Saldi Isra Bicara Desain ‘Lembaga Negara’ dalam Konstitusi
Berita

Saldi Isra Bicara Desain ‘Lembaga Negara’ dalam Konstitusi

Terutama desain lembaga negara sebelum amandemen UUD 1945, setelah perubahan UUD 1945, hingga lembaga negara dalam perspektif putusan-putusan MK.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Hakim Konstitusi Saldi Isra saat Webinar Kajian Buku 'Lembaga Negara' karya Saldi Isra, Sabtu (3/4/2021). Foto: Humas MK
Hakim Konstitusi Saldi Isra saat Webinar Kajian Buku 'Lembaga Negara' karya Saldi Isra, Sabtu (3/4/2021). Foto: Humas MK

“Lembaga negara menjadi penting dalam konsep bernegara yang bersifat abstrak. Negara baru menjadi sesuatu yang konkret kalau dilaksanakan oleh instrumen-instrumen utama yang dibangun dalam Konstitusi sebuah negara, digerakkan oleh alat-alat kelengkapan negara itu yang sering disebut lembaga negara,” ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra saat menjadi keynote speaker dalam Webinar Kajian Buku Lembaga Negara karya Saldi Isra, Sabtu (3/4/2021) yang diselenggarakan Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana.

Dalam konteks itu, para pengkaji atau penulis asing dan dalam negeri kalau mendefinisikan hukum tata negara selalu mengkaitkan dengan lembaga negara. “Hukum tata negara itu sebetulnya merupakan hukum yang mengatur bagaimana lembaga atau organ negara bekerja dalam fungsi-fungsi negara,” ucap Saldi seperti dilansir laman resmi MK.

Bagi Saldi, sangat fundamental kalau mendalami negara dioperasikan oleh alat-alat kelengkapan negara. “Kalau orang mau mengetahui sebuah negara, sebelum masuk soal-soal yang sangat detail, pertama harus membaca Konstitusi negara yang bersangkutan. Dari Konstitusi itu akan diketahui susunan bernegara, sebagai negara serikat atau negara kesatuan. Termasuk diketahui sistem pemerintahan dalam negara itu, menggunakan sistem parlementer, sistem presidensiil, atau mix dari sistem parlementer dan sistem presidensiil.”

Desain awal lembaga-lembaga negara secara minimal dalam dilihat pula dalam Konstitusi. Konstitusi Amerika Serikat misalnya, dengan jelas mencantumkan siapa pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Di luar itu, di Amerika Serikat sudah banyak berkembang organ-organ negara. Berbeda dengan Perancis yang menggunakan menerapkan mix sistem pemerintahan parlementer dan sistem presidensiil.

Bagaimana dengan di Indonesia? Dalam Konstitusi kita pun tergambar bagaimana desain lembaga-lembaga negara itu sendiri,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas ini.  

Saldi melanjutkan perkembangan Indonesia sudah menggunakan beberapa Konstitusi. Ada UUD 1945 yang didesain oleh para pendiri negara yang diberlakukan pada awal kemerdekaan. Kemudian digantikan dengan Konstitusi RIS 1949. Lalu, digantikan lagi dengan UUDS 1950 dan kembali ke UUD 1945 pada 5 Juli 1959 yang terus digunakan. Terakhir Perubahan UUD 1945 pada 1999-2002 yang telah menghasilkan lembaga-lembaga negara yang berbeda dengan lembaga-lembaga negara dalam UUD 1945 sebelum perubahan.

Misalnya, keberadaan MPR yang disebut sebagai lembaga tertinggi negara dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Namun setelah Perubahan UUD 1945, tidak lagi mengenal adanya hierarki di antara lembaga-lembaga negara, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. Ada sejumlah lembaga negara yang didesain ulang sebagai hasil pemikiran para pengubah UUD 1945.

“Bisa dengan menata ulang kewenangannya, bisa juga menambah kewenangannya, atau ada juga munculnya lembaga-lembaga negara baru. Bahkan kita melihat ada lembaga negara yang dihapus karena tidak ada lagi kewenangannya dalam UUD 1945 setelah perubahan. Misalnya Dewan Pertimbangan Agung,” ujar Saldi mencontohkan.

Ada juga lembaga negara yang mengalami pemekaran. Misalnya, lembaga negara pemegang kekuasaan legislatif yang dulu dikenal adalah DPR. Namun sekarang, DPR tetap ada dan mengalami penguatan luar biasa. Lalu muncul MPR dan DPD. Saldi juga mencermati begitu dominannya kekuasaan Presiden di masa lalu. “Ada dua kutub yang diperdebatkan para pengubah Undang-Undang yaitu membatasi kekuasan Presiden yang sangat dominan pada orde lama dan orde baru. Kemudian memperkuat kewenangan DPR,” papar Saldi.    

Selain itu, saat Mahkamah Agung (MA) penuh dengan penanganan perkara konkret, para pengubah Undang-Undang mencetuskan pemikiran dan ide membentuk lembaga baru yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Maka berubahlah struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia, tidak hanya dipegang oleh MA, tapi juga MK. Termasuk ide dibentuknya Komisi Yudisial untuk mengawasi Hakim/Hakim Agung.

“Jadi perdebatan-perdebatan seperti inilah yang mendorong munculnya lembaga-lembaga baru dalam UUD 1945,” tegas Saldi.

Di luar itu, Saldi mengungkapkan keprihatinnya dengan sedikitnya para mahasiswa yang ingin mendalami hukum tata negara pada saat sebelum Perubahan UUD 1945. Menurut catatan Saldi, sebelum Perubahan UUD 1945, sangat sedikit kajian tentang hukum tata negara. “Ruang untuk melakukan kajian komprehensif dan kritis terhadap hukum tata negara tidak berkembang di masa itu.” 

Lembaga negara dalam putusan MK

Hal lain yang membedakan dengan buku-buku lain bertema lembaga negara, kata Saldi, salah satunya yan agak jarang penulis buku meneropong organ negara dari perspektif putusan-putusan MK. Karena itu, sesuatu yang mungkin dia tawarkan agak baru dalam buku ini mengenai putusan-putusan MK yang memberikan cara pandang baru terhadap lembaga negara.

“Kalau dilihat, buku ini dari pengantar sudah merujuk pada putusan MK. Ketika merujuk apa itu lembaga negara dalam pengertian konsep dan segala macamnya. Kemudian saya merujuk bagaimana MK memberi pengertian soal lembaga negara. Maka muncul putusan MK yang memberikan pengertian lembaga negara itu bisa dibedakan menjadi lembaga negara utama (state main organs) dan lembaga negara penunjang (state auxiliary organs),” kata Saldi.

Salah satu pengertian lembaga negara yang dirujuk oleh MK, kata Saldi, ketika ada putusan soal bagaimana melihat Komisi Yudisial (KY) diantara tebaran lembaga-lembaga negara yang dihasilkan dalam Perubahan UUD 1945. Terlepas orang setuju atau tidak dengan putusan MK, setidaknya putusan MK yang terkait dengan KY itu menambah literatur ataupun pemahaman baru tentang lembaga negara.

Tags:

Berita Terkait