Sarat Kontroversi, Draft RUU Cipta Kerja Dinilai Perlu Diformulasi Ulang
Berita

Sarat Kontroversi, Draft RUU Cipta Kerja Dinilai Perlu Diformulasi Ulang

Draft RUU Cipta Kerja yang ada sekarang ini perlu diformulasi ulang dengan mengedepankan prinsip keterbukaan.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

“Kenapa gelombang protes dan penolakan semakin membesar, karena sangat banyak pihak yang terdampak jika RUU ini disahkan. Makanya, sekali lagi, penting draft RUU ini diformulasikan ulang dengan mengedepankan prinsip keterbukaan. Jadikan lapisan masyarakat yang paling terdampak terutama pekerja, petani, masyarakat adat, civil society, sebagai stakeholder utama penyusunan draft RUU ini,” tukas Senator Jakarta ini.

Sebagai informasi, RUU Cipta Kerja terdiri atas 11 klaster pembahasan. Selain klaster ketenagakerjaan, 10 klaster lainnya yaitu, penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, serta kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM dan perkoperasian. Kemudian, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek strategis nasional, dan kawasan ekonomi. Sejak awal penyusunan draft dan saat hendak dibahas di DPR, RUU ini sudah mendapat sorotan luas dari publik. (Baca: Butuh Sosialisasi Masif atas Substansi RUU Cipta Kerja)

Sebelumnya diberitakan, hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terhadap 2.215 responden yang dipilih secara acak pada 8-11 Juli 2020 menunjukan hanya 26 persen responden yang mengetahui RUU Cipta Kerja dan 74 persen belum tahu. Dari 26 persen responden itu, sebagian besar (52 persen) mendukung pengesahan RUU pada Agustus 2020. Angka ini meningkat dibanding survei sebelumnya pada Maret yang hanya 14 persen yang mengetahui RUU Cipta Kerja.

“Wawancara per telepon dilakukan 8-11 Juli 2020 terhadap 2.215 responden yang dipilih secara acak di seluruh Indonesia,” kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam konferensi pers secara daring, Selasa (14/7).

Mengacu hasil tersebut, Deni Irvani menilai warga masyarakat yang mengetahui RUU Cipta Kerja masih rendah. Meski begitu, hasil itu menunjukan meningkatnya dukungan agar RUU Cipta Kerja disahkan. Lalu, responden yang mengetahui RUU Cipta Kerja itu sebanyak 58 persen mendukung langkah Presiden Jokowi menjadikan RUU Cipta Kerja sebagai instrumen kebijakan mengatasi krisis ekonomi.

Sebanyak 66 persen mendukung menjadikan RUU Cipta Kerja sebagai kebijakan mengatasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memperluas lapangan kerja. Mayoritas responden yang mengatahui RUU ini yakin kebijakan tersebut akan membawa manfaat bagi ekonomi Indonesia.

“Kenyataan baru 26 persen warga yang mengetahui RUU Cipta Kerja menunjukkan ada pekerjaan rumah untuk menyebarkan informasi tentang RUU secara lebih luas dan merata agar lebih diketahui masyarakat,” ujar Deni.

Tags:

Berita Terkait