Sebelum disepakati untuk disahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Komnas HAM telah mengingatkan pemerintah dan DPR untuk membenahi berbagai pasal bermasalah dalam RUU KUHP. Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan banyak ketentuan KUHP yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM. Antara lain ketentuan tentang unjuk rasa dan demonstrasi (pasal 256); aborsi (pasal 466 dan 467) berpotensi mendiskriminasi perempuan.
Kemudian ketentuan mengenai tindak pidana Penghinaan Kehormatan atau Martabat Presiden dan Wakil Presiden (pasal 218, 219, 220); penyiaran atau penyebaran berita atau pemberitahuan palsu (pasal 263 dan 264). Serta kejahatan terhadap penghinaan kekuasaan publik dan lembaga negara (pasal 349-350).
“Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya sebagaimana dijamin Pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,” kata Anis dalam konferensi pers, Sabtu (10/12/2022).
Baca Juga:
- Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Tolak KUHP Baru
- Dewan Pers: KUHP Baru Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
- Tok! RUU KUHP Resmi Jadi KUHP Nasional
Komnas HAM juga memberikan catatan terkait dimasukkannya tindak pidana khusus dalam hal ini genosida dan tindak kejahatan kemanusiaan ke dalam KUHP. Anis khawatir hal tersebut menjadi penghalang terhadap penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif, akibat adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Anis menyebut lembaganya merekomendasikan pemerintah untuk memastikan peraturan turunan KUHP tidak mengurangi kewenangan Komnas HAM dalam penyelidikan pelanggaran HAM yang berat. Peraturan turunan itu harus memberikan petunjuk yang pasti untuk mencegah tafsir bermasalah terhadap pasal-pasal yang berpotensi melanggar HAM. Komnas HAM juga akan mengawal proses penyusunan KUHAP dan mendorong masyarakat sipil untuk melakukan upaya-upaya korektif melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisioner Komnas HAM lainnya, Abdul Haris Semendawai, mengatakan Komnas HAM akan terus mengawal KUHP. Misalnya terkait potensi KUHP membatasi kebebasan masyarakat untuk menggunakan hak mereka menyampaikan pendapat dan lainnya. Komnas HAM juga perlu terlibat dalam penyusunan peraturan pelaksana KUHP.
“Seperti hukuman mati agar ketentuan yang sudah diatur dalam KUHP tidak membuka ruang pelaksanaan hukuman mati secara mudah,” ujarnya.
Terhadap putusan kasus pelanggaran HAM berat Paniai dimana majelis hakim PN Makassar membebaskan terdakwa tunggal Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, Semendawai mendesak Jaksa Agung segera melakukan upaya hukum kasasi. Sekaligus mengajukan para pihak yang menjadi komandan dan memiliki tanggung jawab komando atau pengendalian yang efektif terhadap pasukan dalam peristiwa tersebut. Dan pelaku-pelaku lapangan dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat di Paniai untuk segera dituntut ke Pengadilan.
Untuk kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Semendawai mengingatkan Komnas HAM telah membentuk Tim Ad Hoc penyelidikan kasus pembunuhan aktivis Munir pada Agustus 2022. Komnas HAM berkomitmen untuk segera melanjutkan pekerjaan Tim Ad Hoc yang sudah disusun agar dapat segera menyelesaikan tugasnya.
“Dalam waktu dekat, Komnas HAM akan memperbarui personal tim penyelidik melalui Rapat Paripurna Komnas HAM, sehingga Anggota Komnas HAM yang baru dapat terlibat secara langsung dalam tim tersebut,” imbuhnya.