerbitkan SEMA No.5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, pada 28 Desember 2021. Dalam SEMA ini disebutkan rumusan hasil Rapat Pleno Kamar tahun 2012-2021, dijadikan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat terpisah dengan seluruh rumusan yang ada diberlakukan sebagai pedoman dalam penanganan perkara dan kesekretariatan.

Pemberlakuan tersebut dikenakan pada lingkungan MA, pengadilan tingkat pertama, dan pengadilan tingkat banding selama substansi rumusannya memiliki keterkaitan. Dalam hal terdapat rumusan hasil pleno kamar tahun 2012-2020 yang dinyatakan direvisi atau secara substansi bertentangan dengan rumusan hasil rapat pleno kamar tahun 2021, maka rumusan tersebut dinyatakan tidak berlaku.

“Rapat Pleno Kamar MA bertujuan untuk mewujudkan kesatuan hukum dan konsistensi putusan, karena kesatuan hukum dan konsistensi putusan sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum yang berkeadilan bagi para pencari keadilan,” kata Syarifuddin.

Tags:

Berita Terkait