Sejumlah Rekomendasi dan Solusi atas Permasalahan OSS RBA
Terbaru

Sejumlah Rekomendasi dan Solusi atas Permasalahan OSS RBA

Setidaknya, ada empat solusi untuk menyelesaikan masalah dalam implementasi OSS RBA.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Eko Basyuni. Foto: RES
Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Eko Basyuni. Foto: RES

Implementasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS Berbasis Risiko) disinyalir masih memiliki kendala dalam penerapannya. Hal ini diakui oleh Kementerian Investasi/BKPM. Atas beberapa kendala dan hambatan dalam implementasi OSS Berbasis Risiko, Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Eko Basyuni, menyampaikan beberapa rekomendasi dan solusi atas permasalahan tersebut.

Pertama, melakukan percepatan proses sinkronisasi dan kelengkapan fitur. Proses sinkronisasi data dengan lembaga lain maupun OSS v.1.1. perlu dipercepat untuk meningkatkan kepastian hukum bagi pelaku usaha, khususnya calon investor yang belum pernah memiliki investasi di Indonesia.

Kedua, pembukaan kanal Konsultasi Virtual untuk calon investor. Dengan dibukanya konsultasi virtual sebelum pendirian suatu usaha, calon investor, terutama investor asing, akan memiliki informasi yang cukup ketika mendirikan badan usaha.

Ketiga, penerbitan panduan lanjutan. BKPM dapat menginisiasi tutorial berbentuk video untuk memudahkan pengguna, terutama pelaku usaha UMKM. Inisiatif ini dapat menggunakan kanal BKPM TV yang saat ini sudah aktif. Menu “Panduan” yang saat ini ada, hanya menyediakan versi Bahasa Indonesia, versi Bahasa Inggris akan mempermudah investor asing untuk mempelajari sistem OSS. (Baca: Sejumlah Hambatan dan Tantangan Implementasi OSS Berbasis Risiko)

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Dan keempat, penerbitan Surat Konfirmasi atau tanggapan resmi. Guna memberikan tambahan kepastian hukum bagi pelaku usaha, terutama mengenai interpretasi dari peraturan tertentu, BKPM agar menyediakan fitur bagi pelaku usaha untuk melakukan korespondensi resmi.

“Diharapkan BKPM atau lembaga terkait dapat memberikan tanggapan resmi melalui sistem OSS untuk lebih menyederhanakan proses birokrasi,” ujar Eko dalam Webinar Hukumonline 2021 bekerja sama dengan Assegaf Hamzah & Partner bertajuk “Evaluasi Implementasi dan Implikasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA), Selasa (28/9).

Hukumonline.com

Sebelumnya, Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/BKPM), Riyatno, mengakui sejak diluncurkan awal Agustus lalu, OSS Berbasis Risiko masih belum sempurna. “Sistemnya memang belum selesai, Insha Allah bulan depan selesai. Jika menemukan kendala, bisa mengontak BKPM,” kata Riyatno dalam acara yang sama.

Dia pun menjabarkan setidaknya ada lima hambatan sekaligus tantangan dalam implementasi OSS Berbasis Risiko. Pertama, Pengiriman email notifikasi seperti registrasi, aktivasi, reset password yang gagal. Kedua, pada saat penggantian hak akses OSS 1.1 ke OSS Berbasis Risiko, NIB yang seharusnya terdaftar untuk hak akses yang sama tidak terbaca atau tidak tampil.

Ketiga, Duplikasi email pendaftaran hak akses. Biasanya hal ini disebabkan oleh adanya email yang telah digunakan untuk mendaftarkan hak akses OSS 1.1 namun belum memiliki perizinan berusaha. Keempat, produk salah pada NIB dan perizinan berusaha lainnya yang telah berlaku efektif pada OSS 1.1. Kelima, perpanjangan perizinan berusaha.

Pada awal kehadirannya, pelaku usaha mengaku menemukan sejumlah kendala dalam proses mengurus perizinan lewat OSS Berbasis Risiko. Aplikasi ini resmi diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, (9/8) lalu, di kantor Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Konsultan Easybiz Febriana Artinelli mengungkapkan bahwa kendala yang ditemukan dalam OSS Berbasis Risiko cukup beragam. Pertama, terkait Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Menurutnya, sebanyak 353 KBLI belum memiliki pengampu, bahkan ada satu KBLI yang memiliki dua pengampu.

