Sejumlah Tantangan Menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia
Utama

Sejumlah Tantangan Menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia

Urgensi satu data statistik kriminal sebagai tolak ukur dan acuan menilai tingkat keamanan suatu wilayah. Kondisi keamanan yang kondusif akan menciptakan iklim investasi yang baik, meningkat perekonomian dan kesejahteraan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Beleid yang ditetapkan 12 Juni 2019 itu menyebut Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu dan dapat dipertanggungjawabkan serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan daerah melalui pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas data, menggunakan kode referensi, dan data induk.

Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono, mengatakan data statistik kriminal sangat dibutuhkan sebagai bagian dari Satu Data Indonesia. Dia menyebut setidaknya 2 hal urgensi dibentuknya data statistik kriminal. Pertama, data statistik kriminal yang valid, reliable, dan sustainable akan bermanfaat bagi berbagai pihak. Data tersebut akan menjadi salah satu tolok ukur dan acuan dalam menilai tingkat keamanan suatu wilayah.

Kedua, aspek keamanan merupakan salah satu faktor penting bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan. Melansir laporan Bappenas terkait kemanan investasi Indonesia tahun 2016 menyatakan kondisi keamanan yang baik akan menciptakan iklim investasi yang baik.

“Mendorong agar investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Ini urgensi kenapa kita akan mewujudkan satu data statistik kriminal,” kata Ateng Hartono dalam webinar bertajuk “Kolaborasi Bersama Menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia”, Rabu (8/9/2021).

Ateng mengatakan ada banyak tantangan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal, setidaknya ada 3 hal. Pertama, standar dan klasifikasi data yang berbeda antar instansi produsen data statistik kriminal. Tapi untungnya saat ini ada klasifikasi internasional terkait statistik kriminal yakni International Classification of Crime for Statistical Purpose (ICCS) yang digunakan oleh PBB (UNSC).

“Klasifikasi tersebut menjadi acuan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal,” terangnya.  

Kedua, dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yaitu goals 16 terkait dengan perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Tapi masih ada indikator global SDGs terkait keamanan yang belum tersedia. Ketiga, United Nations Survey of Crime Trends and Operations of Criminal Justice Systems yang memerlukan 124 indikator, tapi Indonesia hanya sanggup mengisi lengkap 48 indikator.

Ateng juga memaparkan ada 5 upaya yang dilakukan BPS untuk mewujudkan satu data statistik kriminal. Pertama, melengkapi data registrasi dengan data berbasis survei melalui kegiatan yang rutin dilakukan yakni Susenas Kor (blok kriminalitas), Podes (keamanan wilayah), dan modul Hansos (rasa aman masyarakat). Tahun 2021, BPS telah melaksanakan victimization survey yang intinya tentang bagaimana korban dari aspek keamanan.

Kedua, melakukan koordinasi terkait data dan statistik kriminal dengan berbagai lembaga internasional seperti United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Australian Bureau Statistics (ABS). Ketiga, melakukan mapping ketersediaan data United Nations Survey of Crime Trends and Operations of Criminal Justice Systems (UN-CTS) dari berbagai data instansi yakni kepolisian, kejaksaan, MA, dan dirjen pemasyarakatan (Kemenkumham).

Keempat, menambah pemenuhan indikator global SDGs Goal 16.5.1 dan 16.5.2 melalui perbaikan instrumen survei perilaku anti korupsi (SPAK). Kelima, menginisiasi framework dan roadmaps menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia (SDSKI).

Deputi Pemantauan, Evaluasi, dan Pemantauan Bappenas, Taufik Hanafi, mengatakan pemerintah telah menetapkan 7 prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah tahun 2022. Salah satu prioritas nasional itu memperkuat stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik. “Maka aspek keamanan dan pembangunan di bidang hukum itu penting,” ujarnya.

Taufik memberikan contoh fokus pemanfaatan data pada indikator polhukhankam, misalnya indikator data kriminalitas, kebutuhan datanya meliputi jumlah kejahatan, tingkat kejahatan, dan rentang waktu terjadinya kejahatan. Pemerintah juga memberi perhatian terhadap keamanan siber, misalnya dengan membentuk direktorat tindak pidana siber di Bareskrim Polri dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Belum disiplin

Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kementerian Polhukam, Sugeng Purnomo mengatakan pihaknya telah membentuk sistem berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem database di Polri, Kejaksaan, MA, dan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham dalam rangka pertukaran data proses penanganan perkara pidana (SPPT-TI).

Dia menyebut ada 4 hal yang menjadi urgensi SPPT-TI. Pertama, sebagai respon atas perkembangan teknologi informasi yang dapat memudahkan proses bisnis penanganan perkara tindak pidana.

Kedua, tidak adanya instrumen yang memadai untuk dapat memantau proses penanganan perkara tindak pidana secara keseluruhan (case tracking). Ketiga, SPPT-TI merupakan program prioritas nasional tahun 2020-2024 dan aksi pencegahan korupsi tahun 2021-2022. Keempat, sarana koordinasi, akses informasi serta komunikasi antar subsistem lembaga penegak hukum.

“Seluruh proses bisnis penanganan perkara dilakukan secara elektronik lewat SPPT-TI ini,” papar Sugeng.

Sugeng mencatat ada berbagai tantangan yang dihadapi SPPT-TI, misalnya masih ada lembaga penegak hukum yang belum disiplin memasukan (input) data dalam sistem. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mengatasi persoalan tersebut. Misalnya, Kejaksaan mendorong jaksa yang menangani perkara untuk memasukan data dalam sistem yang ada di Kejaksaan (CMS Kejaksaan).

“Jika jaksa yang bersangkutan tidak melakukan input data, maka perkara yang ditanganinya itu tidak dihitung sebagai kredit, sehingga dia bisa terlambat untuk naik pangkat.”

Tags:

Berita Terkait