Sejumlah Catatan Ormas Islam tentang Rancangan KUHP
Utama

Sejumlah Catatan Ormas Islam tentang Rancangan KUHP

Kalangan ormas Islam setuju mengubah KUHP produk Kolonial menjadi KUHP yang diterbitkan atas dasar karakter dan jati diri bangsa Indonesia, namun dengan sejumlah catatan dan usulan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Perihal contempt of court, meski setuju PBNU memberikan usulan delik ini tidak boleh digunakan untuk membatasi kebebasan atau mengkriminalisasi setiap orang yang berupaya memperjuangkan keadilan untuk diri pribadi, orang lain, atau publik melalui cara-cara yang damai dan beradab. Termasuk tidak boleh pula dengan delik ini untuk membatasi kebebasan atau mengkriminalisasi jurnalis atau media massa yang melakukan peliputan persidangan dengan melakukan tugas dan kode etik profesinya.

Perihal delik penodaan agama pada RKUHP, disikapi oleh PBNU dengan memberi catatan bahwa sebaiknya delik ini tidak sebatas mengatur mengenai penodaan terhadap agama saja, tetapi juga penodaan terhadap aliran kepercayaan yang dianut di Indonesia. Mengenai penggelandangan, PBNU memahami adanya Putusan MK No.29/PUU-X/2012, meski begitu mereka tetap berpendapat jika delik ini hendak dipertahankan maka negara terlebih dahulu wajib menjalankan tanggung jawabnya. Setidaknya menyediakan tempat penampungan bagi fakir miskin dan anak terlantar yang tidak memiliki tempat tinggal.

“Kemudian isu tentang pengguguran kandungan, sikap PBNU adalah setuju dengan catatan. Delik pengguguran kandungan harus dikecualikan untuk tindakan pengguguran yang dilakukan dengan alasan menghindarkan mudharat karena adanya kedaruratan medis yang menimbulkan fatalitas bagi ibu dan/atau janin; (atau) adanya trauma bagi calon ibu yang merupakan korban tindak pemerkosaan,” terangnya.

Berkenaan dengan delik perzinahan, PBNU memandang sebaiknya pengadu dalam delik tersebut dibatasi hanya suami atau istri yang sah saja. Adapun pembuktian dilakukan dengan alat bukti yang sah dan kuat dan tidak berdasarkan keterangan saksi yang mendengar dari orang lain. Sedangkan untuk pemerkosaan, PBNU mengusulkan rumusan delik pemerkosaan terhadap anak tidak perlu ‘menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan’ bila dibuktikan pelaku orang dewasa mengetahui atau patut diduga mengetahui yang disetubuhinya anak di bawah umur.

Perwakilan Pimpinan Pusat Sarekat Islam (PP SI) yang turut menghadiri kesempatan itu menyampaikan sikap terhadap sejumlah isu pasal-pasal RKUHP. Berkaitan pidana mati yang sesungguhnya dianut oleh hukum Islam dengan tujuan preventif dalam hal ini terhadap musuh negara dan pengkhianat negara. Seperti pengedar obat-obatan terlarang; pelaku kejahatan korupsi yang menurut hukum Islam adalah kejahatan berat, sehingga patut dikenakan pidana mati. Demikian pula dengan pelaku tindak pidana kejahatan berencana.

Perihal contempt of court berkaitan dengan publikasi secara langsung persidangan pengadilan, PP SI mengusulkan untuk dihapus. Pasal penodaan agama disebut perlu perhatian dalam menetapkan jangkauan rumusan pidananya baik dalam bentuk, jenis perbuatan, bentuk akibat, serta pelakunya. Lalu rumusan pidana penganiayaan hewan perlu disikapi dengan memperhatikan jenis-jenis hewan yang dianiaya yang masuk kategori tindak pidana.

Sedangkan untuk rumusan penggelandangan sebagai bentuk tindak pidana perlu dilihat dari dua aspek. Ia menyebutkan yang perlu dirumuskan sebagai perbuatan pidana ialah penggelandangan sebagai mata pencaharian yang melanggar berbagai norma hukum.

Tags:

Berita Terkait