Sebenarnya BKPM telah mengatur pengampu untuk 353 KBLI di OSS Berbasis Risiko, seagaimana tercantum dalam SE Kepala BKPM No.18 Tahun 2021 tetang Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Investasi/Kepala BKPM No.17 Tahun 2021 tentang Peralihan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Menjadi Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko Melalui Sistem OSS. Namun saat mengurus perizinan melalui OSS Berbasis Risiko, salah satu KBLI yang yang terdapat dalam SE 18/2021 belum bisa diproses.

“Memang belum dicoba semua (KBLI), tapi salah satu dari 353 KBLI itu saat diproses belum bisa keluar NIB-nya, belum ada pengampunya. Ini jadi hambatan untuk pelaku usaha karna mereka butuh cepat NIB tersebut tapi ternyata di OSS belum bisa diproses, sudah coba telepon ke OSS tapi katanya memang belum ada dan paling lambat baru tersedia itu 31 Agustus,” kata Febriana.

Kedua, persoalan modal. Apakah modal usaha dalam OSS sama dengan modal usaha yang diatur dalam UU PT, apakah modal usaha sama dengan modal dasar, dan bagaimana dengan modal yang ditempatkan dan disetorkan. Kekhawatirannya ada perbedaan pemahaman antara UU PT. Selain itu terdapat perbedaan besaran modal dasar antara OSS Berbasis Risiko dan PP No.8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil.

Ketiga, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dalam rezim OSS Berbasis Risiko, RDTR merupakan syarat wajib untuk proses perizinan. Hal tersebut jelas diatur dalam PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Setiap kepala daerah wajib mengintegrasikan RDTR ke dalam sistem OSS Berbasis Risiko dalam bentuk digital.

Pasal 53 PP 21/2021 menyatakan, Menteri dan kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal wajib mengintegrasikan RDTR KPN dalam bentuk digital ke dalam sistem OSS.

Sedangkan Pasal 103 menyatakan, Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalur OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Febri mengatakan sejauh ini sistem RDTR belum terintegrasi dengan OSS Berbasis Risiko. RDTR yang tersedia masih sangat terbatas dan belum lengkap. Selain itu adanya syarat RDTR dalam proses perizinan di OSS Berbasis Risiko dinilai dapat memberikan dampak terhadap sektor UMKM yang selama ini banyak menjalankan usaha dari rumah.

“RDTR itu ada tapi belum teintegrasi dengan OSS. Pemda seperti setengah hati, mungkin mereka takut ada dampak ke daerah mereka, tapi kalau tidak ada RDTR maka pelaksanaan OSS Berbasis Risiko tidak akan maksimal. Untuk RDTR ini juga memberatkan UMK, dulu di DKI Jakarta untuk UMK bisa melakukan usaha dari rumah. Tapi saat ini karena ada aturan tata ruang dan pernyataan output OSS UMK harus sesuai tata ruang sehingga pebisnis UMK protes kenapa UMK harus sesuai dengan zonasi tata ruang,” jelas Febri.

Dan keempat adalah penentuan risiko. Dalam OSS Berbasis Risiko, proses izin usaha ditentukan berdasarkan risiko. Semakin tinggi risiko maka semakin kompleks proses perizinan. Namun persoalannya banyak penentuan risiko yang dianggap tidak sesuai dengan jenis usaha.

“Dari segi kebijakan memang jumlah pasalnya ratusan halaman, sehingga menterjemahkannya bingung. Apa yang diamanatkan di PP turunan belum lengkap, contoh salah satu KBLI berbasis RBA sekarang ditimbang sebuah kegiatan usaha risiko apa sehingga menimbulkan efeknya apa. Nah untuk usaha fotografi itu masuk risiko menengah tinggi, mungkin memang ada peralatan yang merugikan, dan juga bidang usaha penerjemah juga masuk ke risiko menengah tinggi. Secara logika tidak ada yang aneh, dampak lingkungannya seperti sampah, tapi masuk ke risiko tinggi, KBLI tidak jelas sehingga izinnya jadi tidak jelas,” ungkap konsultan Easybiz lainnya, Andrey.

Tags:

Berita Terkait