Sejumlah Catatan MPR atas Perppu No. 1/2020
Berita

Sejumlah Catatan MPR atas Perppu No. 1/2020

Syarief Hasan menyarankan sebaiknya Perppu Nomor 1/2020 segera diganti dengan UU APBN-P.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan institusinya mendukung penuh langkah pemerintah dalam melawan dan menangani pandemi Covid-19 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Turunan Perppu No. 1/2020 adalah Perpres Nomor 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020.

 

Untuk itu, MPR RI melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan sedang mengkaji Perppu penanganan pandemi Covid-19 tersebut, khususnya menyangkut hak imunitas dan hak anggaran, kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

 

"BPK RI juga sedang melakukan kajian terhadap pengelolaan keuangan negara menghadapi pandemi Covid-19. Berbagai kajian tersebut akan semakin menguatkan dan memberi kontribusi bagi pemerintah untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik dan bersih," kata dia.

 

Pernyataan itu dikatakan Bamsoet usai memimpin teleconference, rapat virtual pimpinan MPR RI dengan pimpinan BPK RI, dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Jumat (17/4/2020) seperti dikutip Antara. Baca Juga: Jerat Pidana Mati Jika Menyalahgunakan Dana Covid-19

 

Bamsoet mengatakan pihaknya tidak ingin pelaksanaan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menuai permasalahan di kemudian hari seperti yang pernah terjadi pada Perppu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang membuat skandal bailout Bank Century. "Kami tidak ingin seperti Perppu Nomor 4 Tahun 2008, dari hasil akhir laporan BPK memuat kerugian negara bukan Rp6,7 triliun melainkan mencapai Rp7,4 triliun," ujarnya.

 

Politisi Partai Golkar itu menilai pemerintah perlu mengambil pelajaran dari pelaksanaan Perppu No.4/2008 antara lain melakukan integrasi data, fair treatment (perlakuan yang adil) yang tidak parsial, tidak keluar dari general rules (aturan umum) dan best practices (praktek terbaik).

 

Selain itu, mengembangkan black list (daftar hitam) untuk memastikan bad actor (aktor jahat) tidak mendapatkan manfaat dari Perppu tersebut dan mitigasi agar tidak ada penumpang gelap yang mencari celah untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan memanfaatkan situasi kedaruratan.

 

"Pemerintah juga perlu membuat simulasi yang komprehensif sedalam apa dampak pandemi Covid-19 terhadap krisis APBN, dan memasukan berbagai skenario kemungkinan tersebut ke dalam fiscal sustainability (fiskal yang berkelanjutan)," lanjutnya.

 

Langkah itu, menurut dia dengan tidak melupakan mitigasi berbagai hambatan implementasi kebijakan makro ke dalam sub-sistem berdasar berbagai temuan BPK yang pernah dipublikasikan terhadap berbagai perkara, sehingga bisa belajar dari sejarah skandal Bank Century.

 

Bamsoet juga mengungkapkan dalam rapat virtual tersebut BPK juga menyampaikan hingga saat ini ada sekitar 42 daerah di Kawasan Timur dan 7 daerah di Wilayah Barat belum menyampaikan laporan keuangannya. "Pimpinan BPK juga sepakat agar Forum Komunikasi antar Pimpinan Lembaga Negara, seperti MPR, DPR, DPD, Kepresidenan, BPK, MA, MK, dan KY diaktifkan kembali," harapnya.

 

Dia menambahkan Pimpinan BPK RI juga meminta MPR mempersiapkan kemungkinan terburuk jika rapat tahunan MPR terpaksa dilakukan secara virtual yang hanya dihadiri secara fisik oleh perwakilan fraksi dan perwakilan unsur DPD.

 

Hadir dalam rapat virtual pimpinan MPR RI dengan pimpinan BPK RI antara lain, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Zukifli Hasan, Arsul Sani, Hidayat Nur Wahid, dan Fadel Muhammad. Baca Juga: Menanti Sikap DPR atas Perppu Penanganan Covid-19

 

Sebaiknya diganti UU APBN-P

Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan meminta DPR untuk menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020, kemudian menggantinya dengan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN-P).

 

"Sebaiknya DPR RI menolak Perppu Nomor 1/2020 ini karena berpotensi melanggar konstitusi, antara lain menarik fungsi anggaran dari DPR RI kepada Presiden, dan menarik atau menggabungkan kebijakan moneter dan fiskal sekaligus di tangan eksekutif," kata Syarief Hasan melalui keterangan tertulis di Jakarta.

 

Politikus Partai Demokrat ini menyarankan agar Perppu Nomor 1/2020 sebaiknya segera diganti dengan UU APBN-P. "Bila Presiden tidak menarik atau mengganti Perppu Nomor 1/2020 dengan APBN-P dan membatalkan Perpres Nomor 54/2020, akan terdapat dua kebijakan Presiden pada tahun 2020 yang berpotensi melanggar konstitusi," ujarnya.

 

Syarief Hasan yang pernah menjabat Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu meyakini pembahasan APBN-P bisa diselesaikan dengan cepat. "Saya yakin semua fraksi akan melakukan pembahasan dengan cepat dan tepat sesuai dengan undang-undang," katanya.

 

Sejak diterbitkan pada 31 Maret 2020, materi muatan Perppu ini menuai kritikan dari sejumlah kalangan. Diantaranya, pertama, substansi Pasal 27 Perppu terkait biaya penanganan pandemi Covid-19 dan penyelamatan perekonomian bukan kerugian negara serta tindakan pejabat pelaksananya dengan itikad baik tidak bisa dituntut/digugat secara pidana/perdata dan bukan objek gugatan TUN. Kedua, substansi Pasal 28 Perppu ini memangkas sebagian fungsi anggaran (budgeting) DPR.

 

Alhasil, Perppu ini digugat ke MK dan sudah diregistrasi secara online. Pada 9 April 2020, pengujian Perppu ini diajukan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan lembaga lain. Kemudian pada 14 April 2020, sejumlah tokoh, seperti Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dan lain-lain mempersoalkan Perppu yang sama.    

Tags:

Berita Terkait