Sanksi Pidana Penganiaya Hewan Hingga Mati
Terbaru

Sanksi Pidana Penganiaya Hewan Hingga Mati

Terancam Pasal 302 KUHP.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Sanksi Pidana Penganiaya Hewan Hingga Mati
Hukumonline

Seorang pria berinsial IW (40) ditetapkan sebagai tersangka akibat menganiaya seekor kucing hingga mati di wilayah Perumahan Puncak Sengkaling, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kasi Humas Polres Malang Ipda Dicka Ermantara di Kepanjen, Kabupaten Malang, mengatakan bahwa pihaknya telah meningkatkan status penyidikan terhadap kasus penganiayaan kucing sadis tersebut.

"Statusnya saat ini sudah dinaikkan menjadi tersangka, berkas-nya segera kita lengkapi untuk kemudian dilimpahkan ke kejaksaan," ucap Dicka seperti dilansir Antara, Senin (24/6).

Tersangka dikenakan Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan Terhadap Satwa, dengan ancaman hukuman penjara maksimal selama sembilan bulan.

Baca Juga:

Berkaca dari banyak kasus, perlu dipahami bahwa negara ikut melindungi hewan, salah satunya diatur dalam KUHP. Dalam Pasal 302 KUHP berbunyi:

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:

1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”

Dikutip dari artikel klinik Hukumonline “Jerat Hukum Penganiaya Binatang” yang ditulis oleh Tri Jata Ayu Pramesti, menjelaskan bahwa R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) ialah kejahatan penganiayaan enteng pada binatang. Untuk itu harus dibuktikan bahwa:

Sub 1: orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang, perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Lalu Sub 2: sengaja tidak memberi makan atau minum kepada binatang, binatang itu sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya, perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan.

Soesilo juga menambahkan, perbuatan seperti memotong ekor dan kuping anjing supaya keliahatan bagus, mengebiri binatang dengan maksud baik yang tertentu, mengajar binatang dengan memakai daya upaya sedikit menyakiti pada binatang untuk circus, mempergunakan macam-macam binatang untuk percobaan dalam ilmu kedokteran (vivisectie) dsb. itu pada umumnya diizinkan (tidak dikenakan pasal ini), asal saja dilakukan dengan maksud yang patut atau tidak melewati batas yang diizinkan. Tentang hal ini bagi tiap-tiap perkara harus ditinjau sendiri-sendiri dan keputusan terletak kepada hakim. Namun jika perbuatan tersebut mengakibatkan hal-hal yang tersebut dalam ayat (2), maka kejahatan itu disebut “penganiayaan binatang” dan diancam hukuman lebih berat.

Dari penjelasan R. Soesilo tersebut, dapat diketahui bahwa hewan yang dimaksud dalam KUHP adalah hewan pada umumnya, dalam arti bukan hewan/satwa yang dilindungi oleh negara. Dalam cerita Anda, Anda tidak menjelaskan mengenai hewan apa yang dimaksud. Oleh karena itu, kami perlu membuat asumsi bahwa hewan tersebut bukanlah hewan yang dilindungi oleh negara seperti yang dimaksud Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (PP 7/1999) beserta lampirannya.

Jika memang hewan tersebut bukan hewan yang dilindungi negara, maka pada dasarnya undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan, demikian bunyi Pasal 66 ayat (2) huruf c UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU 18/2009).

Tags:

Berita Terkait