Sekali Lagi tentang Omnibus Law di Tengah Isu Kepastian Hukum dan Pelarian Harun Masiku
Berita

Sekali Lagi tentang Omnibus Law di Tengah Isu Kepastian Hukum dan Pelarian Harun Masiku

Daripada menimbulkan pro kontra tak berkesudahan, ada baiknya Pemerintah segera mengirimkan RUU Omnibus Law ke Senayan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Menko Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD ikut bicara tentang RUU Omnibus Law. Foto: RES
Menko Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD ikut bicara tentang RUU Omnibus Law. Foto: RES

RUU Omnibus Law digadang-gadang Pemerintah sebagai payung hukum untuk memudahkan investasi. Hambatan-hamabatan, misalnya perizinan, akan dipangkas sehingga investor lebih mudah masuk ke Indonesia. Menko Polhukam, Moh. Mahfud MD, sampai ikut bicara tentang RUU Omnibus Law tersebut.

Masalahnya, materi muatan RUU ini masih belum jelas. Masing-masing aparat pemerintah mengeluarkan pernyataan mengenai manfaat UU sapu jagat itu, tetapi apa sesungguhnya materi muatannya masih belum pasti. Itu sebabnya, salah satu solusi mengatasi polemik adalah menyerahkan sesegera mungkin RUU Omnibus Law ke DPR untuk dibahas bersama wakil rakyat.

RUU Omnibus Law diperkirakan masih mendominasi pemberitaan mengenai isu-isu hukum. Rabu (22/1) kemarin, sejumlah agenda digelar mengangkat tema mengenai omnibus law. RUU ini dibahas di tengah polemik lain tentang keberadaan Harun Masiku (HM). Keberadaan politisi PDI Perjuangan ini masih misterius. Satu hal yang pasti Ditjen Imigrasi akhirnya mengakui bahwa HM telah kembali ke Indonesia setelah berangkat ke Singapura pada 6 Januari lalu.

Inilah lima berita terpilih yang disajikan hukumonline dan kemungkinan masih berlanjut pembahasannya hari ini.

  1. Pemerintah Diminta Kirimkan RUU Omnibus Law ke DPR

Suatu RUU baru bisa disahkan menjadi Undang-Undang jika sudah mendapat persetujuan bersama Pemerintah dengan DPR, dan DPD dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah. Pada saat ini, polemic mengenai RUU Omnibus Law masih terjadi antara lain karena tidak transparan dalam proses pembahasan.  

(Baca: Pemerintah Diminta Segera Kirimkan Draft RUU Omnibus Law).

Untuk mengurangi polemik berkepanjangan dan tak tentu arah sebaiknya Pemerintah mengirimkan draf RUU ke DPR untuk dibahas bersama. Pembahasan di Senayan bersama wakil rakyat  bisa membuat perdebatan yang terarah karena materi muatan yang diusulkan sudah jelas. Masalahnya, menurut Ketua DPR Puan Maharani, DPR belum menerima RUU usulan pemerintah tersebut.

  1. Polemik Pendirian Perseroan Terbatas dalam RUU Omnibus Law

Salah satu substansi yang patut disimak dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah pendirian perseroan terbatas (PT). Semangatnya adalah menyederhanakan tata cara dan persyaratan mendirikan PT. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sudah memberikan sinyal: modal awal pendirian PT akan dihapuskan. Bahkan untuk UMKM akan dipermudah.

(Baca: Polemik Aturan Pendirian PT dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja).

Berdasarkan dokumen naskah akademis yang diperoleh oleh hukumonline, dalam kaitan dengan starting a businessstarting a business di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Salah satunya adalah karena adaya ketentuan undang-undang yang menyangkut pendirian badan hukum harus didirikan oleh dua pihak atau lebih, minimal modal, akta notaris dan beragamnya bentuk badan usaha.

  1. KKS Migas Harus Berkepastian Hukum

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan kemudahan kepada pelaku usaha sektor migas untuk memilih skema bagi hasil antara gross split atau cost recovery. Kemudahan itu diberikan untuk memikat perhatian pengusaha berinvestasi di sektor hulu migas, terutama terkait produksi migas melalui kontrak kerja sama.

(Baca: Fleksibel Menggaet Investor, Kontrak Kerja Sama Migas Mesti Berkepastian Hukum).

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar, mengungkapkan baik menggunakan skema gross split ataupun cost recovery, yang paling penting adalah mengutamakan tata kelola migas yang pasti dan konsisten. Ia berpandangan bahwa tTata kelola migas ini harus didasarkan atas kepastian hukum dan keadilan. Pelaku usaha tidak serta merta harus diberikan fleksibilitas kontrak demi menggaet investasi sebanyak-banyaknya. Namun penerapan skemanya juga harus terukur.

  1. Klarifikasi Imigrasi Mengenai Harun Masiku

Hingga Kamis pagi (23/1), Harun Masiku belum berhasil ditangkap. Ia bukan saja dinyatakan sebagai tersangka kasus penyuapan, tetapi juga sudah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Harun Masiku adalah politisi PDIP yang dipersiapkan oleh partainya untuk mengisi kursi Nazaruddin Kiemas. Belakangan terungkap, proses pengisian kursi itu berbuah ‘uang operasional’. Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terkena OTT dan ditetapkan sebagai tersangka.

(Baca: Imigrasi Baru Tahu Harun Masiku Sudah di Jakarta karena Data Terlambat).

Semula, Imigrasi menyatakan bahwa Harun meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada 6 Januari 2020. Setelah itu, Imigrasi tidak mengetahui kemana perginya Harun dan kapan pulang ke Indonesia. Belakangan ketahuan bahwa Harun sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020, sebagaimana pemberitaan majalah Tempo. Imigrasi berdalih ada keterlambatan data sehingga kedatangan Harun ke Indonesia tidak diketahui secepatnya.  

  1. Penyelesaian Sengketa Tanah Pertimbangkan Kepastian Hukum

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa salah satu problem yang membuat masyarakat kesulitan mendapatkan sertifikat tanah adalah sengketa. Bisa sengketa antarwarga, antar anggota keluarga, atau antara warga masyarakat dengan perusahaan. Presiden mengatakan bahwa sengketa tanah bisa menimbulkan bahaya jika tidak diselesaikan, misalnya konflik berkepanjangan di masyarakat.

(Baca: Bahaya Sengketa Pertanahan dan Kepastian Hukum atas Tanah).

Menurut Presiden Jokowi, jika konflik tanah terus berlangsung, masyarakat harus menunggu 160 tahun apabila ingin mendapat sertifikat tanah. "Untuk itu, saya minta kepada Menteri ATR/Kepala BPN agar menerbitkan 5 juta sertifikat tanah pada tahun 2017, sebanyak 7 juta pada tahun 2018 dan 9 juta pada tahun 2019. Harus begitu, yang penting masyarakat dilayani," katanya.

Tags:

Berita Terkait