Sekolah Internasional Pecat Ketua Serikat Pekerja
Berita

Sekolah Internasional Pecat Ketua Serikat Pekerja

Karena dianggap arogan ketika membela anggotanya.

Ady
Bacaan 2 Menit
Sekolah Internasional Pecat Ketua Serikat Pekerja
Hukumonline

Bagi pengurus serikat pekerja, memberi pembelaan terhadap anggotanya adalah tindakan yang lumrah. Apalagi menyangkut hak dan kewajiban pekerja. Kebiasaan itu juga berlaku di serikat pekerja The New Zealand International School (NZIS). Lembaga pendidikan internasional itu berada di bawah naungan PT The New Zealand Management Consultant.
 

Serikat yang mereka dirikan berafiliasi dengan Federasi Serikat Pendidikan, Pelatihan dan Pegawai Negeri (Fesdikari) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Salah satu kegiatan serikat adalah advokasi. Tapi apa jadinya jika advokasi yang dilakukan pengurus serikat dikatakan arogan. Inilah yang dihadapi Ketua Komisariat Fesdikari NZIS (KFNZIS) Ignatia Widhiharsanto.
 

Ketika mengadvokasi anggotanya yang bernama Mujiati, ternyata Ignatia disambut oleh pihak manajemen dengan tuduhan melanggar Peraturan Perusahaan (PP). Setidaknya ada dua pasal yang dialamatkan kepada Ignatia. Yaitu Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi setiap pekerja wajib melaksanakan tugas pekerjaan yang telah ditentukan oleh perusahaan. Serta Pasal 19 ayat (4) yang berbunyi setiap pekerja dilarang melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya dan tidak diperkenankan memasuki ruangan lain yang bukan bagian tugasnya kecuali atas perintah/ijin atasan.
 

Guru taman kanak-kanak ini merasa tidak pernah mangkir dari tugasnya. Hal itu dibuktikan karena hampir tiga tahun bekerja ia mengaku tidak pernah mendapat surat peringatan. Sedangkan tuduhan masuk ruangan dengan paksa adalah anggapan pihak manajemen ketika ia masuk ke ruangan sumber daya manusia untuk menanyakan kasus yang menimpa Mujiati.
 

Ignatia melanjutkan ketika itu ia bermaksud untuk meminta hasil bipartit yang telah dilakukan antara Mujiati dan pihak manajemen yang diwakili Riniati Angkasa. Namun senior manajer itu tak kunjung memberikan hasil perundingan. Maka Ignatia berinisiatif untuk tetap di ruangan sampai permintaannya itu dikabulkan.
 

“Saya masuk (ke ruangan SDM,red) terus bilang gimana nih bu, katanya bipartit. Kalo bipartit saya minta salinannya, jangan cuma Ibu doang yang pegang. Kemudian saya bilang nggak akan keluar sebelum Ibu kasih salinannya ke saya,tutur Ignatia kepada hukumonline di PHI Jakarta, Senin (16/1).
 

Itulah yang dijadikan dasar pihak manajemen menyebut Ignatia arogan dan kemudian dipecat. Untuk menyelesaikan perselisihan PHK ini langkah bipartit sudah dilakukan namun tak berbuah hasil. Sudinakertrans Jaksel telah menerbitkan anjuran pada Desember 2010 untuk mempekerjakan kembali Ignatia dengan jabatan dan posisi semula. Serta mendapat gaji berjalan sejak Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010. Pihak pekerja menerima, tapi pihak manajemen baru menyatakan sikapnya pada April 2011.
 

Walau menerima anjuran, pihak manajemen mensyaratkan kepada Ignatia bahwa sebelum ia diperbolehkan bekerja kembali, gugatan yang telah dilayangkan ke PHI Jakarta harus dicabut. Pada awalnya ia tak menolak untuk mencabut gugatan. Tapi dengan syarat semua biaya yang telah dikeluarkan dalam upaya hukum ke PHI Jakarta serta gaji berjalan yang belum dibayar harus dipenuhi. Pihak manajemen tak menyambut baik hal itu, akhirnya Ignatia memutuskan tak mencabut gugatan di PHI Jakarta. Proses persidangan pekan ini sudah memasuki agenda replik.
 

Melihat tidak ada iktikad baik dari pihak manajemen untuk menerima bekerja kembali, maka dalam gugatannya di PHI Jakarta pihak pekerja menuntut diputus PHK. Selain itu pihak pekerja juga menuntut pesangon empat kali lebih besar dari ketentuan UU Ketenagakerjaan.
 

Ketika diminta konfirmasi usai persidangan hari Senin (16/1), kuasa hukum pihak manajemen Ulrikus Laja menolak berkomentar kepada hukumonline.
 

Pemberangusan Serikat

Kuasa hukum pihak pekerja, Abdullah Sani menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan pihak manajemen ini sesungguhnya bukan PHK biasa, tapi mengarah pada tindakan anti serikat. Pihak manajemen disinyalir melakukan tindakan yang sistematis untuk memberangus serikat. Ia menyebutkan ketika pihak manajemen mengetahui keberadaan serikat, sejak itulah pemecatan dilakukan terhadap anggota serikat. Pihak pekerja telah melaporkan tindakan itu ke Polda Metro Jaya pada 6 Januari 2011 dengan delik pidana atas kebebasan berserikat.
 

Maka menurutnya PHK itu selain melanggar Pasal 151 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang menyebut dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pihak manajemen juga dianggap melanggar pasal 43 Jo Pasal 28 UU Serikat Pekerja yang melarang siapapun menghalang-halangi hak untuk berserikat.
 

Ignatia menambahkan bahwa tak lama setelah dirinya di PHK, sejumlah anggota serikat ikut dipecat. Tapi pihak manajemen tidak mau mengaku bahwa pemecatan itu berkaitan dengan kegiatan berserikat, lanjutnya. Misalnya, satu hari setelah ia dipecat terdapat lima orang sekuriti yang ikut di PHK dengan alasan akan diganti dengan tenaga outsorcing. Padahal diduga kuat PHK itu erat kaitannya dengan kegiatan berserikat kelima orang tersebut, kata Ignatia.
 

Indikasi tindakan anti serikat pihak manajemen dapat dirasakan di lokasi kerja, misalnya membujuk agar anggota keluar dari serikat dan lain sebagainya, imbuh Ignatia. Tindakan ini menurutnya membuat jumlah keanggotaan serikat menurun drastis. Pada saat serikat berdiri Juli 2010, jumlah keanggotaan mencapai 59 orang, tapi sekarang tinggal hitungan jari, tutur Ignatia.
 

Setelah saya dipecat, lima orang security dipecat. Dibilangnya mau dicari dari outsourcing, alasan mereka gak ada hubungannya dengan saya. Padahal mereka anggota serikat. Emang mau dirontokin semuanya (anggota serikat, red),pungkasnya.

Tags: