Namun, Ketua MA Bagir Manan tiba-tiba saja mengumumkan bahwa kesepuluh orang hakim yang telah menjalani training korupsi beberapa waktu lalu, langsung diangkat menjadi hakim pengadilan korupsi. Padahal sebelumnya, seleksi yang dilakukan hanya ditujukan untuk mengikuti training, dan bukan menjadi hakim pengadilan korupsi.
Sebagaimana telah diberitakan hukumonline sebelumnya, Ketua MA Bagir Manan mengatakan bahwa tidak diperlukan lagi seleksi terhadap kesepuluh orang hakim yang telah mengikuti training korupsi. Buat apa diseleksi lagi, kalau tim penyeleksinya kita-kita juga, tutur Bagir
Berikut ini kesepuluh nama hakim karir tersebut
No. | Nama Hakim | Posisi sekarang |
1. | Teguh Haryanto | Hakim yustisial di MA |
2. | Masrudin Chaniago | Ketua PN Koto Baru |
3. | Murdiono | Hakim PN Kendal, Jateng |
4. | Mansyurdin Chaniago | Hakim PN Lubuk Basung |
5. | Hj. Martani Marjo | Hakim yustisial di MA |
6. | Kresna Menon | Ketua PN Ngawi, Jatim |
7. | Gusrizal | Waka PN Payakumbuh |
8. | Edar Nixon Patinusarani | Hakim PN Magelang |
9. | Sutiyono | Hakim PN. Salatiga |
10. | Mufti | Hakim PN. Bekasi |
Sumber : penelusuran hukumonline
Perlu uji publik
Sementara itu, Sukma Violeta dari Partnership yang membantu pihak MA dan Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan seleksi dan training korupsi untuk hakim dan jaksa mengatakan, apa yang dilakukan Partnership hanyalah memfasilitasi. Sedangkan proses penentuan siapa nama para hakim dan jaksanya dilakukan oleh kedua lembaga tersebut.
"MA dan Kejagung yang melaksanakan penentuan nama itu, karena kami tidak mungkin masuk ke substantif, apalagi menentukan nama-namanya. Partnership hanya watchdog," papar Sukma ketika dihubungi hukumonline (29/1).
Namun begitu, Sukma menandaskan bahwa penyeleksian terhadap para hakim dan jaksa karir yang mengikuti training korupsi memang berbeda dengan proses seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akan tetapi waktu itu proses seleksinya juga bukan dengan proses yang terjadi pada seleksi hakim pengadilan niaga, dimana pemilihannya asal tunjuk.
Menurut Sukma, para hakim dan jaksa yang mengikuti training korupsi adalah mereka yang lolos seleksi oleh dua konsultan human resources development (HRD) berskala global. Kandidat harus mengikuti serangkaian wawancara, interview, dan kuesioner. "Dan ketika itu kami meminta agar faktor integritas yang diutamakan," papar Sukma.
Untuk itu Sukma menyarankan, karena yang mengikuti training ternyata diangkat menjadi hakim pengadilan korupsi, maka sebaiknya ada uji publik terhadap sepuluh hakim karir. Pasalnya, seperti juga pemilihan pimpinan KPK, perlu juga ada uji publik terhadap agar diketahui track record dari hakim yang bersangkutan, apakah memang bersih.
Menurut sumber hukumonline yang dekat dengan kalangan pejabat MA, ada beberapa pejabat di kalangan MA yang mempertanyakan bagaimana bisa kesepuluh nama yang mengikuti training dan pelatihan korupsi, tiba-tiba saja diangkat menjadi hakim pengadilan korupsi. Padahal banyak di antara mereka yang diragukan integritasnya.
"Apa lebihnya mereka. Saya melihat malah ada beberapa yang saya kenal tidak jujur," papar sumber hukumonline mengutip seseorang pejabat MA mengomentari keputusan Ketua MA Bagir Manan menetapkan mereka sebagai hakim karir pengadilan korupsi.
Selain integritas para hakim itu yang dipertanyakan, ditengarai, proses seleksi hakim karir pengadilan korupsi pun dilakukan MA tidak secara terbuka dan transparan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mensyaratkan rekrutmen hakim pengadilan korupsi, baik karir dan non karir, dilakukan secara transparan dan partisipatif.