Sambut Permen BUMN, BI Terbitkan Aturan Hedging
Berita

Sambut Permen BUMN, BI Terbitkan Aturan Hedging

BI menyatakan kerugian transaksi hedging bukan kerugian negara.

FAT
Bacaan 2 Menit
Sambut Permen BUMN, BI Terbitkan Aturan Hedging
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) berharap kekhawatiran perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jika terjadi kerugian dalam melakukan transaksi lindung nilai (hedging), dapat menjadi kerugian negara menjadi sirna. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah mengatakan, kekhawatiran tersebut hilang seiring dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank.

Menurut Difi, dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa keuntungan yang timbul dari dilakukannya transaksi hedging yang memenuhi kriteria akuntansi lindung nilai sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku, dianggap sebagai pendapatan dalam rangka lindung nilai. Sebaliknya, jika terjadi kerugian dalam transaksi hedging, hal tersebut dianggap sebagai sebuah biaya atau premi dari transaksi lindung nilai.

“Bukan kerugian negara, tapi biaya atau premi lindung nilai. Dapat digunakan sebagai payung hukum untuk lakukan transaksi lindung nilai. Diharapkan pihak-pihak yang selama ini ragu lakukan transaksi ini, bisa dikurangi dengan penegasan dari PBI dan Permen,” kata Difi di Komplek Perkantoran BI di Jakarta, Rabu (9/10).

Ia menjelaskan, perlunya PBI ini lantaran karakter pasar valuta asing domestik selalu lebih besar permintaan daripada persediaan. Atas dasar itu pula, terdapat kerentanan nilai tukar rupiah terhadap gejolak yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Dari catatan BI, instrumen pasar valuta asing domestik masih didominasi oleh transaksi spot.

“Dengan market share rata-rata mencapai 73 persen, diikuti transaksi swap sebesar 21 persen,” kata Difi.

Kemungkinan kerugian atau keuntungan bisa terjadi jika transaksi hedging dilakukan melalui cara spot (pembelian atau penjualan tunai), swap (penukaran) atau forward (kontrak serah). Misalnya cara spot, paling tidak maksimal dua hari transaksi hedging atau penyerahan dana sudah bisa dilakukan. Dalam dua hari tersebut, nilai tukar mata uang yang ditransaksikan bisa saja mengalami pasang surut.

Pasang surut ini yang kemudian dikenal BI sebagai biaya atau premi maupun pendapatan dari dilakukannya transaksi hedging. Jika nilai mata uang yang ditukar naik, bisa untung. Sebaliknya, jika nilai uang yang ditukarkan turun, maka bisa merugi. Sedangkan cara forward, transaksi hedging bisa dilakukan jika lebih dari dua hari. Hal ini pula yang melatarbelakangi BI untuk menerbitkan aturan tersebut.

Aturan ini berlaku bagi nasabah yang melakukan transaksi hedging. Nasabah yang dimaksud meliputi perorangan yang memiliki kewarganegaraan Indonesia atau badan usaha selain bank yang berbadan hukum Indonesia, berdomisili di Indonesia termasuk BUMN.

Difi mengingatkan, terbitnya PBI ini menyusul dikeluarkannya Peraturan Menteri BUMN mengenai hedging BUMN beberapa waktu lalu. Ia berharap, dua aturan yakni PBI dan Permen BUMN tersebut dapat dijadikan payung hukum bagi para nasabah dalam melakukan transaksi hedging.

Bukan hanya itu, BI berharap pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya dapat memahami dua aturan ini dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi mereka. “PBI ini dan Permen BUMN jadi payung hukum untuk lindung nilai, dan akan diikuti task force yang dibentuk pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lakukan pemahaman bersama yang sudah disepakati BUMN dan BI,” katanya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menerbitkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 Tahun 2013 yang memberikan kebebasan bagi perusahaan milik negara untuk melakukan transaksi hedging atau lindung nilai dalam fluktuasi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) berjumlah besar. Menurutnya, Permen tersebut berisikan standar dan prosedur (standard operating procedure/SOP) penerapan hedging yang dapat dilakukan perusahaan.

Intinya, seluruh perusahaan BUMN bisa melakukan hedging jika sebelumnya telah memiliki SOP. “Semua BUMN boleh melakukan hedging, tapi harus ada SOP-nya,” kata Dahlan.

Mantan Direktur Utama PT PLN ini menjelaskan, sesuai prinsipnya, hedging merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari kerugian akibat transaksi valuta asing.

“Hedging bagi BUMN diperbolehkan, sampai benar-benar langkah tersebut tidak dibutuhkan lagi. Tanda-tandanya jika rupiah tidak tertekan, indeks saham terus stabil pada level yang tinggi, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan terus membaik,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait