Sejumlah Catatan FH UII Terkait Problematika Kewarganegaraan Ganda
Terbaru

Sejumlah Catatan FH UII Terkait Problematika Kewarganegaraan Ganda

Ke depan, kajian ini dapat dikembangkan dengan melibatkan berbagai sumber daya yang lebih luas dan dapat didukung oleh data-data empiris dan sosiologis, sehingga menambah perspektif kajian, utamanya aspek perbandingan.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit

Di akhir diskusi, para akademisi FH UII Yogyakarta menyusun inti kesimpulan dari substansi kajian mengenai kewarganegaraan ganda yang telah disusun secara akademis. Pertama,penerapan kewarganegaraan ganda di Indonesia menemui hambatan yuridis karena belum diaturnya peluang bagi warga negara Indonesia untuk memiliki status kewarganegaraan ganda secara tidak terbatas. Sebab, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan baru sebatas mengakomodasi dan melindungi status kewarganegaraan ganda secara terbatas yaitu hanya bagi anak-anak sampai dengan usia 21 tahun.

Kedua,peluang penerapan kewarganegaraan ganda di Indonesia dapat ditinjau dari 2 perspektif yakni perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak warga negara serta globalisasi dan transnasionalisasi. Ketiga,pengadopsian kewarganegaraan ganda di Indonesia menemui sejumlah tantangan diantaranya tantangan pada aspek: (1) Ideologi negara, terutama ketika warga negara memiliki kewarganegaraan ganda dengan negara yang ideologi negaranya saling bertolak belakang atau dilarang diantara salah satu atau keduanya; (2) Kepentingan nasional dan pertahanan-keamanan.

Politik hukum UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan tidak menganut asas kewarganegaraan ganda, melainkan hanya kewarganegaraan ganda secara terbatas. Dari segi politik hukum pertahanan dan keamanan, hal ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan dalam rangka kepentingan nasional; (3) Hukum perdata dan kekerabatan.

Salah satu implikasi kewarganegaraan ganda ialah membuka peluang terhadap besarnya angka perkawinan campur, berdampak pada kedudukan anak sebagai subyek hukum; kepemilikan harta benda; hak politik; hak publik dan keperdataan lainnya. Saat ini belum ada instrumen yang mampu menjembatani hak seseorang yang lahir dari perkawinan campuran, kecuali anak tersebut secara tegas memilih kewarganegaraan;  

(4) Hukum pidana, terutama berkaitan dengan kerumitan dan pentingnya kecermatan dalam penerapan hukum pidana terhadap setiap orang yang mempunyai kewarganegaraan ganda; dan (5) Hukum tata negara, terutama berkaitan dengan tantangan terhadap pemenuhan jaminan atas hak-hak konstitusional bagi warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan ganda, seperti hak politik, hak hak untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, maupun hak atas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan.

Ke depan, kajian ini dapat dikembangkan dengan melibatkan berbagai sumber daya yang lebih luas dan dapat didukung oleh data-data empiris dan sosiologis, sehingga menambah perspektif kajian, utamanya aspek perbandingan. Selain itu, hasil kajian ini dapat disebarluaskan untuk mengedukasi masyarakat mengenai gagasan dan solusi problematik kewarganegaraan ganda di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait