Sandiva Legal Network Dorong Peran Strategis In-house Counsel dalam Aspek Ketenagakerjaan
Terbaru

Sandiva Legal Network Dorong Peran Strategis In-house Counsel dalam Aspek Ketenagakerjaan

Arthur memandang, hubungan antara in-house counsel dan external lawyer adalah sebuah dinamika yang saling melengkapi.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Managing Partner Kantor Hukum Sandiva Legal Network, Arthur Wallan Sanger. Foto: Reza.
Managing Partner Kantor Hukum Sandiva Legal Network, Arthur Wallan Sanger. Foto: Reza.

Dengan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan regulasi yang berlaku, keberadaan in-house counsel punya peran krusial dalam lingkungan korporasi. Hal ini disampaikan oleh Managing Partner Kantor Hukum Sandiva Legal Network, Arthur Wallan Sanger dalam sesi Regulatory Roundtable Series III Hukumonline Indonesia Regulatory Compliance Awards 2024 (IRCA 2024) di Hotel Mulia Jakarta, Jumat (31/5).

 

Arthur memandang, hubungan antara in-house counsel dan external lawyer adalah sebuah dinamika yang saling melengkapi. Ketika proses pembuatan perjanjian hingga terminasi, in-house counsel dipandang unggul dalam memahami kultur perusahaan dan ‘membahasakan’ kebutuhan tersebut kepada internal. Di sisi lain, dalam proses selanjutnya—misalnya pengadilan, external lawyer dapat memberikan pandangan hukum yang objektif dan strategis.

 

"Dalam perusahaan, in-house counsel lebih tahu dan bisa meng-handle kultur perusahaan. In-house counsel dapat membahasakan kebutuhan perusahaan dengan lebih baik, sekaligus tahu bagaimana cara terhubung dengan baik dengan pihak-pihak terkait, misalnya serikat kerja. Namun, ketika berurusan dengan pengadilan, kehadiran seorang lawyer eksternal lebih disarankan, karena lebih memahami teori dan implementasi peraturan yang sedang berlaku,” ujar Arthur.

 

Kesadaran akan kepatuhan terhadap regulasi hukum sendiri, memainkan peran penting. Menariknya, kendati sudah ada peningkatan kesadaran kepatuhan hukum dari tahun ke tahun, tren ini cenderung lebih tinggi di kalangan perusahaan asing, ketimbang lokal. Arthur memberi contoh, berkaitan dengan tema ketenagakerjaan, masih banyak yang belum memahami, bahwa PWKT—harus dicatat. Berbeda dengan perusahaan asing, yang dinilai sudah ’comply’ dan lebih antisipatif. Namun, dengan semakin spesifiknya regulasi—seperti diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja—Arthur optimis, kesadaran ini akan terus meningkat, mengingat in-house counsel juga berperan sebagai garda terdepan perusahaan.

 

"In-house counsel memainkan peran penting dalam meningkatkan tingkat kepatuhan perusahaan. Mereka menjadi perantara, menyampaikan informasi, dan memastikan perusahaan berada pada jalur yang benar secara hukum. Saat ini, hampir semua klien kami datang tidak dengan gelas kosong. Dasar dan pemahamannya sudah ada. Jadi, kami sudah bisa langsung diskusi," Arthur menambahkan.

 

Membawakan materi berjudul ’Strategic Role of In-house Counsels in Relation to Industrial Relations: Structuring Employment Agreements and Managing Terminations’, Arthur mengungkapkan, dalam perjalanannya, ada banyak tantangan yang ditemukan dalam memastikan kepatuhan hukum perusahaan. Tantangan ini tidak hanya terletak pada pemahaman hukum, tetapi juga proses administrasi yang kompleks, bahkan regulasi dan kebijakan institusi yang berubah-ubah. Tak dapat diingkari, dalam praktik sehari-hari, perbedaan interpretasi antarpihak, seperti pengadilan atau lembaga pajak, sering kali menyulitkan proses pengambilan keputusan. Nah, kembali pada regulasi yang berlaku selanjutnya menjadi upaya yang dapat ditempuh untuk menyiasati hal ini.

 

"Dalam menghadapi perbedaan pandangan ini, in-house counsel harus mampu mengoordinasikan pandangan dari berbagai pihak terkait. Dari sisi external lawyer, biasanya kami akan meminta pandangan institusi secara tertulis. Bagaimana ia memandang suatu kasus atau ’membaca’ suatu peraturan. Meskipun prosesnya tidak berjalan mulus, upaya untuk mencari klarifikasi secara tertulis sangat penting," jelas Arthur.

Tags: