Satu Tahun Kudeta, Indonesia Desak Militer Myanmar Laksanakan 5 Konsensus ASEAN
Terbaru

Satu Tahun Kudeta, Indonesia Desak Militer Myanmar Laksanakan 5 Konsensus ASEAN

Terdapat 5 poin pernyataan Indonesia atas satu tahun kudeta militer di Myanmar yang disampaikan melalui Kemlu. Karena hingga kini masih tidak terdapat kemajuan signifikan atas implementasi 5PC tersebut yang disampaikan ASEAN kepada Myanmar.

CR-28
Bacaan 3 Menit
Aksi menolak Pimpinan Pasukan Junta Militer Myanmar (Tatmadaw) Jenderal Min Aung Hlaing yang hadir dalam KTT ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021) lalu. Foto: RES
Aksi menolak Pimpinan Pasukan Junta Militer Myanmar (Tatmadaw) Jenderal Min Aung Hlaing yang hadir dalam KTT ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021) lalu. Foto: RES

Satu tahun berlalu sejak terjadinya kudeta di Myanmar pada 1 Februari 2021 lalu. Kala itu, militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih sekaligus pemenang Nobel Aung San Suu Kyi. Atas penggulingan pemerintah oleh militer, mendapatkan respon dari masyarakat internasional yang menentang kudeta tersebut. Banyak kalangan masyarakat setempat yang awalnya menggelar unjuk rasa damai. Seiring waktu berjalan dengan makin maraknya warga Myanmar yang demonstrasi, aksi itu memicu peristiwa berdarah yang menelan banyak korban jiwa.

Pada Maret 2021 sebagaimana dikutip dari berbagai media, para pemimpin kudeta memerintahkan tentara melakukan apapun untuk menghentikan gerakan protes. Masyarakat sipil yang menjadi saksi atas ditembak matinya orang-orang yang tergabung dalam aksi unjuk rasa. Atas hal tersebut, masyarakat kemudian mulai menganggap jalan kekerasan adalah solusi.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia melalui laman twitter resminya @Kemlu_RI telah menyampaikan bahwa pada Selasa (1/2/2022) kemarin telah menandai tepat 1 tahun pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar. “Hari ini menandai 1 tahun pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar. Indonesia mengecam tindakan tersebut,” demikian isi poin pertama rilis Kemlu itu.

Menanggapi isu Myanmar ini, sebagai suatu wadah regional bagi negara-negara di Asia Tenggara, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah mengulurkan bantuan kepada pemerintahan Myanmar melalui five points consensus (5PC). Akan tetapi, hingga kini masih tidak terdapat kemajuan signifikan atas implementasi 5PC. Poin-poin konsensus tersebut sebelumnya dicapai setelah pertemuan puncak yang diadakan di Jakarta pada 24 April 2021 lalu. Dalam kesempatan pertemuan puncak pemimpin khusus itu juga turut dihadiri Min Aung Hlaing yang merupakan pemimpin Junta Militer (pemerintahan diktator militer) Myanmar.

(Baca Juga: Melihat Status Kudeta Militer dalam Perpektif Hukum Internasional)

Sebelumnya pada April 2021 lalu, Ketua ASEAN Sultan Brunei, menyatakan bahwa para pemimpin menyerukan 5PC untuk menyelesaikan keadaan darurat Myanmar yang terdiri atas penghentian (secepatnya) kekerasan di Myanmar; dialog konstruktif di antara semua pihak terkait untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat; mediasi yang difasilitasi utusan ketua ASEAN atas bantuan Sekretaris Jenderal; bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh AHA Center ASEAN (ASEAN Coordinating Centre For Humanitarian Assistance); dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait (yang bertikai).

“Sebagai keluarga, ASEAN telah mengulurkan bantuan, melalui 5PC. Sangat disayangkan, sampai saat ini tidak terdapat kemajuan signifikan terhadap pelaksanaan 5PC,” begitulah bunyi poin kedua pernyataan Kementerian Luar Negeri.

Hingga kini, sebagaimana yang diberitakan berbagai media cetak dan online, keadaan di Myanmar kian memanas. Para kaum muda-mudi bahkan banyak yang meninggalkan jalan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi demi melakukan gerakan protes anti kudeta militer. Mereka memilih penggunaan kekerasan untuk menentang kudeta militer yang terjadi di Myanmar.  

Tags:

Berita Terkait