Saksi Investigator Disebut Tak Sebanding dalam Kasus Kartel Tiket Pesawat
Berita

Saksi Investigator Disebut Tak Sebanding dalam Kasus Kartel Tiket Pesawat

Traveloka dan Asita tak memenuhi panggilan persidangan, sementara PT Trans Nusa yang telah diperiksa dalam sidang pemeriksaan saksi sebelumnya dianggap tak apple to apple jika dibandingkan dengan maskapai terduga kartel.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
KPPU kembali menggelar sidang dugaan kartel tiket pesawat oleh 7 maskapai penerbangan pada Kamis (21/11) lalu. Foto: HMQ
KPPU kembali menggelar sidang dugaan kartel tiket pesawat oleh 7 maskapai penerbangan pada Kamis (21/11) lalu. Foto: HMQ

KPPU kembali menggelar sidang dugaan kartel tiket pesawat oleh 7 maskapai penerbangan pada Kamis (21/11) lalu. Hingga kini, agenda sidang masih dalam tahap pemeriksaan saksi dari Investigator KPPU, yakni PT Trinusa Travelindo (Traveloka) dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita). Sayangnya, baik pihak Traveloka maupun Asita tak memenuhi panggilan persidangan. Sebelumnya, KPPU telah menggelar sidang pemeriksaan saksi lainnya, yakni Managing Director PT Trans Nusa, Bayu Sutanto.

 

Terkait pelibatan PT Trans Nusa sebagai saksi, Kuasa Hukum PT Garuda Airlines & PT Citilink, Nurmalita Malik menyebut saksi tersebut tak ‘apple to apple’ bila dibandingkan dengan maskapai kliennya yang tergolong full services (Garuda Indonesia)dan LCC (Citilink), mengingat PT Trans Nusa sendiri merupakan maskapai dengan kategori medium services. Dari jenis pesawat disebutnya juga berbeda. Trans Nusa menggunakan jenis pesawat Propeller, sementarakliennya menggunakan pesawat jenis jet.

 

Merujuk (Permenhub) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri dan Permenhub No.20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri, bisa dilihat bahwa Tarif Batas Atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) pesawat jenis propeller dengan seat dibawah ataupun diatas 30 berbeda. Begitupula dengan pesawat jenis jet, TBA dan TBB nya diatur dalam lampiran tersendiri.

 

“Jadi apakah pergerakan harganya bisa dipersamakan dengan kami? Itu kan tak masuk akal,” katanya.

 

Selain itu, segi rute tempat pesawat kliennya beroperasi dengan rute PT Trans Nusa juga disebutnya berbeda. Di persidangan, saksi menyebut maskapainya hanya bergerak di rute-rute komersil. Secara cost structure dan revenue jelas akan berbeda dengan Garuda Indonesia dan Citilink yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga kerap diminta untuk membuka rute-rute perintis (non-komersil). Dengan begitu, kalkulasi kerugian dan pendekatan bisnis yang diambil kliennya dengan pihak Trans Nusa jelas sangat berbeda.

 

“Dikatakan juga, tingkat pembatalan Trans nusa membaik, sementara kami buruk. Lihat dulu rutenya, dia kan komersil sementara kami rute perintis banyak. Kalau Trans Nusa rutenya rute komersil apa yang mau dibatalkan?” katanya.

 

Apalagi, Trans Nusa di persidangan mengatakan pihaknya mengalami perbaikan performa lantaran ada pembelian pesawat baru. Disitu bisa terlihat, maintenance Trans Nusa start dari minus yang direspon dengan perbaikan performa dengan pesawat baru, sehingga ada pergerakan positif.

 

“Artinya, respons atas persoalan yang dihadapi Trans Nusa berbeda dengan Garuda dan Citilink. Respons mereka akibat persoalan internal, bukan karena kondisinya sama dengan kita. Mereka lebih pada business reason bukan karena pasar bisnis,” jelasnya.

