Sejumlah Usulan DPD atas Revisi UU Minerba
Berita

Sejumlah Usulan DPD atas Revisi UU Minerba

Mulai pentingnya melibatkan BUMDes dan pengusaha kecil serta koperasi, penambahan pasal terkait aturan kontrak bagi produksi, hingga kewajiban memperhatikan aspek pelestarian lingkungan berkelanjutan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara (Minerba) terus berproses di Parlemen antara DPR dan pemerintah. Sejumlah masukan mulai disampaikan, salah satunya datang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sejumlah masukan DPD diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembahasan RUU Minerba ini.

 

Ketua Komite II DPD Yorrys Raweyai menilai dalam rumusan RUU Minerba masih harus banyak menerima berbagai masukan. Misalnya, soal perlunya melibatkan Badan Umum Milik Desa (BUMDes). Alasannya, keterlibatan BUMDes amat penting dalam kebelangsungan pengelolaan minerba di setiap wilayah/desa setempat.

 

Karena itu, Yorrys mengusulkan agar pelibatan BUMDes dalam pengelolaan minerba dinormakan pada bagian ketentuan umum. Menurutnya, BUMDes perlu diberi ruang dan peran khusus dalam usaha pertambangan di Indonesia. Terlebih, BUMDes merupakan bagian dari usaha pemerintah desa yang bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat desa.

 

BUMDes perlu memiliki peranan khusus dalam usaha pertambangan Indonesia,” ujar Yorrys saat memberikan masukan kepada Komisi VII DPR melalui daring, Senin (27/4/2020). (Baca Juga: Ramai-Ramai Tolak Pembahasan Revisi UU Minerba di Saat Darurat Corona)

 

Tak hanya itu, DPR mengusulkan penambahan pasal terkait aturan kontrak bagi produksi minerba. Menurut Yorrys, usulan ini penting sebagai upaya menormakan satu ayat yang didefinisikan bentuk kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan pihak lain untuk mengeksplorasi dan eksploitasi tambang mineral serta batubara di wilayah hukum pertambangan Indonesia.

 

“Kontrak peruntukan produksi penting dinormakan dalam memberi kesempatan besar bagi BUMN dan BUMD mengelola wilayah pertambangan.”  

 

Sementara, mengeksplorasi sumber daya alam (SDA) seperti mineral logam dan batubara harus mempertimbangkan aspek lingkungan, aspek tata ruang, kecukupan lahan, dan jumlah cadangan mineral logam. Baginya, regulasi berkaitan tanggung jawab konservasi seperti kerusakan hutan akibat pertambangan mineral dan batubara harus jelas dan tegas. Misalnya, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) berkewajiban merehabilitasi bekas tambang yang nantinya akan dijadikan irigasi dan pariwisata.

 

Senator asal Papua itu menegaskan aspek pelestarian lingkungan berkelanjutan wajib diperhatikan dengan mempersempit ruang ekspansi pengerukan atau eksplorasi pertambangan secara besar-besaran. “Ini perlu aturan jelas dan tegas agar tidak melakukan aktivitas pertambangan di wilayah sungai. Karena itu, DPD menilai RUU Minerba harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” lanjutnya..

 

Bagi DPD, keterlibatan kalangan pengusaha kecil juga penting dalam usaha pengolahan dan permurnian minerba. Pembangunan smelter dalam mengolah dan pemurnian mineral di daerah tak hanya melibatkan BUMDes dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), namun juga koperasi. Dengan melibatkan sejumlah pihak dalam perputaran usaha pertambangan bakal meningkatkan perekonomian wilayah setempat.

 

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komite II DPD Bustami Zainuddin menyoroti ketentuan Pasal 172 A ayat (1) RUU Minerba yang mengatur permohonan perpanjangan IUP operasi produk dilakukan paling cepat 4 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum masa kontrak habis. Demikian pula Pasal 172 A ayat (2) menyebutkan perpanjangan IUP Khusus operasi produk dapat diajukan paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun.

 

Bustami menilai rumusan norma Pasal 172 A ayat (1), (2) terkesan memudahkan pemegang IUP operasi produk dan IUP Khusus operasi produk untuk melakukan perpanjangan. Menurutnya, sebaiknya bila masa keberlakuan IUP operasi dan IUP Khusus operasi produk yang telah habis masa keberlakuannya, dikembalikan kepada negara. “Dan diproses lagi dengan cara lelang,” usulnya. (Baca Juga: Catatan Indef terhadap Draf Revisi UU Minerba)

 

Silang pendapat

Menanggapi masukan DPD, Wakil Ketua Komisi VII DPR Alex Noerdin menilai perlu memberikan  porsi kewenangan yang seimbang antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, khususnya dalam pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Apalagi, lokasi pengelolaan sektor ESDM berada di daerah.  

 

Bila terjadi masalah terkait pembebasan lahan ataupun penyerapan tenaga kerja, hingga berujung anarki, maka Pemda yang turun tangan mengatasi masalah di lapangan sebagai garda terdepan. Karena itu, Alex sependapat dengan masukan dan usulan DPD agar memberikan porsi kewenangan seimbang pemerintah daerah. “Sementara Pemerintah pusat nun jauh di sana, yang ada di lokasi, tempat adalah pemerintah daerah,” katanya.

 

Berbeda, anggota Komisi VII Maman Abdurrahman menilai keterlibatan kewenangan daerah dalam pengelolaan ESDM berpotensi menimbulkan persoalan lain di daerah. Antara lain pemberian izin yang dikomersialisasikan. Maman beralasan fakta di daerah terdapat ratusan izin daerah yang tidak berjalan dan bahkan tumpang tindih.

 

“Mohon maaf saya harus ungkapkan, ini fakta. Artinya apa, izin-izin dikomersialisasi di daerah. Makanya dulu kenapa pemerintah pusat melakukan clear dan clean (CnC). Dari sana saya mendukung, ditarik izinnya ke pusat.”

 

Nikmati Akses Gratis Koleksi Peraturan Terbaru dan FAQ Terkait Covid-19 di sini.

Tags:

Berita Terkait