Saran BPKN Agar Konsumen Terhindar dari Praktik Investasi Ilegal
Berita

Saran BPKN Agar Konsumen Terhindar dari Praktik Investasi Ilegal

Salah satu sebab maraknya insiden terkait investasi yang berujung pada penipuan dan kerugian konsumen adalah minimnya pemahaman dari konsumen akan produk investasi yang dipilihnya.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: RES
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: RES

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ikut menyoroti masalah investasi bodong yang terjadi belakangan ini. BPKN mencatat pengaduan dalam kurun waktu Januari - September 2020, terdapat 39 kasus terkait dengan investasi. Banyaknya pengaduan ini menjadi sinyal bahwa konsumen harus cerdas agar terhindar dari investasi ilegal yang merugikan.

Tak bisa dipungkiri, saat ini banyak inovasi yang disuguhkan oleh pelaku usaha, khususnya dalam bisnis investasi di era ekonomi digital seperti sekarang. Sayangnya, inovasi-inovasi tersebut diikuti dengan marakanya aksi penipuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kasus-kasus investasi bodong terus bergentayangan. Satu kasus berhasil ditangani, namun puluhan kasus berikutnya bermunculan. Tentunya diperlukan upaya untuk mencegah munculnya insiden baru. 

Penting bagi masyarakat untuk mengetahui soal investasi agar terhindar dari penipuan. Ketua BPKN Rizal E Halim mengatakan salah satu sebab maraknya insiden terkait investasi yang berujung pada penipuan dan kerugian konsumen adalah minimnya pemahaman dari konsumen akan produk investasi yang dipilihnya.

Menurut Rizal, yang harus di pahami adalah konsumen mempunyai kewajiban sesuai dengan pasal 5 huruf (a) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

Atas dasar pasal tersebut yang wajib diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah konsumen harus paham betul seperti apa investasi itu, seperti melakukan cek nama perusahaan apakah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Jika mereka tidak bisa menunjukkan izin resmi dari OJK atau kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan, maka konsumen harus waspada,” ujarnya.

Di samping itu, Rizal mengatakan dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam mencegah insiden penipuan investasi. Menurutnya, peran seluruh pihak sangat diharapkan, baik itu konsumen agar lebih cerdas dalam bertransaksi, pelaku usaha agar taat serta jujur dalam bertransaksi dan OJK melalui kebijakannya bisa mengawasi dan juga menindak tegas apabila ada indikasi pelanggaran hak konsumen. (Baca: OJK Diminta Terbitkan Aturan Klasusa Baku di Sektor Jasa Keuangan)

“Masalah fintech tidak bisa dilepas ke mekanisme pasar, negara wajib hadir untuk melindungi warga negaranya, Tentunya selalu berkoordinasi antar kementerian dan lembaga untuk selalu melakukan perbaikan,” kata Rizal.

Ketua Komunikasi dan Edukasi, Johan Efendi, menambahkan upaya yang telah dilakukan oleh BPKN jika ada pengaduan terkait investasi bodong adalah mengirimkan surat berupa undangan kepada pelaku usaha dan OJK. “Langkah ini dilakukan agar pengaduan konsumen bisa direspons cepat, sehingga insiden penipuan investasi bodong bisa teratasi dan konsumen mendapatkan haknya,” katanya.

Meski demikian, Johan mengakui bahwa sejauh ini sudah ada langkah nyata dari OJK dalam menangani insiden investasi bodong melalui Satgas yang telah dibentuk, yaitu Satgas Waspada Investasi guna Penanganan Dugaan Tindak Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi.

Sementara, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengakui bahwa tawaran dari fintech lending ilegal dan investasi tanpa izin masih banyak bermunculan di masyarakat dan mengincar kalangan yang pendapatannya terdampak pandemi Covid-19.

Hingga September 2020, Satgas Waspada Investasi dalam operasinya kembali menemukan 126 fintech peer to peer lending ilegal, serta 32 entitas investasi dan 50 perusahaan gadai tanpa izin.

"Kami masih menemukan penawaran fintech lending ilegal dan investasi tanpa izin yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat di masa pandemi ini. Fintech lending dan tawaran investasi ilegal ini hanya bikin rugi dan bukanlah solusi bagi masyarakat," ujar Tongam.

Menurut Tongam, pinjaman dari fintech lending ilegal selalu mengenakan bunga yang tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek serta meminta semua akses data kontak di telepon genggam, yang digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan.

Semua temuan Satgas Waspada Investasi ini identitasnya sudah diserahkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk diblokir aksesnya di laman internet dan di aplikasi jaringan seluler.

Satgas juga sudah menyampaikan laporan informasi identitas fintech lending ilegal ini kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum. Selain itu, Satgas juga mengapresiasi kebijakan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang melarang perusahaan fintech lending yang terdaftar dan berizin OJK melakukan penawaran melalui SMS sesuai dengan ketentuan OJK. Sehingga bisa dipastikan bahwa jika ada penawaran pinjaman dana fintech lending melalui SMS berarti itu dilakukan oleh fintech lending ilegal yang sebaiknya dihindari.

Pasal 43 POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menyebutkan larangan melakukan penawaran layanan kepada pengguna dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan pengguna. Adapun total fintech ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi untuk ditutup sejak tahun 2018 sampai September 2020 mencapai 2.840 entitas.

Tags:

Berita Terkait