 

(Baca: KPPU Sidang 7 Maskapai: Lion Air Group Tolak Tawaran Perubahan Perilaku)

 

Dengan demikian, Nurmalita beranggapan Investigator KPPU kurang tepat bila membandingkan pergerakan harga Garuda dan Citilink dengan Trans Nusa. “Tak apple to apple perbandingannya. Apa yang kami lakukan anomaly kalau dibandingkan dengan Trans Nusa,” tukasnya.

 

Kuasa Hukum Lion Air, Wings Air dan Batik Air, Habiebie berpandangan senada dengan Nurmalita. Sikap investigator yang menyamakan pelayanan kelas LCC dan kelas medium services itu dianggapnya merupakan hal yang sangat keliru, mengingat rute dan frekuensi antar maskapai kliennya dan Trans Nusa merupakan dua hal yang berbeda.

 

Selama ini, Ia menyebut pihaknya menentukan harga secara independen berdasarkan supply & demand, tidak ada kaitannya dengan maskapai lain atau pelaku usaha lain. Tidak ada kerjasama atau perjanjian apapun soal penetapan harga. Soal tuduhan investigator terkait persamaan harga tiket yang dijual maskapai dalam kurun waktu tertentu juga ditepis Habibie.

 

“Terkait data itu tak betul. KPPU hanya mengambil data secara random sampling, sehingga tak cukup menguatkan. Itu kelas yang ditampilkan juga ga betul, hanya beberapa travel agent, dari data mereka saja sudah tampak tidak valid,” katanya.

 

Selain itu, Ia juga berdalih saksi yang dihadirkan juga tak cukup menguatkan dalil investigator. Rata-rata, katanya, saksi yang dihadirkan bukan saksi fakta, artinya kebanyakan saksi tersebut berasumsi. “Makanya saya bingung, apakah ini saksi fakta atau saksi ahli. Karena saksi ini tak bisa dikatakan saksi fakta,” tukasnya.

 

Mengingatkan kembali, ketujuh terlapor (Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Batik, Wings Air, Nam Air dan Sriwijaya Air) diduga melanggar Pasal 5 terkait penetapan harga dan Pasal 7 terkait kartel untuk mempengaruhi harga dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

Adapun tiga bentuk pelanggaran penetapan harga dan kartel yang ditemukan investigator terdiri dari pertama, adanya dugaan tindakan bersama sama para terlapor untuk melakukan pengurangan atau meniadakan tiket subclass rendah. Kedua, adanya kerjasama manajemen Garuda Group dan Sriwijaya Group.

 

Ketiga, adanya tindakan bersama sama para terlapor untuk melakukan pengurangan jumlah penerbangan melalui pembatalan jadwal penerbangan. Lebih lanjut, bentuk penetapan harga sebagaimana dimaksud dalam Perkom KPPU No. 4 Tahun 2011 digaris bawahi Investigator berupa kesepakatan meniadikan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar sehingga membatasi pasokan dan memelihara harga tinggi.

 

Sebagai informasi tambahan, dalam z-score yang ditayangkan Investigator pada sidang Selasa (17/9) lalu, tampak bahwa harga tiket yang digunakan terlapor memiliki pola yang sama di setiap bulannya. Sedangkan Air Asia memiliki pola harga yang berbeda. Tidak hanya itu, di low season pada bulan Januari-April, beberapa maskapai itu cenderung tidak menurunkan atau menstabilkan harga tiket. Lain halnya dengan Air Asia yang mengikuti pola kenaikan harga di saat high season, namun saat low season tidak mengikuti pola harga yang sama dengan maskapai lain.

 

Lantas, bila Trans Nusa disebut tak apple to apple dengan maskapai terduga melakukan kartel harga tiket, bagaimana kelanjutannya dengan kesaksian Traveloka dan Asita ke depannya? Akankah investigator KPPU berhasil membuktikan tuduhannya?

 

Tags:

Berita Terkait