Sanksi Disiplin dan Pidana Harus Paralel Hadapi Match Fixing
Berita

Sanksi Disiplin dan Pidana Harus Paralel Hadapi Match Fixing

Agar pengaturan skor bisa dengan mudah terbongkar.

ALI
Bacaan 2 Menit
Sanksi Disiplin dan Pidana Harus Paralel Hadapi <i>Match Fixing</i>
Hukumonline

Profesor Hukum Olahraga asal Belanda Ben Van Rompuy mengatakan sanksi disiplin dan hukum pidana harus berjalan bersamaan untuk mengatasi ‘match fixing’ atau pengaturan skor dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola.

“Ini bila kita mau melihat bagaimana pengalaman di Eropa,” ujarnya kepada hukumonline usai seminar nasional tentang hukum olahraga di Jakarta, Senin (25/11).

Ben mengakui kejahatan pengaturan skor memang sulit dibuktikan dan diusut. Ia mengatakan organisasi sepakbola di Eropa sudah mulai ‘angkat tangan’ untuk persoalan ini. Karenanya, ia mengungkapkan organisasi sepakbola di beberapa negara di Eropa menyerahkan sepenuhnya urusan pengaturan skor ini ke ranah pidana.

“Mereka sulit melakukan investigasi dan otoritas untuk mengusut itu. Makanya, mereka menyerahkan permasalahan ini ke pihak kepolisian karena polisi punya instrumen untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujar Ben.

Sayangnya, lanjut Ben, kadang-kadang pihak kepolisian enggan mengusut tindak pidana ‘pengaturan skor’ ini. Alasannya karena pekerjaan polisi cukup banyak. Ada banyak kasus-kasus pidana lain yang membutuhkan perhatian polisi. “Mereka (polisi,-red) kadang menganggap kasus pengaturan skor itu tak penting,” tambahnya.

Ben berpendapat kasus pengaturan skor baru akan efektif terungkap bila dua institusi itu, federasi sepakbola dan kepolisian bekerja secara paralel. “Mereka bisa berjalan beriringan. Yang satu urus masalah sanksi disiplin, sedangkan polisi urusan kriminal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ben menganggap adanya dua institusi yang mengusut ini bukan pelanggaran terhadap larangannya double jeopardy. Ia menilai keduanya bisa melengkapi satu sama lain. “Bukti yang didapat oleh komisi disiplin bisa diserahkan ke kepolisian. Dan sanksi pidana bisa berkurang bila memang si terpidana sudah dihukum melalui sanksi disiplin,” ujarnya.

Sebagai informasi, kasus pengaturan skor dalam sepakbola memang sedang dalam pembahasan di dunia internasional. Bulan lalu, Organisasi Pemain Sepakbola Profesional Internasional, FIFPro menjadikan match fixing sebagai salah satu topik bahasannya dalam Kongres di Slovenia.

Sebelumnya, Direktur Keamanan FIFA Ralf Mutschke mengingatkan bahwa kompetisi sepakbola saat ini telah berubah karena mulai disusupi oleh pelaku kriminal secara terorganisasi, terutama dalam manipulasi pertandingan dan pengaturan skor.

“Kita melihat pengatura skor dan manipulasi pertandingan sebagai ancaman global. Seperti virus kanker yang terus menyebar. Saya tak melihat ada tempat yang aman dari match fixing dan match manipulaiton di dunia ini. Semua region di dunia ada ancaman yang sama,” ujar Ralf dalam Kongres International Association of Sports Law di Bali, bulan lalu.

Sedangkan, Direktur Indonesia Lex Sportiva Insituta Hinca Pandjaitan berpendapat negara –termasuk hukum pidana- seharusnya tak terlalu ikut campur dalam olahraga. Ia berpendapat biarkan penjatuhan hukuman berada di tangan federasi sepakbola, bukan di tangan negara bila ada kasus-kasus pengaturan skor.

Ketua Komdis PSSI ini mengatakan sanksi yang dijatuhi oleh federasi bahkan bisa lebih berat dari sanksi negara. “Contohnya, federasi bisa melarang pemain bermain seumur hidup. Itu kan seperti menjatuhkan kematian perdata kepada pemain itu. Sanksi negara yang bagaimana yang bisa seperti itu,” tutur pria yang mengaku menganut madzhab ‘Lex Sportiva’ ini.

Tags: