Saling Sikat di Mangga Dua
Utama

Saling Sikat di Mangga Dua

Konflik penghuni Apartemen Mangga Dua Court dengan pengembangnya, PT Duta Pertiwi Tbk, makin memanas. Pakar hukum agraria, Boedi Harsono, dalam kesaksiannya di pengadilan mengatakan Badan Pertanahan Nasional harus bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat HGB murni.

Sut
Bacaan 2 Menit

 

Sebagai lembaga yang mengawasi ranah pertanahan di tanah air, sudah sepatutnya BPN juga bertindak mengawasi sengketa pertanahan yang kerap terjadi. Boedi mengatakan, dalam kasus ini pihak Duta Pertiwi patut dipersalahkan, karena sejak awal tidak menginformasikan status tanah Apartemen MDC kepada calon pembeli waktu itu. "Masyarakat tidak mengerti, makanya BPN, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan Duta Pertiwi seharusnya memberi tahu ke masyarakat," ujarnya.

 

Kasus ini berawal saat 147 pemegang unit setifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS) yang tergabung dalam Perhimpunan Penghuni (Perhimni) MDC ingin memperpanjang HGB tanah bersama, bulan Maret 2006. Ketika itu BPN belum mengetahui bahwa tanah Apartemen MDC adalah HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL). Hal ini ditegaskan BPN dengan menerbitkan Surat Keterangan Status Tanah (SKST) tertanggal 24 Mei 2006.

 

Selain itu, BPN juga telah melakukan risalah pemeriksaan tanah (konstatering rapport) yang hasilnya tidak menyatakan tanah HPL. Sehingga, Perhimni MDC diwajibkan membayar uang pemasukan kepada negara total Rp289 juta. Anehnya, pada bulan Juli 2006, BPN menarik kembali pernyataan tersebut. Setelah diselidiki ulang, ternyata BPN baru mengetahui bahwa status tanah Apartemen MDC adalah HGB di atas HPL atas nama Pemda DKI Jakarta (sekarang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). Akibatnya, sertifikat Apartemen MDC yang telah diberikan kepada Perhimni MDC dicoret dan dibatalkan.

 

Hal itu dilakukan BPN lantaran ditemukan dokumen surat perjanjian kerja sama antara R. Soeprapto (Gubernur DKI Jakarta waktu itu) dengan Rachmat Sumengkar (Direktur Utama Duta Pertiwi waktu itu) yang mendapat persetujuan dari Komisaris Utama Duta Pertiwi, Eka Tjipta Widjaja. Perjanjian itu diteken pada tahun 1984.

 

Para pemilik unit apartemen pun menjadi berang. Mereka merasa ditipu oleh manajemen Duta Pertiwi. Pasalnya, pada saat membeli unit Apartemen MDC, Duta Pertiwi tidak pernah menginformasikan dan memberitahukan kepada calon pembeli bahwa tanah bersama Apartemen MDC adalah milik Pemprov DKI Jakarta. "Yang para pembeli tahu saat itu, status tanah adalah HGB murni. Kami ini ditipu," ujar Fifi kepada hukumonline.

 

Ia lantas menyodorkan beberapa dokumen yang kesemuanya memang tidak bertuliskan "HGB di atas HPL atas nama Pemda DKI Jakarta". Bukti itu antara lain: perjanjian pengikatan jual beli, akte jual beli dan sertifikat hak milik.

 

Tuduhan Fifi langsung dibantah kuasa hukum Duta Pertiwi, Zulfahmi. Menurut dia, tidak ada kekeliruan yang dilakukan kliennya ketika melakukan jual beli properti Apartemen MDC. "Duta Pertiwi sudah melakukan langkah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: