Saut Situmorang, Antara Laporan Polisi dan Komite Etik
Berita

Saut Situmorang, Antara Laporan Polisi dan Komite Etik

KPK akan gelar Komite Etik jika ada etika yang dilanggar Saut.

NOV/ANT
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berkeras untuk memperkarakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang ke jalur hukum. Hal itu dibuktikan dengan tindakan Ketua Umum PB HMI, Mulyadi yang melaporkan Saut ke Bareskrim Mabes dengan dugaan pencemaran nama baik dan/atau fitnah.

Pelaporan ini merupakan imbas dari pernyataan Saut dalam acara Talk Show Benang Merah di salah satu televisi swasta nasional bertajuk "Harga Sebuah Perkara" pada 5 Mei 2016. Saut melontarkan ucapan, "Saya selalu bilang, kalau di HMI minimal dia LK 1. Iya kan. Lulus tuh anak mahasiswa, pintar, tapi ketika menjadi menjabat, dia jahat, curang, greedy (serakah)".

Pernyataan Saut tersebut membuat HMI meradang. Bahkan, saat demo HMI di KPK pada 9 Mei 2016 lalu, terjadi kericuhan yang mengakibatkan aparat terluka. Tidak hanya HMI, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) pun ikut bereaksi. Beberapa waktu lalu, anggota Majelis Penasihat KAHMI Fahmi Idris menyambangi KPK untuk bertemu Saut.

Namun, Saut tidak berada di tempat, sehingga Fahmi gagal bertemu mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu. Fahmi sempat menyatakan, dirinya akan meminta pertanggungjawaban Saut secara hukum. Selaku mantan pejabat dan alumni HMI, ia merasa tidak terima dengan pernyataan Saut yang dinilai menghina HMI.

Pasca peristiwa itu, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Mahfud MD juga menyambangi KPK. Mahfud mengaku dirinya diundang untuk menjadi khatib shalat Jumat sekaligus bersilaturahmi dengan pegawai dan pimpinan KPK. Walau begitu, Mahfud tak menampik sempat berdialog mengenai HMI dan Saut.

"Intinya, berproses pada organisasi masing-masing. HMI, KAHMI, punya jalurnya sendiri yang diputuskan organisasinya. Semua harus menjalankan itu demi kebaikan. Yang KPK, Pak Saut mengatakan mengikuti proses-proses yang terjadi di masyarakat. Beliau juga sudah minta maaf dan menjelaskan duduk permasalahannya," katanya, Jumat (13/5).

Mahfud menjelaskan, HMI sudah memutuskan untuk tetap menempuh jalur hukum. Terkait dengan kericuhan di KPK, PB HMI juga menjamin tidak akan lagi ada demo-demo anarkis. Begitu pula dengan KAHMI yang mengambil sikap untuk menuntut permintaan maaf dari Saut di media nasional selama lima hari berturut.

"Itu keputusannya yang minta maaf di media nasional, bukan saya, tapi Rakernas (Rapat Kerja Nasional) KAHMI, ketika saya lagi di Mekah. Oleh karena itu putusan Rakernas, kan tidak bisa dibatalkan sepihak. Makanya itu, yang saya bilang sedang berproses," ujarnya seraya menambahkan, KAHMI dan HMI memiliki keputusan sendiri.

Ketika ditanyakan, apakah permintaan maaf Saut tidak cukup? Mahfud belum bisa memberikan jawaban secara pasti. Begitu pula saat ditanyakan adakah rencana untuk mencabut laporan polisi apabila Saut telah meminta maaf lima hari berturut-turut di media nasional. "Nanti kita lihat perkembangannya saja," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, setelah pernyataan mendapat respon negatif dari HMI dan KAHMI, Saut langsung menggelar konferensi pers di KPK. Ia meminta maaf atas pernyataannya. Ia merasa ada kesalahpahaman, karena sebenarnya tidak ada maksud untuk menyinggung HMI. "Sekali lagi, saya mohon maaf atas pernyataan saya," tuturnya.

Komite etik
Terkait pernyataan Saut yang dianggap menyinggung HMI dan para alumninya, KPK juga mengambil langkah. Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan pihaknya sedang melakukan pengumpulan bahan dan keterangan  terkait dugaan tersebut. "Artinya, kami mencoba mencari tahu apakah memang ada norma etika yang dilanggar," terangnya.

Menurutnya, dari hasil pengumpulan bahan dan keterangan itu, akan ditentukan apakah perlu atau tidak menggelar Komite Etik. Lalu, terkait dengan demo anarkis HMI di KPK, Agus mengaku, sebenarnya KPK bisa menempuh jalur hukum. "Tapi, masa' kita mau berantam masalah itu? Jadi, saya tidak akan menempuh jalur hukum," imbuhnya.

Di KPK, terdapat dua kode etik, yaitu kode etik untuk pimpinan dan kode etik untuk pegawai KPK. Jika pegawai KPK yng melanggar, maka akan melalui pengawasan internal, kemudian ke Dewan Pengawas Pusat (DPP) dan akhirnya dibentuk majelis etik. Sementara, apabila pimpinan KPK yang melanggar, maka akan dibentuk Komite Etik.

Sesuai Pasal 7 ayat (1) Keputusan Pimpinan KPK No : KEP-06/P.KPK/02/2004 tentang Kode Etik Pimpinan KPK, pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan terhadap kode etik ini dikenakan sanksi sesuai kesalahannya. Pada ayat (2), penjatuhan sanksi akan ditentukan oleh Komite Etik yang terdiri dari gabungan pimpinan dan penasihat KPK, serta seorang atau lebih narasumber yang berasal dari luat KPK. Narasumber tersebut ditentukan oleh gabungan pimpinan dan penasihat KPK.

Sidang Komite Etik pernah digelar di periode sebelumnya, ketika muncul dugaan pembocoran draf Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja dinyatakan terbukti melanggar kode etik. Masing-masing dikenakan sanksi sedang dan ringan.

Komite Etik yang kala itu diketuai Anies Baswedan, menghukum Samad dengan peringatan tertulis dan Adnan dengan peringatan lisan. Komite juga meminta Samad untuk memperbaiki perilaku, serta mampu membedakan hubungan bersifat pribadi dan profesional. Sementara, akibat kebocoran itu, Sekretaris Samad, Wiwin Suwandi dipecat.
Tags:

Berita Terkait