Sejumlah Hambatan dan Tantangan Implementasi OSS Berbasis Risiko
Utama

Sejumlah Hambatan dan Tantangan Implementasi OSS Berbasis Risiko

BKPM terus melakukan perbaikan sekaligus penyempurnaan sistem OSS Berbasis Risiko.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/BKPM), Riyatno. Foto: RES
Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/BKPM), Riyatno. Foto: RES

Sejak diluncurkan awal Agustus lalu, implementasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS Berbasis Risiko) masih menemui banyak kendala. Meski demikian, Kementerian Investasi/BKPM mengaku terus melakukan penyempurnaan terhadap sistem OSS Berbasis Risiko.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/BKPM), Riyatno, Webinar Hukumonline 2021 bekerja sama dengan Assegaf Hamzah & Partner bertajuk “Evaluasi Implementasi dan Implikasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA), Selasa (28/9). 

“Sistemnya memang belum selesai, Insha Allah bulan depan selesai. Jika menemukan kendala, bisa mengontak BKPM,” kata Riyatno.

Berdasarkan catatan dari BKPM, setidaknya terdapat lima hambatan sekaligus tantangan dalam implementasi OSS Berbasis Risiko. (Baca: Sistem OSS RBA Telah Terbitkan Lebih dari 200 Ribu Nomor Induk Berusaha)

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Pertama, Pengiriman email notifikasi seperti registrasi, aktivasi, reset password yang gagal. Adapun upaya perbaikan atau penyempurnaan yang dilakukan oleh BKPM adalah dengan memastikan kembali apakah alamat email tujuan sudah benar, apabila salah akan dilakukan perbaikan alamat email, mengirimkan ulang email notifikasi kepada Pelaku Usaha, dan memperbaki bugs sehingga meminimalkan tingkat kegagalan email notifikasi.

Kedua, pada saat penggantian hak akses OSS 1.1 ke OSS Berbasis Risiko, NIB yang seharusnya terdaftar untuk hak akses yang sama tidak terbaca atau tidak tampil. Terkait hal ini Riyatno menjelaskan bahwa BKPM melakukan penarikan ulang atas hak akses OSS 1.1 yang daftar NIB-nya tidak lengkap.

Ketiga, Duplikasi email pendaftaran hak akses. Biasanya hal ini disebabkan oleh adanya email yang telah digunakan untuk mendaftarkan hak akses OSS 1.1 namun belum memiliki perizinan berusaha. BKPM pun melakukan perbaikan dan penyempurnaan dengan cara menonaktifkan hak akses OSS 1.1 yang belum memiliki perizinan berusaha, sehingga email tersebut dapat digunakan kembali untuk mendaftar hak akses OSS Berbasis Risiko.

Keempat, produk salah pada NIB dan perizinan berusaha lainnya yang telah berlaku efektif pada OSS 1.1. Dalam proses perbaikan dan penyempurnaan sistem, BKPM memperbaiki bugs sehingga pelaku usaha dapat mengunggah produk yang benar atas NIB dan perizinan berusaha lainnya yang telah berlaku efektif pada OSS 1.1, serta mengirimkan email pemberitahuan kepada pelaku usaha bahwa NIB dan perizinan berusaha lainnya tersebut telah diperbaiki.

Kelima, perpanjangan perizinan berusaha. Terkait kendala dan hambatan ini, Riyanto mengaku BKPM tengah melakukan pengembangan fitur perpanjangan perizinan berusaha dan dapat segera digunakan oleh pelaku usaha.

Sementara itu, Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Eko Basyuni, mengatakan bahwa PP No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sudah cukup memberikan kepastian hukum dan komprehensif dalam mengatur OSS Berbasis Risiko. Hanya saja beberapa kendala masih ditemukan dalam implementasinya.

“PP 5/2021 sebenarnya sudah cukup komprehensif dan mencoba membuat segala sesuatu lebih jelas dan konsisten dalam waktu yang cukup panjang,” katanya pada acara yang sama.

Hukumonline.com

Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Eko Basyuni.

Eko memaparkan beberapa hambatan, kendala dan tantangan yang ditemukan saat menggunakan OSS Berbasis Risiko seperti adanya tantangan dalam konsultasi virtual dimana janji untuk konsultasi virtual hanya dapat diperjanjikan setelah proses login. Hal ini menjadi tantangan bagi investor baru untuk melakukan konsultasi virtual dengan BKPM. Bahkan ditemukan beberapa akun memiliki error saat membuat janji konsultasi virtual seperti tombol tidak dapat ditekan.

Kemudian menyoal sinkronisasi terhadap akun dan data OSS v.1.1, dan data dari Kemenkumham. Dalam OSS Berbasis Risiko, permohonan untuk meminta akun dan kata sandi baru tidak selalu berhasil, termasuk untuk akun yang sudah dibuat sejak OSS v.1.1. kemudian data seperti NIB dan Izin Usaha akun OSS dalam V1.1 tidak langsung termigrasi ke OSS RBA ketika login berhasil. Migrasi data dari Kemenkumham ke akun OSS RBA tidak selalu berhasil untuk setiap akun, dan tidak tersedia fitur “force sync” atau semacamnya.

Selain itu, perizinan berusaha belum seluruhnya tersedia. Beberapa fitur untuk melakukan permohonan memperoleh perizinan berusaha tidak seluruhnya tersedia, sebagai contoh TDPSE untuk KP3PMSE dan penyelenggara asing dan terkait Sertifikat Standar.

Eko juga menyebut fitur-fitur terkait Kantor Perwakilan (Representative Office) belum lengkap. Untuk pembukaan KPPA/KP3A, terdapat error setelah mengunggah dokumen permohonan. Bahkan tidak ada prosedur atau fitur untuk penutupan KPPA/KP3A tidak melalui Sistem OSS. Prosedur penutupan KPPA/KP3A yang belum memiliki akun OSS juga belum diatur. Belum terdapat fitur untuk melakukan pelaporan LKPM, fitur untuk melakukan penggantian kepala RO, dan fitur sehubungan dengan KP3PMSE.

Lalu terkat penggunaan Peta Polygon. Penggunaan peta polygon untuk pengajuan lokasi usaha dirasa lebih sulit dibandingkan menggunakan peta koordinat seperti yang OSS v.1.1. Apabila tidak memiliki sumber daya yang mumpuni, Pelaku Usaha perlu menggunakan jasa pihak ketiga untuk dapat membuat peta polygon.

“Dan jangka waktu verifikasi tambahan. Selain jangka waktu memperoleh perizinan berusaha berdasarkan Lampiran I PP No. 5/2021, dimungkinkan juga terdapat proses verifikasi yang dilakukan oleh K/L lain yang memerlukan tambahan waktu. Sebagai contoh, untuk kegiatan usaha industri, diperlukan tambahan waktu untuk verifikasi oleh Kementerian ATR/BPN,” papar Eko.

Tags:

Berita Terkait