Sektor Perbankan Mesti “Colong Start” Dalam MEA Nanti
Utama

Sektor Perbankan Mesti “Colong Start” Dalam MEA Nanti

Sementara, bisa dengan perjanjian bilateral dan juga MoU dengan negara-negara di ASEAN.

CR19
Bacaan 2 Menit
OJK Forum 2015. Foto: CR19
OJK Forum 2015. Foto: CR19

[Versi Bahasa Inggris]

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad mengatakan agar perbankan Indonesia bisa segera mempercepat integrasi ke dalam pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Integrasi ini menjadi agenda prioritas yang telah diakomodasi melalui Kerangka Kerja Keuangan ASEAN (ASEAN Financial Integration Framework/AFIF).

“Sebenarnya kesepakatannya integrasi perbankan di ASEAN itu baru akan disepakati pada 2020. Jadi memang ini agak beda sedikit, masih 4-5 tahun lagi. Tapi kemudian keinginan untuk melakukan kerjasama dan integrasi sangat mendesak. Karena manfaat untuk hubungan ekonomi lebih bagus,” kata Muliaman di Jakarta, Senin (12/10).

Walau OJK mendorong industri perbankan dalam negeri mempercepat ekspansi di pasar MEA, namun masing-masing bank wajib tetap mengacu kepada kesepakatan yang telah disepakati oleh otoritas keuangan sejumlah negara di ASEAN, yakni Kerangka Integrasi Perbankan ASEAN (ASEAN Banking Integration Framework/ABIF). Untuk mendukung hal ini, OJK siap membantu dalam hal aspek legalitas yang melindungi bank tersebut.

Untuk sementara ini, lanjut Muliaman, bank-bank di dalam negeri bisa memakai mekanisme bilateral agreements sebagai pengikat antara bank dengan negara tujuan. “Sementara kita menunggu implementasi AFIF yang masih lama. Di antara negara yang sudah siap bisa melakukan apa yang disebut bilateral agreements. Jadi tidak pada multilateral tapi diusulkan kepada bilateral kalau kita merasa sudah siap berhubungan dengan salah satu negara ASEAN,” paparnya.

Tak hanya itu, perjanjian bilateral itu juga mesti ditambahkan dengan melakukan Memorandum of Understanding (MoU) antara negara satu dengan negara lainnya. Muliaman menyebutkan, Indonesia telah melakukan perjanjian bilateral dengan Malaysia. Selain itu, dengan Singapura, Indonesia masih dalam proses yang mesti diselesaikan. Ke depan, OJK akan terus mencoba melakukan hal yang sama dengan sejumlah negara di ASEAN lainnya.

“Walau bilateral tapi tidak semerta-merta kita bikin aturan baru. Tapi dalam konteks bilateral kita mengacu kepada frame ABIF nantinya. Kita lakukan sekarang karena kita meyakini pada satu atau dua negara tertentu. Maka ada kesepakatan MoU antara negara lain karena merasa kita harus memulainya,” katanya.

Meski begitu, Muliaman menambahkan, bank-bank yang merasa sudah mampu berekspansi itu meski memikirkan prinsip resiprositas yang nantinya bisa menjadi jalan masuk untuk bank asing melebarkan pasarnya di dalam negeri. Di satu sisi, OJK perlu membentengi industri perbankan dalam negeri, namun di sisi lain, OJK terus mendorong agar bank-bank di dalam negeri bisa melebarkan ekspansi bisnisnya di luar Indonesia.

“Kita akan segera payungi dengan kesepakatan-kesepakatan antar otoritas sehingga bisa mempermudah dan memperlancar. Karena kesepakatan ini penting,” jelasnya.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E Siregar mengatakan, industri perbankan dalam negeri tidak perlu cemas dengan terjadi ‘pertukaran’ dikarenakan perjanjian bilateral dan pelaksanaan prinsip resiprositas tersebut. Sebab, dalam ABIF guidelines diatur mekanisme dimana bank di suatu negara ASEAN tidak semerta-merta bisa masuk dan membuka cabang di Indonesia. Cabang asing itu wajib mengedepankan prinsip keseimbangan yang telah diatur dan disepakati dalam ABIF guidelines.

Selain itu, katanya kalau bank asing dengan bank dalam negeri belum memiliki kesamaan kedudukan, maka masing-masing bank belum bisa melakukan dan mengajukan Qualified ASEAN Banks (QABs) untuk beroperasi di negara yang melakukan perjanjian bilateral teresebut. “Ibaratnya sekarang kalau kita main bola, dia sudah ngegolin 3-0. Dia bisa nambah lewat QABs kalau Indonesia sudah buka bank juga sama 3-3 dulu,” kata Mulya.

Atas dasar itu, Mulia menambahkan, perbankan Indonesia mesti memanfaatkan kesepakatan yang diakomodir dalam ABIF itu. Sebab, dengan dibukanya ‘keran’ MEA nanti, bank-bank dalam negeri akan punya peluang yang sangat besar. Misalnya, dahulu bank di dalam negeri hanya melirik pasar yang ada di Malaysia dan Singapura, nantinya saat MEA dimulai, negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Filipina, atau Vietnam bisa dijajaki perbankan Indonesia.

“ABIF ini adalah jalur tol ini. Peningkatan perbankan harus terus dilakukan baik ada atau tidak ada MEA. MEA ini hanya reminder buat kita,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait