Sederet ‘Ancaman’ Bagi Ormas
Berita

Sederet ‘Ancaman’ Bagi Ormas

SKT bisa digunakan mengawasi ormas, meskipun selama ini terkesan tumpul.

Mys
Bacaan 2 Menit
Sederet ‘Ancaman’ Bagi Ormas
Hukumonline

Tanpa banyak gembar gembor, selama sebulan terakhir, Kementerian Dalam Negeri telah memberlakukan pedoman baru pendaftaran organisasi kemasyarakatan. Setiap organisasi kemasyarakatan, dalam regulasi ini disingkat orkemas, wajib mendaftarkan keberadaannya ke Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah. Pengecualan atas kewajiban mendaftar hanya berlaku bagi orkemas yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2012, beleid terbaru dimaksud, memuat rambu-rambu yang mesti ditaati pengurus orkemas. Sebagian berupa larangan yang jika diabaikan bisa mencabut ‘nyawa’ administratif orkemas.

Apa saja ‘ancaman’ bagi orkemas? Sebut saja apa yang masih ramai diperbincangkan masyarakat: orkemas yang anggotanya berbuat anarki. Jika ada pengaduan dari masyarakat mengenai aktivitas orkemas yang meresahkan, Menteri Dalam Negeri atau kepala daerah dapat membekukan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) orkemas tersebut. Demikian pula jika orkemas “mengganggu ketenteram dan ketertiban umum serta melanggar norma kesusilaan yang dianut masyarakat”. Atau ‘melakukan tindakan premanisme, anarkisme, dan tindakan kekerasan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan’.

Oh ya, SKT adalah surat yang diterbitkan Menteri Dalam Negeri atau kepala daerah yang menerangkan bahwa suatu organisasi kemasyarakatan telah tercatat pada administrasi pemerintahan sesuai tahapan dan persyaratan. SKT diterbitkan setelah dilakukan penelitian lapangan terhadap pengurus dan orkemas bersangkutan.

Rambu lain yang siap mengancam nyawa orkemas adalah bantuan asing. Orkemas tak bisa sembarangan menerima dana. Pertama, orkemas akan dimata-matai dari kacamata pidana pencucian uang, terorisme, dan separatisme. Kedua, penerimaan bantuan asing harus atas restu pemerintah. Demikian pula jika orkemas nasional hendak memberikan bantuan kepada pihak asing.

Itu hanya sebagian dari 20 jenis ‘rambu’ yang harus dipatuhi orkemas jika tak ingin SKT-nya dibekukan. Pembekuan memang belum berarti cabut nyawa bagi orkemas. SKT masih bisa diperoleh kembali jika dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan Kementerian dan kepala daerah. Jika tidak, maka SKT dicabut. SKT yang telah dicabut tak bisa diaktifkan kembali. Konsekuensinya, orkemas ‘dimasukkan ke dalam daftar organisasi bermasalah’.   

Beleid Mendagri juga mengatur masa berlaku SKT. Mendaftar ke Kementerian atau pemerintah daerah tak lantas menjadi pendaftaran seumur hidup. Masa berlaku SKT sudah dibatasi menjadi lima tahun. Jadi, setiap lima tahun sekali, orkemas harus memperbarui SKT-nya. Bahkan perubahan di tengah jalan bisa dilakukan jika nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orkemas berubah.

Meskipun ada sederet rambu yang harus dipenuhi orkemas, fakta di lapangan bisa menunjukkan lain. Selama ini aksi anarkis dan premanisme sudah sering dilakukan aktivis orkemas, tetapi nyaris tak ditindak secara hukum oleh pemerintah. Beleid ini berpotensi mandul di lapangan.

Potensi tidak berjalannya beleid ini juga bisa datang dari Kementerian Dalam Negeri atau pemerintah daerah. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandi mengatakan sudah ada problem organisasi kemasyarakatan di hulu, yang kemudian tertular ke Permendagri No. 33 Tahun 2012.

Soal pendaftaran orkemas, misalnya. Menurut Ronald, sifat pendaftaran seharusnya sukarela saja. Bagi orkemas yang sudah berstatus hukum dan mendaftarkan diri ke Kementerian Hukum dan HAM, tidak perlu lagi mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam Negeri. “Isunya kan ada di manajemen data antar kementerian, yang praktiknya masih banyak yang perlu dibenahi,” tegas Ronald.

Tags: