Salah Urus Peraturan Menteri Jadi Sumber Masalah Persoalan Regulasi di Indonesia
Berita

Salah Urus Peraturan Menteri Jadi Sumber Masalah Persoalan Regulasi di Indonesia

Minimnya koordinasi terintegrasi antar instansi diperparah rumusan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak memberikan batasan tegas.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Saldi menjelaskan, akar masalah dari regulasi yang tidak tertata dengan baik justru bersumber dari ketidakmampuan Pemerintah mengelola kewenangannya membentuk regulasi di bawah UU. “Alat ukur kita pada peraturan di bawah UU, hampir 99% perannya ada di tangan Pemerintah,” katanya lagi.

 

(Baca Juga: Menkumham: Mengatasi Obesitas Regulasi Jadi Prioritas Pemerintah)

 

Selain gagal menyusun strategi dan pengendalian pembentukan regulasi dalam kewenangan ranah eksekutif, upaya penyelesaian yang saat ini terlihat pun tidak cukup solid. Saldi mengkritisi pembebanan pada Bappenas untuk urusan perampingan regulasi. Padahal sudah ada kewenangan yang melekat pada Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Perundang-undangan dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

 

Saldi mengusulkan agar pembuatan UU dilakukan lebih matang dan detail materinya sehingga tidak terlalu banyak didelegasikan kepada level regulasi yang lebih rendah. Atau, jika harus mendelegasikan pada regulasi yang lebih rendah harus menyebut dengan tegas apa kemasan produk regulasi yang dimaksud.

 

Dalam hal pembentukan regulasi di daerah, Saldi mengingatkan bahwa putusan MK soal penghapusan wewenang Pemerintah membatalkan Perda bersifat final dan mengikat. Ke depannya, fungsi pengawasan preventif rancangan produk regulasi di daerah dapat dikerjakan Kemendagri bekerjasama dengan Kemenkumham yang punya banyak kantor wiayah di daerah.

 

Pendapat senada disampaikan oleh Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Muchtar. Ia menyarankan ada kesepakatan mengenai materi muatan apa yang dapat dituangkan dalam UU serta menghapuskan produk regulasi peraturan menteri. Jikapun ada, peraturan menteri hanya untuk mengatur internal organisasi atau kalau perlu hanya berupa surat edaran, bukan bersifat regeling di luar organisasi kementeriannya.

 

Jika dibutuhkan pengaturan sektoral yang menjadi bagian tugas kementerian, ia mengusulkan kepada Presiden untuk dituangkan dalam Peraturan Presiden. “Menteri tidak punya kewenangan atributif seharusnya, namun delegasi atau mandat dari Presiden. Pasal 17 UUD 1945 menyebutkan Menteri adalah pembantu Presiden,” tukasnya.

 

Menanggapi hal ini, Widodo Ekatjahjana selaku Dirjen PP Kemenkumham menolak jika permasalahan sepenuhnya ada pada Pemerintah yang tidak berhasil mengendalikan ego sektoral Kementerian. Menurutnya, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) menjadi sumber persoalan. Peraturan menteri adalah jenis regulasi yang tidak ada dalam hierarki peraturan perundang-undangan namun diakui sebagai jenis peraturan perundang-undangan lainnya di luar hierarki. UU ini juga tidak mengharuskan adanya harmonisasi dengan berbagai regulasi lain yang bersentuhan.

Tags:

Berita Terkait