Sektor Ketenagakerjaan dalam Perppu Cipta Kerja: Ancaman atau Angin Segar?
Terbaru

Sektor Ketenagakerjaan dalam Perppu Cipta Kerja: Ancaman atau Angin Segar?

Apabila dibandingkan dengan UU Cipta Kerja, terdapat perubahan substansi terhadap beberapa sektor, salah satunya ketenagakerjaan.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Tepat satu hari sebelum 2022 berakhir, pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo resmi menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja), yang mulai berlaku segera setelah diterbitkan. Perppu Cipta Kerja ini mencabut dan menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

 

Langkah ini diambil pemerintah sebagai respons atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUUXVII/2020 tertanggal 25 November 2021 (Putusan MK) yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Inkonstitusional bersyarat yang dimaksud adalah bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sepanjang dilakukan perbaikan pembentukannya hingga batas waktu yang ditentukan, yakni dua tahun sejak Putusan MK dibacakan (25 November 2023).

 

Managing Partner di Bagus Enrico & Partners Counsellors at Law, Bagus SD Nur Buwono mengatakan, secara substansi, ketentuan yang diatur dalam Perppu Cipta Kerja tidak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja. Namun, apabila dibandingkan dengan UU Cipta Kerja, terdapat perubahan substansi terhadap beberapa sektor, salah satunya ketenagakerjaan. Bagus pun menjelaskan beberapa perubahan material dalam Perppu Cipta Kerja, sehubungan dengan ketentuan ketenagakerjaan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

 

Alih Daya dan Upah Minimum

Pada implementasi UU Cipta Kerja, Pasal 64 UU Ketenagakerjaan yang mengatur jika ‘suatu perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan (subcontracting) atau penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing) dengan dibuat secara tertulis’ telah dihapus. Namun, Perppu Cipta Kerja kembali memberlakukan ketentuan pasal ini, tetapi terbatas hanya pada perjanjian alih daya, sebagaimana terdapat dalam Pasal 81 angka 18 Perppu Cipta Kerja—mengamandemen Pasal 64 UU Ketenagakerjaan.

 

Menurut kami, perubahan ini dapat menjadi dasar hukum pengaturan mengenai alih daya yang juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) yang juga mengatur mengenai alih daya,” kata Bagus.

 

Meskipun begitu, saat ini baik Perppu Cipta Kerja maupun PP 35/2021 belum memberikan batasan yang jelas mengenai kegiatan perusahaan seperti apa yang dapat dialihkan kepada perusahaan outsourcing. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak yang memandang bahwa seluruh kegiatan bisnis perusahaan dapat saja dialihkan ke perusahaan outsourcing.

 

Namun, kami melihat pemerintah akan menetapkan ruang lingkup pelaksanaan pekerjaan yang dapat dialihkan ke perusahaan outsourcing dalam suatu peraturan pemerintah," Bagus menambahkan.

 

Kemudian, perihal upah minimum. Selain menambahkan variabel baru, yakni ‘indeks (keadaan) tertentu’ yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam formula penghitungan upah minimum (Pasal 81 angka 28), Perppu Cipta Kerja tidak memuat perubahan material lainnya berkaitan dengan upah minimum. Perppu Cipta Kerja juga belum memberikan definisi dan ruang lingkup yang jelas mengenai ‘keadaan tertentu’ yang menjadi salah satu variabel dalam formula penghitungan upah minimum.

 

Kami melihat jika ketentuan lebih lanjut mengenai variabel keadaan tertentu dapat diatur dalam suatu peraturan pemerintah baru,” ujar Bagus.

 

Di luar dua perubahan tersebut, Perppu Cipta Kerja telah mengamandemen beberapa pasal dalam UU Ketenagakerjaan, khususnya mengenai pemilihan kata maupun adanya penambahan frasa guna memperjelas bunyi dan maksud pasal tersebut. Bagus melanjutkan, beberapa pasal tersebut di antaranya: (i) penggunaan kata ‘penyandang disabilitas’ yang sebelumnya ‘penyandang cacat’ pada Pasal 67; dan (ii) penambahan frasa ‘bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih’ dalam penyusunan struktur dan skala upah yang menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menetapkan upah pada Pasal 92.

 

Walaupun UU Cipta Kerja telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah berlaku Perppu Cipta Kerja, tetapi beragam peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, PP 35/2021, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, sampai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Perppu Cipta Kerja.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Bagus Enrico & Partners Counsellors at Law (BE Partners).

Tags: