Sejumlah guru besar lintas disiplin keilmuan dan profesi yang tergabung dalam Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) mengusulkan kepada pemerintah dan DPR untuk menunda pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang. Pemerintah disarankan merevisi RUU tersebut dengan tim pakar profesional dan semua pemangku kepentingan terkait. Usulan ini didasarkan pada beberapa hal.
FGBLP menyoroti hilangnya pasal terkait mandatory spending dalam RUU Kesehatan. "(a) Hilangnya pasal terkait mandatory spending yang tidak sesuai dengan amanah Abuja Declaration WHO dan TAP MPR RI X/MPR/2001," kata Perwakilan FGBLP Laila Nuranna seperti dikutip Antara dalam acara konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (10/7).
Dia mengatakan isu tersebut berpotensi mengganggu ketahanan kesehatan bangsa karena tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.
Baca juga:
- RUU Kesehatan Perlu Atur Sistem Informasi Kesehatan
- Tiga Catatan Ombudsman terhadap RUU Kesehatan
- Ramai-Ramai Tenaga Kesehatan Demonstrasi Damai Tolak RUU Kesehatan
- Resmi Diboyong ke Paripurna, Ini 14 Materi Pokok dalam RUU Kesehatan
FGBLP juga menilai RUU tentang Kesehatan berisiko bagi stabilitas sistem kesehatan Indonesia. "Berbagai aturan dalam RUU berisiko memantik de-stabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan kesehatan bangsa," kata Laila.
Laila mengemukakan bahwa sejumlah pasal dalam RUU Kesehatan tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan pada ketahanan kesehatan bangsa, termasuk di antaranya pasal tentang organisasi profesi dan kemudahan tenaga kesehatan warga negara asing masuk ke Indonesia.
"Yang mana (ini) tidak menguntungkan mayoritas masyarakat Indonesia, yang masih harus memerangi kemiskinan," kata Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.