Sederhanakan Proses Ekspor-Impor, Pemerintah Pangkas Ratusan Regulasi
Utama

Sederhanakan Proses Ekspor-Impor, Pemerintah Pangkas Ratusan Regulasi

Penyederhanaan regulasi di bidang ekspor-impor diharapkan mampu meningkatkan ease of doing business, investasi, kinerja perdagangan, dan lapangan pekerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Narasumber webinar Hukumonline bertema Webinar Cipta Kerja Series #3: 'Perkembangan Terkini Ekspor dan Impor di Indonesia serta Implikasi Pasca Putusan MK terhadap Undang-Undang Cipta Kerja', Kamis (23/6/2022). Foto: ADY
Narasumber webinar Hukumonline bertema Webinar Cipta Kerja Series #3: 'Perkembangan Terkini Ekspor dan Impor di Indonesia serta Implikasi Pasca Putusan MK terhadap Undang-Undang Cipta Kerja', Kamis (23/6/2022). Foto: ADY

Pemerintah mengandalkan investasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk mendukung langkah tersebut pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi salah satu yang utama yakni UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beleid yang sempat diuji materil dan formil ke MK itu mengubah puluhan UU, antara lain yang mengatur tentang mekanisme ekspor dan impor.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menerbitkan setidaknya 2 peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020 terkait ekspor dan impor. Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan No.19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor yang diubah terakhir melalui Permendag No.12 Tahun 2022. Kedua, Permendag No.20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana diubah terakhir melalui Permendag No.25 Tahun 2022. Peraturan baru itu mencabut peraturan lainnya terkait ekspor dan impor.

Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kementerian Perdagangan RI, Bambang Jaka Setiawan, mengatakan secara umum UU No.11 Tahun 2020 memandatkan penyederhanaan regulasi, termasuk bidang perdagangan luar negeri. Menindaklanjuti mandat tersebut aturan terkait perdagangan luar negeri disederhanakan dari 118 aturan menjadi kurang dari 10 aturan, antara lain Permendag No.19 Tahun 2021 dan Permendag No.20 tahun 2021 itu.

“Dampak yang diharapkan dari penyederhanaan regulasi itu seperti meningkatnya ease of doing business, investasi, kinerja perdagangan, dan lapangan pekerjaan,” kata Bambang dalam diskusi yang diselenggarakan Hukumonline bertema Webinar Cipta Kerja Series #3: “Perkembangan Terkini Ekspor dan Impor di Indonesia serta Implikasi Pasca Putusan MK terhadap Undang-Undang Cipta Kerja,” Kamis (23/6/2022).

Baca Juga:

Substansi perdagangan luar negeri diatur dalam 4 Peraturan Pemerintah meliputi PP No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; PP No.29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan; dan PP No.40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Terakhir, PP No.41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Kementerian Perdagangan menindaklanjuti mandat 4 PP itu dengan menerbitkan setidaknya 8 Permendag. Antara lain Permendag No.15 tahun 2021 tentang Perlakuan Penundaan atas Ketentuan Pembatasan dan Tata Niaga Impor di Kawasan Ekonomi Khusus; Permendag No.16 Tahun 2021 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis di Bidang Perdagangan Luar Negeri; dan Permendag No.17 Tahun 2021 tentang Eksportir dan Importir yang Bereputasi Baik.

Selanjutnya Permendag No.18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor sebagaimana diubah terakhir lewat Permendag No.40 Tahun 2022. Permendag No.19 tahun 2021 dan Permendag No.20 Tahun 2022 yang masing-masing telah diubah terakhir melalui Permendag No.12 Tahun 2022 dan Permendag No.25 Tahun 2022.

Berikutnya Permendag No.30 Tahun 2021 tentang Ketentuan Ekspor CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil sebagaimana diubah terakhir lewat Permendag No.39 tahun 2022. Terakhir Permendag No.38 Tahun 2021 tentang Program Percepatan Penyaluran CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil Melalui Ekspor.

Mekanisme yang disediakan untuk mengakses layanan publik di bidang ekspor impor juga disederhanakan melalui Single Sign On (SSO). Melalui sistem tersebut para pengguna layanan pemerintahan berbasis elektronik hanya perlu satu kali melakukan login untuk dapat mengakses beberapa sistem. “Dengan demikian para pengguna tidak perlu lagi login di masing-masing aplikasi, tapi cukup mengingat satu hak akses user,” ujar Bambang.

Sistem perizinan ekspor-impor juga telah terintegrasi melalui Single Submission (SSm). Bambang menjelaskan SSm Perizinan ditujukan untuk memudahkan pelaku usaha ekspor dan impor karena hanya perlu menggunakan 1 sistem/aplikasi dari instansi pemerintah.

PP Perdagangan

Partner Dentons HPRP Law Firm, Andre Rahadian, mencatat UU No.11 Tahun 2020 mengubah sejumlah ketentuan dalam UU di bidang perdagangan. Misalnya UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, ada perubahan kewenangan yang tadinya ada di daerah ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat. Rujukan peraturan pelaksana menjadi Peraturan Pemerintah (PP), perubahan nomenklatur perizinan menjadi perizinan berusaha, dan sanksi administratif yang diatur melalui PP.

Kemudian perubahan UU No.2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal meliputi perubahan kewenangan dari Menteri Perdagangan menjadi sepenuhnya Pemerintah Pusat. Rujukan pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) diubah menjadi PP. Kewajiban pemenuhan perizinan berusaha bagi pelaku usaha yang membuat dan/atau yang melakukan impor alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya ke dalam wilayah Indonesia.

Selain itu, UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal juga diubah antara lain ketentuan sertifikat halal tidak hanya dilakukan melalui fatwa MUI. Sekarang penerbitan sertifikat halal melalui Kementerian Agama. “Sehingga mempercepat proses penetapan fatwa halal dan tidak terjadi monopoli penetapan fatwa halal,” kata Andre dalam kesempatan yang sama.

Hukumonline.com

Partner Dentons HPRP Law Firm, Andre Rahadian.

Sebagai salah satu peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020, Andre mencatat sedikitnya ada 6 poin penting dalam PP No.29 tahun 2021, diantaranya. Pertama, semua barang yang diperdagangkan di dalam negeri wajib menggunakan label berbahasa Indonesia. Pihak yang diberi kewajiban untuk menggunakan label berbahasa Indonesia itu adalah produsen untuk barang produksi dalam negeri. Kemudian importir untuk barang impor. Pihak pengemas juga dikenakan kewajiban ini untuk barang yang diproduksi di dalam negeri atau impor yang dikemas di wilayah Indonesia serta pedagang pengumpul.

Kedua, distribusi barang. Andre menyebut waralaba masuk dalam golongan distribusi barang tidak langsung. Pengaturan mengenai keberlakukan penunjukan distributor tunggal paling sedikit untuk waktu 5 tahun dan wajib diperpanjang 1 kali. Ada larangan bagi produsen untuk mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen, kecuali bagi produsen dengan skala usaha mikro dan usaha kecil serta produsen barang yang mudah basi atau tidak tahan lebih lama dari 7 hari. Serta larangan bagi pengecer untuk melakukan impor barang.

Ketiga, sarana perdagangan. Andre menjelaskan pemilik gudang tidak diharuskan untuk memiliki tanda daftar gudang (TDG) jika gudang itu memenuhi persyaratan antara lain berada di tempat penimbunan berikat atau tempat penimbunan lainnya yang berada di bawah pengawasan langsung Dirjen Bea dan Cukai.

Kewajiban pencatatan administrasi gudang dilakukan oleh pemilik gudang mengenai jenis dan jumlah barang yang disimpan termasuk barang masuk dan keluar. Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan perizinan berusaha/TDG kepada provinsi, dan kabupaten/kota setempat. “Tujuannya untuk memperpendek alur pengawasan,” ujarnya.

Keempat, standardisasi, Andre mengatakan barang yang diperdagangkan di dalam negeri wajib tersertifikasi SNI atau standar teknis. Standardisasi ini harus dipenuhi pengusaha yang mendistribusikan barang baik nasional atau barang impor.

Kelima, pengembangan ekspor, dimana pemerintah memberikan dukungan berupa insentif dalam bentuk fiskal dan/atau non fiskal, fasilitas, informasi peluang pasar, bimbingan teknis dan lainnya. Keenam, untuk metrologi legal, Andre menambahkan adanya kewajiban mengantongi persetujuan tipe untuk setiap alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan yang diproduksi di dalam negeri sebelum beredar di pasar atau yang berasal dari impor sebelum masuk wilayah Indonesia.

Tags:

Berita Terkait