Satu Lagi, Pengembang Apartemen Dimohonkan Pailit
Berita

Satu Lagi, Pengembang Apartemen Dimohonkan Pailit

Tujuh konsumen memohonkan pailit PT Megacity Development karena tak memenuhi janjinya membangun apartemen. BPPN juga pernah memohonkan pailit perusahaan itu.

Mon
Bacaan 2 Menit
Meski sudah melunasi pembayaran, konsumen tak pernah terima <br> apartemen yang dijanjikan. Ilustrasi foto: Sgp
Meski sudah melunasi pembayaran, konsumen tak pernah terima <br> apartemen yang dijanjikan. Ilustrasi foto: Sgp

Satu lagi pengembang apartemen dimohonkan pailit oleh konsumen. Seperti kepailitan pengembang apartemen Palazzo, permohonan pailit diajukan lantaran apartemen tak kunjung dibangun meski kosumen sudah melunasi pembayaran. Kali ini dilakukan oleh PT Megacity Development atas pembangunan apartemen Jakarta Golf Vilage yang berlokasi di Pademangan. Padahal perjanjian pengikatan jual beli sudah dijalin pada 1994 lalu.

 

Lantaran tak ada kejelasan kapan dibangun, melaui kuasa hukumnya Jimmy MP Johannes dan Davidson WAS, tujuh konsumen mendaftarkan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akhir April lalu. Para pemohon itu adalah Afifuddin Kolok Achmad, Taslim, Polindah Tjandra, Ng Oy Lin, Ichwan Susilo, Roh Hanni dan Paransih Isbagio. Persidangan perdana perkara ini telah digelar Rabu (12/5). Kuasa hukum PT Megacity, Maria Lewerisa hadir di persidangan.

 

Dalam berkas permohonan dijelaskan, sesuai perjanjian, pembangunan apartemen akan diselesaikan pada Oktober 1998. Pemohon sendiri telah melunasi harga pembelian apartemen yang mencapai puluhan ribu dolar itu. Lantaran hingga kini pembangunan tak terealisasi, pemohon memutuskan mengakhiri Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan memberitahukan penghentian secara tertulis. Konsekuensinya, PT Megacity harus mengembalikan seluruh pembayaran apartemen. Hal itu memang dimungkinkan dalam PPJB tersebut.

 

Melalui pemberitahuan tertanggal 25 Januari 2010, pemohon menuntut pengembalian pembayaran yang jumlahnya berbeda-beda plus bunga dan denda. Yakni, Afifuddin Kolok Achmad sebesar AS$277.049, Taslim AS$194.610, Polindah Tjandra Rp157.110, Ng Oy Lin AS$112.823, Ichwan Susilo AS$157.188, Roh Hanni AS$250.682 dan Paransih Isbagio AS$161.804.

 

Sejak surat somasi pengembalian dilayangkan, PT Megacity dinilai tak menunjukan itikad baik untuk melaksanakan kewajiban. Akhirnya, kuasa hukum pemohon kembali mensomasi PT Megacity agar melaksanakan kewajiban selambat-lambatnya pada 3 Februari 2010. Namun hingga permohonan pailit diajukan tetap tak terealisir.

 

Kuasa hukum pemohon, dalam berkas permohonan, menyebut PT Megacity memiliki tujuh kreditur lain yang juga pembeli apartemen. Yakni, Lim Siong Kwong memiliki piutang sebesar AS$106.780, Rini Sutiawati G AS$93.635, Roberto Santoso AS$68.964, Anugerah Setiadi AS$116.538, Khaterie Tjandranita AS$99.962, Aloysius Indrarto Tedjoseputro AS$80.024 dan Arief Santoso AS$103.460.

 

Dengan begitu, syarat kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah terpenuhi. Yakni, terdapat utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta terdapat dua kreditur atau lebih. Dalam permohonan, pemohon mengusulkan penjunjukan Arif Rohman Syaeful dan Nusirwin sebagai kurator.

 

Permohonan pailit konsumen ini, merupakan permohonan kali kedua setelah PT Megacity dipailitkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPN) pada 2001 lalu. Permohonan itu mengacu pada perjanjian kredit sindikasi (master agreement) yang ditandatangani pada 17 September 1996.

 

Sesuai perjanjian itu, BNI Cabang Singapura selaku agen fasilitas memberikan kucuran pinjaman sejumlah AS$71.750.000 dan Rp117 miliar. Ketika utang tersebut diambil alih BPPN, PT Megacity belum membayar utang sebesar Rp43.438.000.

 

Akhirnya, BPPN gagal mempailitkan PT Megacity Development lantaran BPPN tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit. BPPN tidak bisa menunjukkan bukti asli berupa SK Direksi BI dengan Nomor: SK.DIR.BI.No.31/303/KEP/DIR tanggal 13 Maret 1999 yang menunjukkan bahwa BNI berstatus sebagai bank dalam penyehatan dan masuk ke BPPN.

 

Sampai berita ini diturunkan, hukumonline tak berhasil mendapat konfirmasi dari pihak PT Megacity. Upaya menghubungi kuasa hukum PT Megacity, Maria Lewerissa, melalui telepon dan pesan pendek, tak membuahkan hasil.

 

Tags: