Sejumlah Catatan untuk Pansel KPK 2024-2029
Utama

Sejumlah Catatan untuk Pansel KPK 2024-2029

Pansel KPK harus mencermati/menyoroti Capim KPK dari kalangan APH, persoalan loyalitas ganda, dan 2 Pimpinan KPK petahana yang lolos seleksi tertulis. Pansel harus memcermati masukan dari kalangan masyarakat sipil secara bermakna agar bisa memilih Capim-Dewas KPK yang memiliki rekam jejak (integritas), kemampuan, dan keberanian dalam gerakan anti korupsi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Peneliti ICW Diky Anandya (kanan), Pengajar STHI Jentera Asfinawati (kedua dari kiri) bersama narasumber lain dalam diskusi bertajuk 'Menaker Kerja Pansel KPK 2024: Memperlemah Pemberantasan Korupsi?', Jumat (9/8/2024). Foto: Istimewa
Peneliti ICW Diky Anandya (kanan), Pengajar STHI Jentera Asfinawati (kedua dari kiri) bersama narasumber lain dalam diskusi bertajuk 'Menaker Kerja Pansel KPK 2024: Memperlemah Pemberantasan Korupsi?', Jumat (9/8/2024). Foto: Istimewa

Seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim-Dewas KPK) untuk masa jabatan 2024-2028 masih berproses. Panitia Seleksi (Pansel) Capim-Dewas KPK telah mengumumkan hasil tes tertulis yang meloloskan 40 Capim dan 40 Capim dan Dewas KPK, Kamis (8/8/2024) kemarin. Para calon yang diloloskan Pansel itu mendapat sorotan kalangan masyarakat sipil dan akademisi.  

Indonesia Corruption Watch (ICW) melihat tak sedikit kandidat yang lolos berlatar belakang aparat penegak hukum (APH). Hal itu menimbulkan kecurigaan terhadap independensi Pansel. Sebab, nantinya ada potensi keberpihakan yang berlebih kepada aparat penegak hukum.

Peneliti ICW Diky Anandya mencatat setidaknya ada 3 hal yang perlu dicermati Pansel KPK 2024-2029. Pertama, dari 40 Capim KPK yang lolos tes tertulis sebanyak 16 Capim diantaranya berlatar belakang APH yang rinciannya terdiri dari 8 Capim dari Polri, 4 dari Kejaksaan, dan 4 dari MA yang statusnya masih aktif dan purna tugas. Banyaknya jumlah APH yang lolos itu mengindikasikan Pansel tak belajar dari proses seleksi periode sebelumnya di tahun 2019 yang menghasilkan pimpinan KPK yang bermasalah.

“Pansel KPK 2024 seharusnya bisa melihat diskursus di masyarakat dan memperhatikan masukan dari kalangan masyarakat sipil,” kata Diky Anandya dalam diskusi bertajuk “Menaker Kerja Pansel KPK 2024: Memperlemah Pemberantasan Korupsi?”, Jum’at (9/8/2024) kemarin.

Baca Juga:

Diky mengingatkan UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui melalui UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK tidak pernah mengatur pimpinan KPK harus berasal dari perwakilan lembaga penegak hukum. Hal ini penting karena kewenangan utama KPK sebagaimana mandat UU KPK itu yakni melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.

“Jika capim KPK diisi APH, bagaimana rakyat yakin penegakan hukum yang dilakukan KPK bisa berjalan independen, objektif, dan imparsial,” ujarnya.

Kedua, Diky mencatat persoalan setiap tahun yang dihadapi KPK antara lain soal loyalitas ganda. Untuk itu, Capim KPK terpilih tidak hanya sekedar harus mundur dari jabatan sebelumnya, tapi juga APH yang terpilih harus menanggalkan statusnya di lembaga sebelumnya. “Ini agar tidak terjadi masalah loyalitas ganda,” tegasnya.

Ketiga, Diky menyoroti ada pimpinan KPK periode 2019-2024 menjadi bagian dari 40 Capim KPK 2024-2029 yang lolos tes tertulis yakni Johanis Tanak dan Nurul Ghufron. Pansel diminta harus menyoroti tajam kedua nama tersebut apakah pantas untuk menjabat kembali sebagai pimpinan KPK periode berikutnya?

Sebagaimana diketahui bersama kinerja Pimpinan KPK Periode 2019-2024 lebih banyak kontroversi ketimbang prestasi. Termasuk diwarnai beragam pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK. “Tahap seleksi selanjutnya sangat krusial yakni profile assesment, menelusuri rekam jejak capim KPK.”

Dalam menelusuri rekam jejak capim KPK, Diky mendesak Pansel melakukan jemput bola. Menggali banyak informasi tentang rekam jejak para capim KPK apakah memiliki kualitas, kapabilitas, dan moralitas yang tinggi? “Ini pertaruhan terakhir bagi Presiden Jokowi dalam isu pemberantasan korupsi,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Asfinawati mengingatkan pentingnya partisipasi publik bermakna dalam memilih Capim dan Dewas KPK 2024-2029. Partisipasi publik bermakna bukan hanya mendengarkan masukan yang diberikan masyarakat, tapi juga memberi jawaban apakah menerima atau menolak dengan alasan yang jelas.

Asfin menjelaskan masukan masyarakat sipil terhadap Pansel KPK 2019-2024 terbukti valid. Misalnya, sejak awal sudah memberi catatan kritis terhadap beberapa capim, salah satunya Firli Bahuri. Begitu pula pimpinan KPK saat ini Nurul Ghufron yang tak luput dari persoalan.

“Kami sudah menyerukan 4 tahun lalu bahwa Pansel 2019 ini terburuk, maka akan menghasilkan capim KPK yang buruk. Terbukti, pimpinan KPK pernah tersangkut kasus pidana,” papar mantan Ketua YLBHI itu.

Di luar itu, Asfin mengingatkan Pansel jangan memilih orang karena dianggap sebagai mewakil institusi. Sebab, yang utama dalam menyeleksi Capim dan Dewas KPK adalah rekam jejak (integritas), kemampuan, dan keberanian dalam gerakan anti korupsi. “Pansel harus selektif memilih calon yang berlatar belakang APH terutama Polri dan Kejaksaan.”

Tags:

Berita Terkait