SE Mendagri Jadi Dasar Pencopotan Pejabat Eks Napi
Berita

SE Mendagri Jadi Dasar Pencopotan Pejabat Eks Napi

Surat Edaran ini berlaku surut sehingga bisa dijadikan dasar untuk mencopot pejabat yang sudah terlanjur dipromosikan.

NOV
Bacaan 2 Menit

Selain dihukum 2,5 tahun penjara, September 2008, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan penjara kepada Azirwan. Azirwan dinyatakan terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR dari fraksi PPP, Al Amin Nasution dan dijerat Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor.

Namun, Azirwan telah mengundurkan diri dari jabatan barunya terhitung sejak 22 Oktober 2012. ICW mencatat masih ada sembilan mantan narapidana yang kembali diangkat menjadi pejabat di Kepulauan Riau dan Riau. Mereka merupakan terpidana kasus korupsi yang divonis kurang dari empat tahun penjara.

Beberapa diantaranya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Lingga Iskandar Ideris, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Lingga Dedy ZN, Kepala Satpol PP Lingga Togi Simanjuntak, Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Lingga Jabar Ali, Kepala Bidang Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Lingga Badoar Hery.

Salah Kaprah
Surat Edaran Mendagri yang melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat struktural dianggap tidak tegas. Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho menyatakan, selain melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat, seharusnya Surat Edaran itu menegaskan pemecatan terhadap PNS koruptor.

Sesuai ketentuan UU Pokok-Pokok Kepegawaian, PNS yang melanggar janji atau sumpah jabatan dan menjadi terpidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat. Menurut Emerson, hal itu sudah dapat dijadikan dasar untuk memecat PNS koruptor. Namun, kerap kali terjadi salah kaprah dalam mendefinisikan Pasal 23 ayat (3).

“Coba cek, Pasal 23 ayat (3) UU Kepegawaian, bahasanya diancam, bukan dihukum. Ini siasat Kemendagri. Pasal 23 ayat (5) jelas menyebutkan, PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” jelasnya.

UU Pokok-Pokok Kepegawaian

Pasal 23 ayat (3) huruf b: Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.

Pasal 23 ayat (5) huruf c: Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara  atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Frasa“tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman kurang dari empat tahun” ini sering disalahartikan dan disamakan dengan lamanya masa pidana. Padahal, sudah jelas “ancaman pidana” dan “lama masa pidana” berbeda arti. Mayoritas pasal korupsi, ancaman pidana maksimalnya lebih dari empat tahun penjara.

Dengan demikian, berapapun hukumannya, PNS yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap harus diberhentikan dengan tidak hormat. Emerson berpendapat, tidak ada satu pun alasan mendasar untuk memberikan kesempatan kepada PNS koruptor untuk kembali menjadi PNS.

“Bahkan setelah menjalani hukumannya, tidak ada alasan PNS koruptor kembali menjadi PNS atau memperoleh jabatan seperti semula atau bahkan dipromosikan dalam jabatan struktural. Ini menunjukan mulai terjadi pergesaran dari sikap zero tolerance terhadap koruptor menjadi 100 persen tolerance terhadap koruptor,” tutur Emerson.

Tags: