Sanksi Pidana untuk Cegah Akuntan Curang
Berita

Sanksi Pidana untuk Cegah Akuntan Curang

Penerapan sanksi pidana dalam UU Akuntan Publik justru dimaksudkan untuk melindungi profesi akuntan publik.

ash
Bacaan 2 Menit
Sidang pleno pengujian UU Akuntan Publik di gedung MK. Foto: SGP
Sidang pleno pengujian UU Akuntan Publik di gedung MK. Foto: SGP

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan KA Badaruddin mengatakan ketentuan pidana dalam UU No 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik adalah untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan/atau kecurangan yang dilakukan akuntan publik, ataupun pihak terasosiasi dalam memberikan jasa akuntan publik.

“Dengan adanya ketentuan itu diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil pekerjaan akuntan publik, termasuk opini atau pernyataan pendapat Akuntan Publik dalam mengevaluasi secara akurat realitas laporan atau informasi keuangan suatu entitas,” paparnya dalam sidang pleno pengujian UU Akuntan Publik di gedun Mahkamah Konsitusi (MK), Kamis (2/1).  

Badaruddin mengatakan pencatuman aturan pidana dalam UU Akuntan Publik dianggap sebagai upaya tepat bagi akuntan publik maupun pihak terasosiasi yang dengan sengaja memanipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kerja yang berkaitan dengan jasa asuransi yang diberikan akuntan publik.

Menurutnya, regulasi yang baik bagi profesi akuntan publik tentunya akan memberikan dampak yang positif dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap profesi akuntan publik. Sebaliknya, regulasi yang lemah justru akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat dan dunia usaha.

“Adanya aturan pidana bagi pelaku tindak pidana dalam UU Akuntan Publik, tentunya akan memberikan pengaruh yang positif bagi akuntan publik karena akan mendorongnya untuk bertindak lebih profesional dan independen dalam menjalankan profesinya yang sangat penting dan mulia ini,” papar Badaruddin.

Meski terdapat ancaman pidana dalam memberikan jasa akuntan publik, tidak serta merta ancaman pidana itu secara membabi buta dapat diterapkan terhadap setiap akuntan publik ataupun pihak terasosiasi.

“Sangat tidak berdasar dan terlalu mengada-ada alasan para pemohon yang kebebasan dan independensinya dalam menjalankan pekerjaannya terancam dan terpasung dengan berlakunya Pasal 55 dan Pasal 56 UU Akuntan Publik,” tandasnya.

Pernyataan senada dilontarkan Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap yang mewakili DPR. Menurutnya, penerapan sanksi pidana dalam UU Akuntan Publik justru dimaksudkan untuk melindungi profesi Akuntan Publik, yaitu ada suatu kepastian hukum berupa terdapatnya rumusan-rumusan yang jelas mengenai bentuk-bentuk dari tindakan pidana yang dilakukan oleh akuntan publik.

“Pada prinsipnya hanya kejahatan-kejahatan tertentu yang perlu diatur khusus ketentuan pidananya di dalam UU Akuntan Publik. Sedangkan yang terkait dengan pelanggaran profesi akuntan publik tidak diatur dalam undang-undang ini,” katanya.

Selain itu, untuk mencegah akuntan publik hanya dengan menerbitkan laporan tanpa melakukan pengujian, mencegah pemalsuan dokumen perizinan Akuntan Publik, sehingga dapat mencegah timbulnya akuntan publik palsu. “Tentunya ini akan dapat melindungi akuntan publik,” imbuh Yahdil.

Pengujian ini diajukan oleh M Achsin, Anton Silalahi, Yanuar Mulyana, Rahmat Zuhdi, dan M. Zainudin. Mereka menilai ketentuan pidana Pasal 55 dan 56 dalam UU Akuntan Publik bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

Pemohon menilai frasa ‘manipulasi’ dalam Pasal 55 dan 56 UU Akuntan Publik menimbulkan ketidakpastian hukum dan terkesan ambigu dan multitafsir. Kata “manipulasi” sulit dipahami karena perbuatan manipulasi tidak ditemukan dalam rumusan dasar KUHP sebagai ketentuan pokok hukum pidana.

Hal yang diatur dalam KUHP hanya mengenai pemalsuan surat. Pasal 55 dan 56 itu ditinjau dalam perpektif hukum pidana yang humanitas adalah tidak tepat dan tidak proporsional.

Menurutnya, frasa perbuatan “menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja” seharusnya tidak termasuk tindak pidana, tetapi masuk ke wilayah pelanggaran administratif. Sebab, kertas kerja (dokumen pendukung) bukan dokumen final pekerjaan Akuntan, melainkan opini.

Tags: